Perubahan ini mengikuti seruan yang meningkat dari kalangan pemerintah dan anggota parlemen kubu oposisi Jepang. Mereka mendesak agar PM Abe mengambil langkah-langkah lebih berani menghadapi pandemi Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, KAMIS — Pemerintah Jepang berencana mengubah rancangan anggaran sekaligus aturan pemberian bantuan sosial menghadapi pandemi Covid-19. Perubahan itu diharapkan menangkal tekanan lebih kencang terhadap negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu selama pemberlakuan keadaan darurat melawan wabah penyakit itu.
Rencana anggaran tambahan yang disiapkan Pemerintah Jepang mencakup bantuan langsung tunai senilai 300.000 yen (2.784 dollar AS) yang akan ditujukan bagi setiap rumah tangga yang pendapatannya terdisrupsi wabah Covid-19. Namun, lalu disebutkan bahwa Perdana Menteri Shinzo Abe mengusulkan perubahan rencana. Abe berencana memberikan bantuan langsung tunai senilai 100.000 yen bagi setiap warga yang terdampak Covid-19.
Sebelum hal itu diberlakukan, parlemen negara itu harus menyetujui rancangan anggaran tambahan yang disusun untuk mendanai paket stimulus mendekati 1 triliun dollar AS yang diusulkan pemerintahan Abe pada pekan lalu. Langkah itu dinilai sebuah hal yang relatif jarang dilakukan terutama dalam kondisi normal. Perubahan itu disiapkan Kementerian Keuangan Jepang dengan hati-hati agar dapat dipertanggungjawabkan di parlemen.
Perubahan ini mengikuti seruan yang meningkat dari kalangan pemerintah dan anggota parlemen kubu oposisi Jepang. Mereka mendesak agar Abe mengambil langkah-langkah lebih berani untuk membantu warganya keluar dari dampak pandemi. Dana Moneter Internasional, misalnya, telah mendesak Jepang meningkatkan pengeluaran fiskal dan fokus pada pelonggaran pertumbuhan ekonominya.
Lembaga itu memperkirakan ekonomi Jepang terkontraksi 5,2 persen tahun ini. Sumber dari kalangan Pemerintah Jepang mengungkapkan Bank of Japan kemungkinan akan memproyeksikan kontraksi ekonomi pada tahun fiskal tahun ini. Bank sentral Jepang itu dijadwalkan membahas langkah-langkah lebih lanjut untuk mengurangi ketegangan pendanaan perusahaan pada rapat tinjauan suku bunga 27-28 April ini.
Setiap perubahan di dalam anggaran dan kebijakan akan menggarisbawahi tantangan yang harus dihadapi Abe. Tantangan itu adalah untuk mengatasi meningkatnya jumlah korban pandemi sekaligus tekanan ekonomi tanpa terlalu membebani keuangan Jepang yang sudah compang-camping. Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan, sebagian besar perusahaan Jepang kecewa dengan rencana stimulus pemerintah.
Survei juga menunjukkan Abe telah kehilangan dukungan atas apa yang oleh para kritikus sebut dengan respons pandemi yang ragu-ragu dan lamban. Dukungan untuk kabinet Abe turun empat poin menjadi 39 persen dalam survei NHK yang diterbitkan pada Senin lalu. Sebanyak 75 persen responden mengatakan deklarasi darurat Pemerintahan Abe terlambat diumumkan.
Jumlah kasus
Saat ini di Jepang tercatat ada lebih dari 9.000 kasus positif Covid-19, sebanyak 200 kasus di antaranya dengan kematian. Pemerintah Jepang telah mengumumkan keadaan darurat di Tokyo dan enam wilayah termasuk Osaka bagian barat. Namun, daerah lain berusaha ditambahkan di tengah kekhawatiran tentang penyebaran penyakit itu.
Keadaan darurat diberlakukan selama satu bulan sejak 7 April 2020 di Jepang. Kebijakan itu memberikan otoritas lebih banyak daya kekuatan untuk mendorong orang agar tetap di rumah dan bisnis untuk tutup. Saat ini, kebijakan itu mencakup sekitar 44 persen dari total populasi Jepang.
Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato mengatakan, para pejabat khawatir tentang penyebaran infeksi yang cepat, yang telah meningkat 2,2 kali pada 7-15 April.
”Kami sangat prihatin dengan kemungkinan orang yang bepergian selama Golden Week dapat membawa virus ke tempat-tempat yang belum memiliki banyak kasus,” kata Kato, merujuk pada liburan pada akhir April ketika orang bepergian secara massal.
Abe pun berada di bawah tekanan untuk melakukan lebih banyak lagi. Koji Wada, seorang ahli yang memberikan banyak nasihat kepada para pembuat kebijakan, menyatakan, Jepang menghadapi pertempuran panjang. Para pengambil kebijakan dirasa perlu menyesuaikan respons mereka dengan kebutuhan lokal secepat mungkin.
”Kami masih berada di ambang perang Covid-19. Saat ini baru awal,” kata Wada. (REUTERS/BEN)