Penolakan Langka atas Megaproyek Kota Masa Depan Arab Saudi
Banyak anggota suku Bedouin, sebuah suku lain di Saudi, ditahan karena menyebarkan slogan-slogan antipemindahan. Menurut sejumlah aktivis, mereka pun menolak menandatangani dokumen relokasi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
RIYADH, JUMAT — Penolakan dari sebuah suku di Arab Saudi mewarnai rencana pembangunan megaproyek kota masa depan di Saudi. Hal yang jarang terjadi itu dinilai dapat menimbulkan masalah baru bagi obsesi putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman atau MBS, di tengah tantangan menghadapi rendahnya harga minyak mentah.
Megaproyek kota masa depan Saudi adalah megaproyek NEOM yang nilainya ditargetkan mencapai 500 miliar dollar AS. Digadang-gadang, nantinya, kota itu akan memiliki layanan futuristik, seperti taksi terbang hingga pelayan robot. Namun, sejumlah analis ekonomi telah lama mempertanyakan kelayakan proyek itu, terutama di era minyak murah.
Di tengah keraguan itu, tiba-tiba sebagian publik dikejutkan dengan perkembangan terbaru terkait megaproyek itu. Seorang anggota suku Huwaitat di negara itu, Abdulraheem al-Huwaiti, ditembak mati setelah dia menolak menyerahkan tanahnya untuk proyek itu. Sebelum hal naas menimpa dirinya, Huwaiti mengunggah serangkaian video. Ia menyatakan bahwa pemindahan itu adalah sebuah pemaksaan bagi diri dan sukunya yang berbasis di barat laut wilayah Tabuk.
Menurut dia, pemindahan dari daerah yang sudah dihuni beberapa generasi itu sebagai bentuk tindakan terorisme oleh negara. Dia pun mengaku sadar, tindakannya itu akan membuat dirinya mati di tangan tentara. Badan keamanan negara Arab Saudi mengatakan, orang yang ”dicari” itu tewas dalam baku tembak dengan pasukan negara setelah dia menentang penangkapan. Otoritas Saudi itu menambahkan bahwa sebuah gudang senjata telah ditemukan di rumah Huwaiti.
Banyak anggota suku Bedouin atau suku Badui, suku pengembara di Saudi, juga ditahan karena menyebarkan slogan-slogan antipemindahan. Menurut sejumlah aktivis, mereka pun menolak menandatangani dokumen relokasi. Warga suku Bedouin umumnya memiliki senjata.
Situasi itu memperlihatkan perbedaan pendapat kuat yang jarang terjadi di Saudi. Perbedaan tersebut berpotensi memberi tekanan baru bagi kinerja ekonomi negara kaya minyak itu yang kini juga dihadapkan pada persoalan runtuhnya harga minyak dan pandemi Covid-19.
Bila NEOM diwujudkan, otoritas negara itu bakal memindahkan sedikitnya 20.000 orang. Pemindahan itu dilakukan untuk memberikan ruang baru bagi proyek yang ditargetkan rampung pada 2023.
Pemerintah Saudi sedang mempersiapkan rencana darurat untuk memangkas pengeluaran ketika harga minyak mentah turun. Menteri Keuangan Mohammed al-Jadaan memperingatkan langkah-langkah ”menyakitkan” dan daftar ”sangat panjang” terkait anggaran negara itu yang terkena dampak.
Untuk mewujudkan NEOM, Saudi bakal memindahkan sedikitnya 20.000 orang. Pemindahan itu dilakukan untuk memberikan ruang baru bagi proyek yang ditargetkan rampung pada 2023.
Namun, Jadaan tidak menyebutkan apakah NEOM berada dalam daftar pemotongan atau efisiensi anggaran itu. Fakta menunjukkan, jauh sebelum krisis, megaproyek yang pertama kali diumumkan pada 2017 itu harus diupayakan dengan penuh perjuangan untuk menarik investor. ”Saya akan terkejut jika pemotongan tidak dilakukan, pemotongan dalam pengeluaran modal untuk NEOM,” kata sumber Saudi yang terkait dengan proyek itu kepada AFP. ”Mengingat jumlah yang diperlukan, mau tidak mau hal itu tertunda dalam banyak aspeknya.”
Di sisi lain, sumber itu menambahkan bahwa pemerintah menawarkan ”kompensasi besar dalam bentuk tunai” kepada mereka yang dipindahkan oleh proyek di samping ”properti baru” di dalam kerajaan. Dalam upaya untuk menenangkan masyarakat, NEOM juga telah meluncurkan ”program tanggung jawab sosial”, termasuk beasiswa universitas dan program pelatihan kejuruan, kata sumber itu. Namun, beberapa warga suku Huwaitat telah menolak tawaran itu. Mereka menilai tawaran itu tidak jelas.
Para aktivis menilai, megaproyek NEOM dirancang untuk menjadi kantong kaum ekspatriat liberal di negara konservatif itu. Akibatnya, manfaat bagi penduduk setempat pun dinilai minimal. ”Apa yang terjadi di NEOM adalah kematian tragis dari seorang penduduk desa yang sedang direlokasi,” kata Ali Shihabi, seorang anggota dewan penasihat NEOM, dalam unggahannya di media sosial Twitter. ”Mirip dengan konsep ’domain unggulan’ yang digunakan dalam hukum Barat, pemerintah mengambil kepemilikan tanah pribadi yang digunakan untuk proyek. Hal ini terjadi setiap saat, di seluruh dunia, ketika jalan, rel kereta api, atau bendungan dibangun.”
Kalangan pengamat memperingatkan, pengusiran secara paksa bisa menjadi bumerang seiring meningkatnya tekanan ekonomi. ”Kombinasi dari rekor harga minyak yang rendah dan tekanan demografis yang meningkat menimbulkan tantangan signifikan terhadap rencana masa depan Pangeran Mohammed di Arab Saudi,” demikian pernyataan sebuah lembaga think-tank Soufan Center.
Kota teknologi tinggi melalui NEOM adalah permata mahkota dari visi MBS atas masa depan Saudi. Namun, diingatkan bahwa pemerintah akan memiliki lebih sedikit uang tunai untuk dibagikan sebagai perlindungan untuk meredakan warga Saudi. ”Erosi kontrak sosial antara para penguasa dan yang memerintah akan menyebabkan masalah serius, terutama dalam masyarakat suku,” kata Soufan Center, melanjutkan.
Sebagai bagian dari ambisi besarnya untuk menjauhkan ekonomi negaranya semata dari minyak, MBS tampaknya akan terus maju dengan NEOM. Ia menyebut megaproyek itu sebagai Silicon Valley regional lewat slogan pemasarannya yang berbunyi ”mimpi yang tegas dan berani”. ”Fundamental ekonomi telah berbalik lebih jauh terhadap proyek fantastik ini, tetapi saya tidak berharap MBS menyerah,” kata Kristin Diwan dari Arab Gulf States Institute di Washington. ”Itu adalah batu ujian untuk semua yang ingin dia raih.” (AFP)