Terkait Ibadah Haji, Raja Salman Hadapi Pilihan Pelik
Berita yang bergulir dari Arab Saudi menyebutkan, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud sudah semakin dekat untuk mengambil keputusan final tentang isu ibadah haji.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dihadapkan pada pilihan-pilihan pelik terkait ibadah haji tahun ini. Ia tentu tidak menginginkan ada catatan sejarah pertama kali tidak terselenggaranya ibadah haji sejak Kerajaan Arab Saudi berdiri.
Berita yang bergulir dari Arab Saudi menyebutkan, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud sudah semakin dekat mengambil keputusan final tentang isu ibadah haji.
Harian Inggris, Financial Times, Jumat (12/6/2020), melalui korespondennya di kota Riyadh, melansir, Raja Salman akan mengambil keputusan terkait isu ibadah haji itu dalam sepekan ini atau selambat-lambatnya dalam 10 hari ke depan.
Raja Salman dan keluarga besar Al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi disinyalir masih menunggu perkembangan tren kurva positif Covid-19 di negara itu. Kondisi tersebut yang membuat raja terkesan terus mengulur-ulur waktu untuk mengambil keputusan final tentang ibadah haji yang jatuh pada akhir Juli 2020.
Selain itu, Arab Saudi tampak semakin terdesak pula untuk segera mengambil keputusan tentang ibadah haji setelah kian banyak negara memutuskan tidak mengirim jemaah hajinya tahun ini ke Mekkah akibat keterbatasan waktu untuk mempersiapkan pemberangkatan jemaah haji tersebut.
Setelah Indonesia sebagai negara pertama yang mengumumkan untuk tidak mengirim jemaah haji tahun ini, yang lalu disusul Malaysia, beberapa negara, seperti Brunei Darussalam, Singapura, Afrika Selatan, dan India, juga mengumumkan tidak mengirim jemaah haji tahun ini.
Setelah Indonesia sebagai negara pertama yang mengumumkan tidak mengirim jemaah haji tahun ini, yang lalu disusul Malaysia, beberapa negara, seperti Brunei Darussalam, Singapura, Afrika Selatan, dan India, juga mengumumkan tidak mengirim jemaah haji tahun ini.
Pertaruhan raja
Jika kurva positif Covid-19 di Arab Saudi bisa terus menurun atau minimal landai, Raja Salman ditengarai masih ingin menggelar ibadah haji tahun ini meski dengan kuota haji sangat sedikit. Bagi dia, pelaksanaan ibadah haji adalah pertaruhan dirinya sebagai raja yang menyandang sebutan ”Pelayan Dua Tanah Suci” (Khadim al-Kharamain al-Sharifain).
Baca juga: Menanti Putusan Pelayan Tanah Suci
Apalagi devisa dari ibadah haji menjadi bagian utama dari megaproyek visi Arab Saudi 2030 yang digagas Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman di tengah harga minyak yang terus menurun saat ini.
Devisa yang diperoleh dari haji dan umrah mencapai sekitar 12 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 167 triliun per tahun. Sebelum pandemi Covid-19 menyebar, Arab Saudi mencanangkan peningkatan jumlah jemaah umrah hingga 15 juta orang sampai akhir 2020. Namun, pandemi telah membuyarkan upaya tersebut.
Raja Salman tidak menginginkan ada catatan sejarah pertama kali tidak terselenggara ibadah haji sejak berdirinya negara Arab Saudi pada 1932.
Keluarga besar Al-Saud yang berada di balik berdirinya Arab Saudi itu memiliki catatan sejarah reputasi yang sangat baik dalam mengamankan penyelenggaraan ibadah haji. Sejak 1932, tidak pernah ibadah haji gagal diselenggarakan.
Pada 1957, Arab Saudi pernah melarang warga India dan Pakistan melaksanakan ibadah haji karena kawasan Asia Selatan saat itu dilanda wabah kolera yang parah.
Arab Saudi khawatir, jika diizinkan berangkat haji kala itu, warga India dan Pakistan bisa membawa wabah kolera dan menular kepada jemaah haji dari negara lain. Namun, Arab Saudi tidak sampai menghentikan penyelenggaraan ibadah haji. Warga negara lain, di luar Asia Selatan, tetap diizinkan berangkat haji seperti biasa.
Otoritas Arab Saudi tetap menyelenggarakan ibadah haji pula saat wabah flu babi yang disebabkan virus H1N1 kurun 2009-2010. Virus H1N1 saat itu sempat menyebar di beberapa negara Arab dan Islam, termasuk Arab Saudi.
Para ulama dari beberapa negara Islam saat itu sempat mengadakan musyawarah, membahas kemungkinan pembatalan penyelenggaraan ibadah haji oleh Arab Saudi.
Baca juga: Dua Skenario Soal Penyelenggaraan Haji, Putusan di Tangan Raja Salman
Namun, Arab Saudi tetap berani menyelenggarakan ibadah haji setelah melakukan konsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Saat itu, korban positif virus H1N1 mencapai 59.814 orang di 112 negara, dengan 263 orang meninggal dunia.
Arab Saudi juga tetap menyelenggarakan ibadah haji saat menyebar virus MERS-CoV pada 2012 di kawasan Timur Tengah, termasuk Arab Saudi.
Arab Saudi saat itu hanya menyerukan kepada mereka yang berusia tua atau mengidap penyakit bawaan yang cukup akut untuk tidak melaksanakan ibadah haji karena mereka dianggap paling rentan tertular virus MERS-CoV.
Mereka yang mengidap penyakit jantung, ginjal, diabetes, dan gangguan pernapasan dilarang beribadah haji oleh Arab Saudi. Riyadh juga menyerukan negara-negara pengirim jemaah haji agar mengurangi jumlah jemaah haji yang dikirim ke Mekkah untuk mencegah penularan virus MERS-CoV yang merajalela di Arab Saudi kala itu.
Lebih dahsyat
Saat itu, korban positif virus MERS-CoV di Arab Saudi berjumlah 65 orang dengan 38 orang di antaranya meninggal. Akan tetapi, penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 saat ini jauh lebih dahsyat daripada virus H1N1 dan virus MERS-CoV. Covid-19 sudah serta-merta menjadi pandemi yang merambah seluruh dunia, tanpa kecuali.
Menurut Worldometers, hingga Jumat (12/6/2020), jumlah positif Covid-19 di Arab Saudi mencapai 119.942 orang, dengan 893 orang meninggal dan 81.029 orang dinyatakan sembuh.
Jumlah positif Covid-19 di Arab Saudi merupakan yang terbesar ketiga di Timur Tengah setelah Iran dan Turki. Penambahan jumlah positif Covid-19 per hari di Arab Saudi cukup tinggi. Pada Jumat (12/6/2020), jumlah korban baru positif Covid-19 mencapai 3.921 orang.
Baca juga: Masjidil Haram Buka Akhir Juni
Padahal, Arab Saudi sejak akhir Februari lalu telah melakukan karantina sangat ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19. Arab Saudi telah membekukan penyelenggaraan ibadah umrah sejak 27 Februari lalu. Namun, kenyataannya pada Juni ini justru kurva positif Covid-19 di Arab Saudi cenderung naik tajam.
Tren naiknya kurva korban positif penyakit Covid-19 yang cukup tajam itu barangkali telah menjadi faktor utama Raja Salman selama ini untuk terus menunda pengambilan keputusan soal haji itu.
Jika tren kurva positif Covid-19 di Arab Saudi terus naik tajam hingga pekan depan atau 10 hari ke depan, kemungkinan besar keputusan yang akan diambil Raja Salman adalah meniadakan ibadah haji 2020.
Sebaliknya, jika Arab Saudi secara mengejutkan dalam sepekan atau 10 hari mendatang berhasil menekan tren kenaikan kurva positif Covid-19 hingga serendah mungkin atau minimal bisa landai, bisa jadi Raja Salman berani mengambil keputusan untuk menggelar ibadah haji tahun ini. Namun, bisa jadi dengan kuota yang dikurangi 10 persen hingga 20 persen dari setiap negara atau seminimal mungkin.
Hal itu pun dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang sangat ketat. Tentu Arab Saudi akan berkonsultasi dengan WHO terkait dengan protokol kesehatan jika menggelar ibadah haji tahun ini.
Jika Arab Saudi jatuh pada keputusan menggelar ibadah haji dengan kuota seminimal mungkin, itu sekaligus membuat ibadah haji tetap terselenggara secara berkesinambungan sejak berdirinya negara Arab Saudi modern tahun 1932.
Mungkin saja pendapat WHO akan menjadi pertimbangan utama Raja Salman dalam mengambil keputusan menyelenggarakan atau tidak menyelenggarakan ibadah haji pada 2020.