Mahkamah Agung AS Tolak Upaya Trump Akhiri Program Perlindungan Imigran
DACA dibuat di masa pemerintahan Barack Obama. Keputusan itu memungkinkan penundaan deportasi bagi imigran ilegal yang masih di bawah umur.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Mahkamah Agung Amerika Serikat menolak upaya Presiden Donald Trump untuk mengakhiri kebijakan perlindungan bagi imigran di bawah umur. Keputusan itu memicu kemarahan Trump dan pendukungnya kepada Mahkamah Agung.
Dari sembilan hakim agung, lima mendukung pembatalan keputusan Trump untuk mencabut program perlindungan imigran muda (DACA) itu. Ketua MA AS, John Roberts, termasuk yang mendukung keputusan itu.
”Kami hanya menimbang apakah lembaga memenuhi syarat prosedural yang dibutuhkan untuk menjelaskan tindakannya. Lembaga-lembaga gagal mempertimbangkan apakah masalah-masalah yang menarik perhatian membutuhkan penangguhan atau apakah yang harus dilakukan terkait kesulitan pada penerima DACA,” demikian ditulis Roberts dalam amar putusan yang dibacakan pada Kamis (18/6/2020) sore waktu Washington atau Jumat dini hari WIB.
DACA dibuat di masa pemerintahan Barack Obama. Keputusan itu memungkinkan penundaan deportasi bagi imigran ilegal yang masih di bawah umur. Selain penundaan deportasi, imigran muda juga bisa mendapat izin kerja di AS. Walakin, izin itu bukan izin tinggal tetap dan harus terus diperbarui secara berkala.
Kala dibuat, kebijakan itu dinyatakan sebagai program sementara. Sampai sekarang, kebijakan itu masih dipertahankan dan menjadi salah satu hambatan Trump menjalankan deportasi massal dan penolakan imigran ilegal ke AS. Sejak terpilih, Trump secara terbuka menunjukkan kebijakan anti-imigran. Pada September 2017, ia menyatakan akan mendeportasi warga negara asing dari AS.
Selanjutnya, pada Juni 2018, pemerintahannya mulai meminta fatwa pengadilan untuk deportasi. Kala itu, para hakim menolak. Pada akhir 2018, pemerintahan Trump kembali maju ke pengadilan dan pada pertengahan 2019 baru ada persetujuan untuk menggelar persidangan mulai November 2019. Hasilnya, hakim kembali menolak.
Kala persidangan soal DACA dimulai, Trump sedang bergulat dengan upaya pemakzulan oleh Demokrat yang menguasai DPR AS. Roberts memimpin sidang pemakzulan di Senat yang dikuasai Republikan, partai pendukung Trump. Senat memang akhirnya memutuskan Trump tidak bersalah untuk dua dakwaan pemakzulan sehingga ia dibebaskan.
Sementara dalam dua pekan ini, Roberts dan mayoritas hakim agung membatalkan keputusan pemerintah. Selain soal DACA, MA AS juga membatalkan aturan yang memungkinkan pemecatan pekerja dengan alasan orientasi seksual tertentu. MA menilai peraturan yang berlaku di sejumlah negara bagian itu bertentangan dengan undang-undang hak sipil yang disahkan pada 1964.
Soal DACA, Roberts menulis, Kementerian Keamanan Dalam Negeri bisa saja mengajukan gugatan baru. Walakin, akan dibutuhkan berbulan-bulan untuk mengakhiri DACA. ”Tidak mungkin bisa sebelum November (bulan pemilu AS),” kata pakar hukum imigrasi di Universitas Cornell, Stephen Yale-Loehr.
Keputusan Mahkamah Agung AS soal DACA ditanggapi negatif oleh Republikan. Senator dari Arkansas yang juga sekutu Trump, Tom Cotton, berkeras bahwa DACA ilegal. ”Walakin, John Robets kembali bertindak seperti Sulaiman yang akan menyelamatkan lembaga kita dari kontroversi politik dan pertanggungjawaban. Jika Ketua MA, Roberts, percaya penilaian politiknya sangat baik, saya menganjurkan dia mundur, pergi ke Iowa, dan ikut pemilu,” tulisnya dalam pernyataan yang dikutip media-media AS. (AP/REUTERS)