Dua Skenario Soal Penyelenggaraan Haji, Putusan di Tangan Raja Salman
Di Arab Saudi, haji adalah satu dari tiga isu strategis, selain migas dan pertahanan. Ketiga hal itu langsung berada di tangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, pelayan dua tanah suci (Khadim al-Haramain al-Sharifain).
Oleh
KRIS MADA & MH SAMSUL HADI
·3 menit baca
Sesuai kalender, bulan Haji atau Zulhijah akan jatuh pada 22 Juli 2020, dengan wukuf—puncak ibadah haji—akan berlangsung pada 30 Juli. Ini berarti, kurang dari 1,5 bulan bulan haji itu tiba. Namun, hingga kini masih menjadi teka-teki: di tengah pandemi Covid-19 saat ini, apakah Arab Saudi akan menyelenggarakan ibadah haji?
Sampai Selasa (9/6/2020), belum ada keputusan resmi soal itu dari Pemerintah Arab Saudi. Mengutip beberapa sumber yang mengetahui persoalan haji, kantor berita Reuters melaporkan, Senin (8/6/2020), bahwa Arab Saudi tengah mempertimbangkan dua skenario penyelenggaraan haji 2020. Skenario pertama, kemungkinan ibadah haji tetap digelar, tetapi dengan sejumlah pembatasan. Skenario kedua, penyelenggaraan haji ditiadakan.
Terkait skenario pertama, menurut sumber yang dikutip Reuters, otoritas Arab Saudi mempertimbangkan penyelenggaraan haji tahun ini dengan ”jumlah hanya simbolik”, yakni tiap negara hanya diberi jatah 20 persen dari kuota jemaah masing-masing. Pembatasan lainnya, haji tahun ini tak boleh diikuti jemaah berusia lanjut. Selain itu, bakal ada pemeriksaan kesehatan tambahan bagi jemaah.
Adapun skenario kedua, yang juga tengah didorong oleh sejumlah pejabat di Arab Saudi, adalah ibadah haji tahun ini ditiadakan. Sejak 27 Februari lalu, Arab Saudi telah menghentikan layanan umrah. Kantor media resmi Pemerintah Arab Saudi ataupun juru bicara kementerian haji dan umrah setempat tidak memberikan jawaban saat dikonfirmasi Reuters tentang dua skenario penyelenggaraan haji itu.
Setelah tak kunjung ada kejelasan soal penyelenggaraan haji, beberapa negara, seperti Indonesia dan Singapura, telah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji tahun ini. Sementara Malaysia, Pakistan, India, dan Bangladesh masih menunggu keputusan Arab Saudi.
Berita resmi terakhir berkaitan haji, yang dirilis Riyadh pada akhir Maret 2020, menyebutkan bahwa Riyadh meminta semua negara dan jemaah dari negara asing menunda persiapan keberangkatan haji tahun ini. Disampaikan pula, kesehatan jemaah dan warga Arab Saudi menjadi prioritas.
Lonjakan infeksi baru mendorong Arab Saudi, Sabtu lalu, kembali memberlakukan jam malam di Jeddah, pintu gerbang untuk ibadah haji.
Terkait isu kesehatan tersebut, kasus penularan Covid-19 di Arab Saudi melonjak drastis selepas Idul Fitri. Dalam sebulan terakhir, tercatat lebih dari 73.000 kasus baru di sana. Data John Hopkins University menunjukkan, Arab Saudi mencatat 28.656 kasus infeksi pada 4 Mei 2020. Sementara pada 4 Juni 2020, kerajaan itu mencatat total 101.914 kasus atau bertambah 73.258 kasus dalam sebulan.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi di kawasan Teluk. Sebanyak 29.354 kasus baru terdata selepas Idul Fitri atau setelah jam malam dan pembatasan sosial dilonggarkan. Pada Kamis hingga Minggu (7/6/2020), Riyadh mencatat total 10.732 kasus baru.
Penghitungan Reuters mencatat, hingga Selasa (9/6/2020) pukul 11.20 WIB, kasus positif Covid-19 di Arab Saudi 105.283 orang, meninggal 746 orang, dan sembuh 74.524 orang. Dalam tiga hari terakhir sejak Sabtu lalu, Arab Saudi mencatat lebih dari 3.000 kasus baru per hari.
Lonjakan infeksi baru mendorong Arab Saudi, Sabtu lalu, kembali memberlakukan jam malam di Jeddah, pintu gerbang untuk ibadah haji. Penduduk Jeddah dilarang keluar rumah mulai pukul 15.00 hingga pukul 06.00. Media Arab Saudi menyebutkan, semua warga Jeddah kembali dilarang masuk kantor dan shalat di masjid. Beberapa hari sebelumnya, Arab Saudi kembali membuka masjid untuk umum.
Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang memadati Mekkah untuk berhaji. Ditambah pendapatan dari umrah sepanjang tahun, dari penyelenggaran haji Arab Saudi meraup pemasukan sekitar Rp 12 miliar dollar (Rp 167 triliun). Di Arab Saudi, haji merupakan salah satu dari tiga isu strategis, selain isu migas dan pertahanan. Ketiga hal itu langsung berada di tangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, yang mendapat gelar terhormat: pelayan dua tanah suci (Khadim al-Haramain al-Sharifain). (REUTERS)