Kasus Kembali Meningkat Setelah Pembatasan Dilonggarkan
Melonggarkan pembatasan bukan tanpa konsekuensi. Salah satunya, kasus Covid-19 yang kembali bertambah. Pemerintah harus secepatnya mengendalikan ini jika tidak ingin gelombang infeksi kedua terjadi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
SEOUL, JUMAT — Setelah melonggarkan pembatasan, sejumlah negara, seperti Korea Selatan, Italia, Jerman, juga China, mencatat kenaikan kasus Covid-19 atau penularan lokal. Jika tidak dikendalikan, ini berpotensi menyebar semakin luas dan menjadi gelombang infeksi kedua.
Kamis (11/6/2020), Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan (KCDC) melaporkan 45 kasus baru Covid-19 yang mayoritas berada di area metropolitan Seoul. Padahal, beberapa minggu lalu Korea Selatan baru melonggarkan pembatasan, membuka kembali sekolah, dan mempromosikan kampanye antivirus berbasis teknologi yang oleh Presiden Moon Jae-in disebut ”K-quarantine”.
”Karena Covid-19 menyebar dengan cepat, untuk memperlambat penyebarannya dengan pelacakan kasus saja memiliki keterbatasan,” kata Yoon Taeho, pejabat kesehatan senior dalam jumpa pers. Berulang kali ia mengimbau warga Korsel untuk tetap berada di rumah.
Meski muncul puluhan kasus baru, para pejabat Pemerintah Korea Selatan menolak untuk kembali memberlakukan pembatasan jarak sosial yang ketat setelah dilonggarkan April 2020. Mereka khawatir sektor ekonomi akan kian terpukul.
Sikap pemerintah itu berseberangan dengan pendapat para ahli kesehatan, termasuk Direktur KCDC Jung Eun-kyeong, yang memberikan peringatan bahwa Korea Selatan bisa mengalami krisis besar Covid-19 lagi, tetapi kali ini di kawasan padat penduduk.
Kasus Covid-19 yang tinggi di Korea Selatan pada Februari dan Maret 2020 relatif lebih mudah dilacak sebab mayoritas terkonsentrasi di satu rumah ibadah di Daegu. Adapun kluster penularan baru saat ini muncul sporadis di area metropolitan Seoul.
Menurut Jung, petugas kesehatan kini berjuang lebih berat melacak kontak kasus yang menyebar cepat dan tidak bisa diprediksi seiring dengan aktivitas dan mobilitas orang yang meningkat setelah pelonggaran dan mengabaikan jaga jarak fisik.
Di hari yang sama, Italia yang sudah melonggarkan karantina wilayahnya juga melaporkan penambahan kasus positif menjadi 379 kasus dari hari sebelumnya 202 kasus. Kasus meninggal juga bertambah 53 orang dalam sehari terakhir.
Total kasus meninggal di Italia sejak pandemi merebak 21 Februari 2020 kini berjumlah 34.167 kasus atau keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Inggris, dan Brasil. Adapun kasus positif berjumlah total 236.142 kasus atau ketujuh tertinggi di dunia setelah AS, Rusia, Brasil, Spanyol, Inggris, dan India.
Saat ini, masih terdapat 236 orang yang berada dalam perawatan intensif atau berkurang dari hari sebelumnya yang berjumlah 249 orang. Dengan laju penurunan ini, diperkirakan waktu yang dibutuhkan agar semua pasien di perawatan intensif kembali pulih masih lama.
Negara Eropa lainnya, Jerman, juga mencatat penambahan kasus baru yang signifikan. Data Robert Koch Institute (RKI) menunjukkan, terdapat 555 kasus baru sehingga total kasus Covid-19 menjadi 185.416 kasus. Adapun kasus meninggal naik 26 menjadi 8.755 kasus.
Sementara itu, setelah 55 hari tanpa penambahan kasus, China melaporkan adanya penularan lokal. Seorang pria berumur 52 tahun dari Distrik Xicheng dilaporkan positif Covid-19. Ia mengunjungi dokter karena demam, menggigil, dan lemas. Namun, ia tidak mengalami batuk, nyeri tenggorokan, ataupun dada. Selama perjalanan menuju dokter, pria ini menggunakan masker. Pria itu mengaku tidak pernah meninggalkan Beijing dalam dua minggu terakhir dan tidak pernah kontak dengan siapa pun dari luar Beijing.
Wakil Kepala Distrik Xicheng Miao Jianhong mengatakan, setelah hasil tes memperlihatkan positif, kini pasien tersebut dirawat di rumah sakit Ditan yang disiapkan untuk menampung pasien Covid-19. Keluarga pria itu pun diisolasi dan diawasi petugas medis. Otoritas kesehatan mulai menyelidiki sumber penularan ini. (REUTERS/AP)