Dexamethasone Diklaim Manjur di Inggris, Masih Dipertanyakan Dokter di AS
Tim peneliti di Inggris mengumumkan dexamethasone sebagai obat pertama yang secara signifikan mengurangi risiko kematian dalam kasus Covid-19 yang parah. Namun, dokter di AS masih mempertanyakan data penelitian mereka.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
LONDON, RABU — Di tengah pandemi Covid-19 yang belum memperlihatkan tanda-tanda akan mereda dalam waktu dekat, muncul kabar melegakan dari Inggris. Para peneliti yang tergabung dalam tim dari Universitas Oxford di Inggris, Selasa (16/6/2020), mengumumkan steroid bernama dexamethasone sebagai obat pertama yang diperlihatkan secara signifikan mengurangi risiko kematian dalam kasus Covid-19 yang parah.
Obat tersebut digunakan secara luas oleh banyak kalangan dan murah. Uji coba penggunaan dexamethasone itu dilakukan terhadap lebih dari 2.000 pasien Covid-19, terutama pasien dalam kategori sangat parah. Hasil uji coba awal menunjukkan dexamethasone mengurangi tingkat risiko kematian hingga sepertiga bagi penderita yang hanya dapat bernapas dengan bantuan ventilator. Adapun bagi penderita yang bernapas dengan bantuan kantong oksigen, obat itu dapat mengurangi risiko kematian hingga seperlima.
”Ini adalah hasil (uji coba) yang memperlihatkan bahwa jika pasien Covid-19 dan yang sedang menggunakan ventilator atau oksigen diberi dexamethasone, obat itu akan menyelamatkan nyawanya, dan (pengobatan) ini sangat murah,” kata Martin Landray, profesor dari Oxford University, salah satu dari dua pemimpin dalam uji coba itu. ”Tak sampai 50 poundsterling (Rp 885.000), Anda bisa merawat delapan pasien dan menyelamatkan nyawa.”
Dalam pemaparan secara daring, Landray mengalkulasi bahwa satu kasus kematian bisa dicegah dari 25 pasien Covid-19 yang mendapat bantuan pernapasan oksigen dan diberi obat tersebut. Rekannya, Peter Horby, menyebut dexamethasone sebagai ”terobosan besar”.
Dexamethasone biasanya digunakan untuk mengobati berbagai reaksi alergi serta artritis reumatoid dan asma. Dexamethasone berfungsi sebagai anti-inflamasi. Tim itu melaporkan dalam dosis hariannya, steroid itu dapat mencegah satu dari delapan kematian pasien berventilator dan menyelamatkan satu dari setiap 25 pasien yang mendapat bantuan oksigen.
”Dexamethasone adalah obat pertama yang ditunjukkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup pada penderita Covid-19. Hasil ini disambut sangat baik,” kata Horby, profesor penyakit menular pada Departemen Kedokteran Nuffield, Universitas Oxford. ”Dexamethasone tidak mahal, tersedia di mana-mana, dan dapat segera digunakan untuk menyelamatkan nyawa di seluruh dunia.”
Sebelumnya, belum ada obat yang disetujui untuk digunakan secara global bagi Covid-19. Penyakit yang dipicu oleh virus korona baru ini telah menewaskan lebih dari 431.000 orang di seluruh dunia. Uji coba awal atas penggunaan dexamethasone itu belum mendapat ulasan pembanding (peer-review). Banyak ilmuwan berharap bisa memberikan ulasan terhadap bukti-bukti yang ditemukan dalam penelitian di Inggris itu.
Uji coba penggunaan dexamethasone dilakukan oleh para peneliti yang menyebut kelompok mereka sebagai tim RECOVERY. Melalui penelitian tersebut, tim itu mencari cara dan metode pengobatan Covid-19 yang efektif. Mereka juga mengamati dan meneliti kelompok pasien sebanyak 4.000 orang yang sebelumnya tidak menerima obat itu.
Digunakan di Inggris
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan bahwa para pasien Covid-19 di negaranya akan mulai menerima dan mengonsumsi obat itu sesegera mungkin. Ia mengungkapkan, hal itu sangat mungkin dilakukan karena Pemerintah Inggris telah mulai menimbun dexamethasone sejak Maret lalu. Saat ini, di Inggris telah tersedia stok dexamethasone hingga 200.000 dosis.
Ditekankan oleh tim RECOVERY bahwa hasil uji coba yang mereka lakukan menunjukkan hasil menggembirakan. Penggunaan dexamethasone dinilai sangat menjanjikan untuk menyelamatkan pasien Covid-19. Tanpa obat itu, sekitar 40 persen pasien Covid-19 yang mendapat bantuan ventilator meninggal. Kejadian fatal seperti itu sering terjadi karena respons inflamasi tubuh tidak terkendali terhadap virus korona tipe baru pembawa Covid-19.
Bagi pasien parah yang menerima pengobatan baru dengan dexamethasone, angka kematian akan turun menjadi kurang dari 30 persen. ”Ini terobosan besar: dexamethasone adalah obat pertama dan satu-satunya yang telah membuat perbedaan signifikan terhadap kematian pasien Covid-19,” kata Nick Cammack, pemimpin percepatan terapi Covid-19 pada badan amal kesehatan Wellcome Trust di Inggris. ”Berpotensi mencegah satu kematian pada setiap delapan pasien yang berventilator adalah sesuatu yang luar biasa.”
Namun, dari uji coba tersebut juga diketahui bahwa dexamethasone tidak efektif untuk merawat pasien Covid-19 dengan kondisi ringan. Dexamethasone adalah salah satu dari sejumlah obat yang ada dan telah diuji coba untuk pengobatan pasien Covid-19. Hasil uji coba-uji coba itu beragam. Uji coba pengobatan obat hidroklorokuin (hydroxychloroquine), misalnya, dihentikan di beberapa negara setelah sebuah studi dalam jurnal kesehatan, The Lancet, menyatakan bahwa penggunaan hidroklorokuin tidak menunjukkan manfaat bagi pasien Covid-19, dan bahkan justru dapat meningkatkan risiko kematian.
Dari uji coba tersebut juga diketahui bahwa dexamethasone tidak efektif untuk merawat pasien Covid-19 dengan kondisi ringan.
Remdesivir, obat anti-virus Covid-19 lainnya, juga sudah digunakan di Inggris. Namun, satu penelitian yang digelar pada bulan April lalu menunjukkan perkembangan baru. Hasil penelitian itu menyatakan bahwa ”tidak ada manfaat klinis yang signifikan” hasil uji coba penggunaan remdesivir tersebut.
Dokter AS skeptis
Terkait hasil penelitian di Inggris mengenai penggunaan dexamethasone untuk mengobati pasien Covid-19, sejumlah dokter di Amerika Serikat merespons dengan sikap skeptis dan optimistis. Hal ini karena belum lama ini pernah terjadi bahwa hasil penelitian atas obat Covid-19 ditarik kembali karena data-data dalam penelitian masih dipertanyakan.
”Kita pernah dikacaukan sebelumnya, bukan hanya selama pandemi korona, tetapi bahkan sebelum pandemi Covid-19, dengan hasil-hasil yang menggembirakan bahwa saat kami mengakses data-data (dalam penelitian), (data-data itu) ternyata tidak meyakinkan,” ujar Kathryn Hibbert, Direktur Unit Perawatan Intensif pada Massachusetts General Hospital di Harvard, AS.
Ia mengatakan, publikasi data-data penelitian dexamethasone di Inggris itu akan membantu dia dalam menilai hasil penelitian tersebut. Ia ingin mengetahui pasien mana yang paling banyak memetik manfaat dari dexamethasone dan dalam dosis seberapa. ”Saya berharap hal itu benar karena hal itu akan menjadi langkah maju yang besar untuk membantu para pasien kami,” kata Hibbert.
Thomas McGinn, Wakil Kepala Dokter pada Northwell Health, sistem layanan kesehatan terbesar di New York, memperingatkan bahwa steroid dapat menekan sistem imunitas tubuh. Para dokter menggunakan obat tersebut berdasarkan kasus demi kasus.
”Kami harus melihat dulu seperti apa penelitian itu, mengingat penarikan hasil penelitian pernah terjadi,” kata McGinn. ”Saya menunggu untuk melihat terlebih dahulu data sesungguhnya, apakah data-data itu sudah mendapat ulasan pembanding dan dipublikasikan dalam jurnal yang sesungguhnya.”
Profesor obat-obatan pada University of Washington, Mark Wurfel, mengimbau para peneliti untuk membeberkan data-data terlebih dahulu sebelum memublikasikan hasil penelitian mereka. ”Hal itu akan sangat-sangat membantu dalam hal membantu kami dalam membantu populasi pasien kami dan menentukan apakah tepat menerapkan terapi ini bagi pasien kami,” katanya.