Saudi Memperkuat Persenjataan, Dukungan AS Tidak Mengendur
Kontrak baru Boeing-Riyadh diumumkan sepekan setelah AS menyatakan mulai menarik sistem pertahanan udara Patriot dari Arab Saudi. Langkah itu tidak menandakan penurunan dukungan AS untuk Saudi.
Oleh
kris mada/josie susilo hardianto
·4 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Dukungan Amerika Serikat terhadap sekutunya, Arab Saudi, tidak pernah kendur. Riyadh bahkan terus memperkuat persenjataannya dengan membeli lebih rudal-rudal buatan Boeing, AS.
Arab Saudi telah membeli 1.050 rudal canggih buatan pabrikan AS, Boeing. Rudal yang dibeli terdiri dari 650 rudal jelajah SLAM ER dan 400 rudal antikapal Harpoon Block II. Transaksi senilai lebih dari 2 miliar dollar AS atau setara Rp 29,8 triliun itu menegaskan kembali dukungan Washington kepada sekutunya di Timur Tengah tersebut.
Kementerian Pertahanan AS mengumumkan pembelian rudal-rudal itu, Rabu (13/5/2020) waktu Washington DC, AS, atau Kamis pagi WIB. Pengumuman itu seakan menjadi antitesis dari sikap 11 anggota Senat AS dari Partai Republik yang pada April lalu menekan Saudi untuk mengurangi produksi minyaknya.
Mereka adalah para pengusul undang-undang penarikan pasukan AS, termasuk sistem pertahanan udara Patriot dan THAAD, jika Saudi tidak memangkas produksi minyaknya.
Kontrak Riyadh-Boeing terbagi atas beberapa tahap. Pada tahap pertama, Boeing mendapat 1,97 miliar dollar AS untuk pembaruan, perawatan, dan penambahan rudal jelajah SLAM ER. Proyek itu akan berlangsung hingga 2028.
Boeing juga akan mendapat kontrak 650 juta dollar AS untuk pengadaan 467 rudal antikapal Harpoon Blok II, 400 rudal di antaranya akan dikirim ke Saudi. Sisanya dikirimkan ke Brasil, Qatar, dan Thailand. Kontrak itu juga untuk pengadaan perangkat pendukung Harpoon Blok II ke Belanda, India, Jepang, dan Korea Selatan.
Dari beberapa laman, seperti SIPRI dan Flightglobal.com, disebutkan, SLAM ER akan digunakan untuk mempersenjatai armada F-15SA, varian F-15E Strike Eagle yang dikhususkan untuk Saudi.
Kontrak baru Boeing-Riyadh diumumkan sepekan setelah AS mengumumkan mulai menarik empat baterai sistem pertahanan udara Patriot dari Saudi. Dua dari empat baterai itu baru ditempatkan pada akhir 2019 setelah beberapa kilang minyak Saudi menjadi sasaran serangan pemberontak Houthi, Yaman. AS juga menambah tentara dan aneka persenjataan lain di Saudi dan negara sekitarnya selepas serangan itu.
Namun, dukungan AS kepada mitranya di Teluk itu tidak kendur. Hal itu tampak dalam pembicaraan antara Presiden Donald Trump dan Raja Salman, Jumat pekan lalu. Dalam pembicaraan lewat telepon itu, mereka membahas dua isu penting, yaitu minyak dan pertahanan.
”Kedua pemimpin sepakat tentang pentingnya stabilitas di pasar energi global dan menegaskan kembali kemitraan pertahanan AS-Saudi yang kuat,” kata Juru Bicara Gedung Putih Judd Deere.
Pembicaraan itu terjadi setelah Washington berencana menarik dua baterai Patriot dari Saudi. Namun, Washington menegaskan, penarikan itu tidak terkait dengan isu minyak.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Jumat lalu, membenarkan rencana penarikan sistem pertahanan udara itu dari Saudi. Namun, ia menyatakan, langkah itu tidak menandakan penurunan dukungan AS untuk Saudi dan bukan upaya menekan Riyadh terkait masalah minyak.
Dia juga mengatakan, hal itu tidak berarti Washington berpikir Iran—yang memicu penempatan sejumlah sistem pertahanan di kawasan itu—tidak lagi menjadi ancaman.
”Patriot sudah ada (di sana) untuk beberapa waktu. Pasukan itu perlu kembali,” kata Pompeo pada acara radio Ben Shapiro. Menurut dia, penarikan itu adalah rotasi rutin.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan AS sebelumnya mengatakan, penarikan itu, antara lain, didasari pertimbangan bahwa tingkat ancaman dari Iran telah menurun. Menurut dia, banyak pihak tahu bahwa penempatan Patriot di Saudi hanya sementara.
”Saya pikir semua orang tahu itu akan menjadi penempatan sementara pada saat itu, kecuali keadaan memburuk,” ujar pejabat itu. ”Situasi tidak menjadi buruk. Jadi, mereka harus kembali.”
Terkait dengan pembicaraan antara Trump dan Salman, dalam sebuah pernyataan, Riyadh mengonfirmasi, Washington berkomitmen untuk melindungi kepentingan Saudi dan keamanan sekutunya di kawasan. Trump juga menegaskan kembali dukungan AS atas solusi politik untuk krisis Yaman.
Berbeda
Situasi itu seakan berbeda dengan langkah sejumlah senator AS. Para April lalu, dipimpin Senator Dan Sullivan dan Kevin Cramer, senator-senator itu, termasuk Bill Cassidy, berbicara dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, Wakil Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman, dan Duta Besar Saudi untuk AS Putri Reema binti Bandar bin Sultan melalui sambungan telepon selama hampir dua jam (”Senator AS Menekan Saudi untuk Mengurangi Produksi Minyak”, Kompas.id, Kamis, 13 April 2020).
Dalam pembicaraan itu, mereka mendesak Riyadh mengambil tindakan nyata untuk mengurangi produksi minyak mentah. Pada Maret lalu, senator-senator itu memperkenalkan undang-undang untuk menarik pasukan AS serta sistem pertahanan udara Patriot dan THAAD dari Saudi kecuali jika Riyadh memangkas produksi minyaknya.
Tekanan itu tampaknya hendak menegaskan bahwa Kongres AS dapat menekan Saudi apabila negara kaya minyak itu tidak mau bersikap sebagaimana yang diharapkan Pemerintah AS. (AFP/REUTERS)