Atas Pertimbangan Ekonomi, Jordania Longgarkan Aturan Larangan Keluar
Perdana Menteri Jordania Omar al-Razzaz menegaskan, kebijakan itu akan ditinjau kembali atau bahkan dibatalkan jika pemerintah melihat ada peningkatan kembali jumlah warga yang positif terpapar virus SARS-CoV-2.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
AFP/KHALIL MAZRAAWI
Sebuah jalan yang biasanya sibuk di pusat ibu kota Jordania, Amman, tampak lengang selama jam larangan keluar secara nasional yang diberlakukan oleh pihak berwenang untuk mengendalikan penyebaran virus korona baru, 21 Maret 2020.
AMMAN, KAMIS — Pemerintah Jordania akan segera melonggarkan kebijakan penguncian wilayah (lockdown) yang telah diterapkan sejak satu bulan terakhir. Kebijakan baru ini diambil atas dasar pertimbangan ekonomi, yaitu memberikan kesempatan para pekerja dan pengusaha untuk kembali menjalankan roda bisnis serta usaha mereka.
Namun, pemerintah tidak akan mencabut jam malam dan penutupan atau penghentian total seluruh kegiatan pada akhir pekan yang juga telah diterapkan sekitar satu bulan lamanya untuk mengurangi pergerakan warga. Pemberlakuan jam malam diambil menyusul penetapan status negara dalam keadaan darurat yang bisa membatasi hak-hak sipil dan politik warga.
Sekitar 60.000 petugas kepolisian dan anggota militer diterjunkan ke seluruh pelosok negeri untuk mengawasi pelaksanaan jam malam itu.
Perdana Menteri Jordania Omar al-Razzaz, Rabu (15/4/2020), mengatakan bahwa kebijakan baru itu juga meliputi dibebaskannya warga untuk bergerak di luar lebih leluasa di ibu kota Amman. Tetapi, dia juga mengatakan, kebijakan itu akan ditinjau kembali atau bahkan dibatalkan jika pemerintah melihat adanya peningkatan kembali jumlah warga yang positif terpapar virus SARS-CoV-2.
”Apabila pada titik tertentu kami melihat penambahan jumlah kasus, tugas kami adalah mempertimbangkan kembali langkah dan kebijakan yang sudah diambil,” kata Razzaz.
Data yang diperoleh dari kantor berita Pemerintah Jordania, Rabu (16/4/2020), jumlah kasus positif warga yang terpapar Covid-19 sebanyak 401 kasus dan jumlah yang meninggal adalah tujuh orang. Dari jumlah kasus positif, jumlah warga yang sembuh mencapai 250 orang. Dari angka itu, pemerintah menilai kebijakan lockdown sebulan terakhir berhasil mencegah persebaran virus.
AFP/KHALIL MAZRAAWI
Tentara dari patroli militer Jordania di atas sebuah kendaraan militer di sebuah jalan di ibu kota Amman selama larangan keluar rumah secara nasional yang diberlakukan oleh pihak berwenang untuk mengendalikan penyebaran virus korona baru, 21 Maret 2020.
Menteri Negara Urusan Media Amjad Adaileh, dikutip dari laman Arab News, mengatakan, meski ada pelonggaran pergerakan warga, pemerintah masih melarang pergerakan kendaraan antarkota. Anggota militer dan kepolisian akan diaktifkan untuk berjaga-jaga di perbatasan setiap kota atau provinsi.
Kebijakan melonggarkan pergerakan warga dipertimbangkan untuk diambil karena pemerintah mengkhawatirkan krisis ekonomi akibat pandemi global ini. Krisis pandemi saat telah terbukti memukul sektor pariwisata Jordania, penghasil utama devisa negara tersebut. Selain itu, krisis juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan dan berdampak pada kemerosotan ekonomi Jordania yang bergantung pada utang luar negeri.
Kebijakan melonggarkan pergerakan warga dipertimbangkan untuk diambil karena pemerintah Jordania mengkhawatirkan krisis ekonomi akibat pandemi global ini.
Jordania telah mendapatkan suntikan dana 1,3 miliar dollar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, jumlah itu belum dirasa mencukupi untuk menopang keuangan Jordania. Mohammad Al Ississ, Menteri Keuangan Jordania, mengatakan, pemerintah tengah berupaya untuk mendapatkan dana tambahan dari pihak luar untuk meredam dampak krisis.
Di tengah pelaksanaan kebijakan lockdown, pemerintah masih mengizinkan beberapa kegiatan usaha, seperti industri makanan dan susu, farmasi, industri kalium dan fosfat, yang berorientasi ekspor, tetap berjalan.
Beberapa pengusaha telah melobi pemerintah agar diperbolehkan memulai kembali usaha mereka yang mandek selama beberapa pekan terakhir. Puluhan ribu pekerja terimbas oleh terhentinya kegiatan produksi akibat kebijakan pemerintah. Pengusaha juga diperbolehkan untuk melakukan pemotongan upah karyawannya, tetapi pemotongan hanya bisa maksimal 50 persen.
Raja Abdullah II, dalam rapat dengan pemerintah, memberikan persetujuan untuk pembukaan kembali beberapa jenis usaha agar perekonomian dapat berjalan kembali. Abdullah, dikutip dari kantor berita Petra, izin itu diberikan dengan catatan para pelaku bisnis memperhatikan regulasi dan protokol yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan agar para pekerja tetap terlindungi.
AP PHOTO/ ABDELJALIL BOUNHAR, FILE
Foto dokumentasi 22 Maret 2017 ini memperlihatkan Raja Abdullah II dari Jordania (tengah), didampingi Raja Maroko Mohammed VI (kanan) dalam parade pemeriksaan pasukan di Istana Kerajaan Maroko di Rabat, Maroko.
Pemerintah awal pekan ini memperpanjang penutupan kantor publik, sekolah, dan universitas hingga akhir bulan ini. Kerajaan Jordania juga telah menutup perbatasan daratnya dengan Irak, Suriah, Israel, dan Arab Saudi serta menghentikan semua penerbangan internasional.
Kasus di Arab Saudi
Di Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud telah menyetujui paket ekonomi tambahan senilai hampir 100 miliar riyal untuk membantu sektor swasta menghadapi krisis ekonomi sebagai dampak pandemi global.
Menteri Keuangan Pemerintah Arab Saudi Mohammed Al Jadaan mengatakan, paket itu terdiri dari 50 miliar riyal untuk membantu likuiditas beberapa sektor industri, termasuk di antaranya sektor transportasi. Sisanya, senilai lebih kurang 47 miliar riyal akan digunakan untuk menyuntik sektor kesehatan.
Pada Maret, Pemerintah Arab Saudi telah mengalokasikan bantuan ekonomi senilai 70 miliar riyal untuk menyuntik sektor swasta yang terimbas krisis. Sebanyak 9 miliar riyal di antaranya digunakan untuk membantu pekerja sektor swasta yang diberhentikan dari pekerjaannya dan untuk mencegah PHK. (REUTERS)