Pandemi Covid-19 mendera dunia dan memaksa negara-negara mengambil kebijakan tidak mengenakkan, yaitu pembatasan mobilitas warga dan menutup pos-pos perbatasan. Dalam kesulitan itu, diplomat bekerja menjaga relasi.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·5 menit baca
Di tengah deraan pandemi Covid-19, mesin-mesin diplomasi tetap bekerja. Bahkan, ”putarannya”, menurut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, menjadi lebih cepat daripada sebelumnya. Di tengah aneka pembatasan, kinerja ekstra itu dilakukan untuk memastikan relasi antarbangsa dan keberlanjutan kerja sama di banyak sektor, termasuk sosial dan ekonomi, tetap terjaga.
Menjawab pertanyaan tentang apakah relasi bilateral terganggu karena kebijakan pembatasan, Menlu Retno dalam wawancara tertulis dengan Kompas, Selasa (14/4/2020), mengatakan, kebijakan pembatasan pergerakan manusia merupakan sesuatu yang tidak terelakkan saat ini. Opsi yang tidak mudah itu memang harus diambil untuk mempersempit, bahkan menstop penyebaran Covid-19.
Menurut dia, tidak ada negara yang senang mengambil kebijakan itu karena secara kodrati manusia saling berinteraksi. Namun, kebijakan tersebut harus diambil demi menjaga kesehatan masyarakat. Retno menegaskan, kebijakan pembatasan tidak mengganggu hubungan antarnegara karena tiap-tiap negara paham, semua sedang menghadapi situasi yang tidak mudah. Lebih lanjut, berikut petikan wawancara itu:
Bagaimana relasi itu dikelola?
Sebelum pemberlakuan sebuah kebijakan, biasanya para menlu sudah saling berkomunikasi, terutama jika menyangkut negaranya. Saya belum pernah mengalami komunikasi yang sangat intensif yang dilakukan oleh para menlu, seperti yang saat ini terjadi. Kita menjadi lebih dekat satu sama lain dan terus berdiskusi satu sama lain mengenai penanganan Covid-19.
Di hampir setiap komunikasi, semua dari kita memiliki komitmen tinggi untuk menjaga free flow of goods, menjaga perdagangan tetap berjalan. Paling tidak tiga hal yang sangat penting jalurnya tetap dibuka, yaitu makanan dan hasil pertanian, alat kesehatan, serta obat-obatan.
Komunikasi telepon (antarmenlu) dalam kerangka International Coordination Group Covid-19, disepakati dibuat semacam protokol negara-negara yang terlibat untuk supply chain di masa pandemi ini untuk memastikan lalu lintas barang tidak terhambat.
Dalam pertemuan ASEAN Coordination Council tanggal 9 April 2020, saya sampaikan pentingnya ASEAN menyusun sebuah pengaturan untuk memastikan lalu lintas barang antara negara ASEAN dan mitra dialog, khususnya ASEAN Plus Three.
Pendekatan seperti apakah yang dilakukan agar relasi perdagangan tetap terjaga?
Situasi saat ini adalah situasi yang penuh tantangan, jauh dari situasi normal. Jika terjadi dinamika atau pergeseran, hal itu sudah pasti akan terjadi. Refocusing sudah pasti terjadi. Misalnya, pergerakan barang yang terkait dengan makanan, alat kesehatan, obat-obatan, dipastikan tidak mengalami penurunan.
Diplomasi bergerak membantu agar kerja sama internasional dapat terus berjalan untuk memastikan bahwa flow of goods tetap berjalan. Terdapat beberapa negara yang mulai melakukan pembatasan ekspor bahan baku obat, misalnya. Padahal, bahan baku tersebut sangat diperlukan sebagai obat untuk mengurangi severity Covid. Maka, di situlah diplomasi bergerak, bernegosiasi sehingga kita dapat memperolehnya.
Saya melakukan komunikasi dengan mitra saya untuk memastikan simpul-simpul hambatan dapat dibuka dan alhamdulillah hal itu dapat kita lakukan karena kita memiliki hubungan baik.
Saya secara langsung melakukan komunikasi dengan mitra saya untuk memastikan simpul-simpul hambatan dapat dibuka dan alhamdulillah hal itu dapat kita lakukan karena kita memiliki hubungan baik dan saya selalu ingatkan pentingnya melihat gambaran besar kerja sama jangka panjang kedua negara.
Terbukanya simpul hambatan itu memungkinkan kapasitas pabrik alat kesehatan di Indonesia meningkat. Peluang Indonesia untuk memasarkan stok makanan, seperti produk ikan, pun semakin terbuka, apalagi isu pasokan makanan menjadi salah satu isu penting saat ini.
Mesin diplomasi Indonesia terus bekerja untuk membantu pemenuhan keperluan Indonesia mendapatkan alkes dan obat-obatan untuk Covid-19 serta sedapat mungkin menjaga agar aktivitas ekonomi tetap bergerak.
Beberapa negara mulai mengendurkan kebijakan pembatasan, apakah ini menjadi peluang?
Perkiraan saya, relaksasi pembatasan pergerakan manusia akan dilihat secara sangat hati-hati oleh tiap-tiap negara. Mereka tentunya akan menghitung bahwa relaksasi pembatasan pergerakan manusia tidak akan berakibat pada munculnya second wave atau third wave Covid-19. Jika hal itu terjadi, waktu recovery (termasuk ekonomi) menjadi lebih panjang.
Kita akan sambut baik jika relaksasi terjadi pada pembatasan ekspor-impor. Hal ini sebenarnya sejalan dengan komitmen para pemimpin dunia. Pada saat KTT G-20 isu flow of goods dibahas. Saat KTT ASEAN dan KTT ASEAN+3, isu ini juga dibahas.
Apakah ada langkah khusus untuk memastikan pasokan alat kesehatan dan obat terpenuhi?
Diplomasi juga bekerja untuk mencari peluang dan mencari jalan yang saling menguntungkan. Misalnya, kita memiliki kemampuan untuk membuat APD, tetapi masih memerlukan bahan baku dari negara lain, maka kita buat pengaturan agar hasil dari produksi kita bagi sehingga hasilnya saling menguntungkan.
Terkait ASEAN, apa yang menjadi perhatian utama Indonesia, terutama untuk menjaga kohesi dan soliditas kawasan?
KTT Khusus ASEAN dan KTT Khusus ASEAN+3 dilaksanakan, antara lain, karena usulan Indonesia. Virus Covid-19 telah menciptakan tantangan yang sangat besar bagi kawasan, dan bagi dunia, maka tidak ada pilihan bagi negara di dunia selain memperkuat kerja sama.
Jadi, upaya untuk menghidupkan persahabatan, kerja sama, dan sinergi inilah yang membuat Indonesia mengusulkan KTT tersebut dan tentunya hal tersebut akan disampaikan kembali oleh Presiden di kedua KTT.
Kerja sama yang diusulkan Presiden mulai dari kerja sama penanganan Covid-19 itu sendiri, kerja sama untuk memastikan flow of goods tetap berjalan sampai ke kerja sama perlindungan warga negara. Tanpa kerja sama yang baik, maka akan sulit bagi kita untuk memberikan perlindungan kepada WNI di tengah situasi yang penuh tantangan ini.
Sementara untuk KTT Khusus ASEAN Plus Three (APT), Presiden RI mengingatkan bahwa APT lahir dari sebuah krisis. Dengan demikian, dua hal yang melekat dalam APT yaitu kerja sama dan resiliensi negara-negara APT. APT sudah memiliki infrastruktur untuk menghadapi krisis, misalnya Chiang Mai Initiative Multilaterization (CMIM); ASEAN+3 Emergency Rice Reserve (APTERR); dan Macroeconomic Research Office (AMRO).
Infrastruktur tersebut penting untuk disiagakan dalam situasi krisis saat ini. Presiden yakin negara-negara APT memiliki resiliensi tinggi jika dapat melanjutkan kerja sama dan akan terus dapat menjadi salah satu engine of growth di masa depan.
Sebagai penutup wawancara, Retno menegaskan kembali, saat ini komunikasi di antara negara atau pemerintahan menjadi lebih intensif, tidak hanya pada tataran kepala negara atau pemerintahan, tetap juga pada tingkat menlu, menteri kesehatan, menteri ekonomi, dan kementerian lain.
”Dengan komunikasi yang baik, insya Allah hubungan akan tetap terjaga. Kita tidak boleh lupa bahwa tantangan Covid-19 ini pasti akan berlalu. Jangan sampai upaya penanganan Covid-19 menjadikan kita lupa perspektif jangka panjang hubungan antarnegara,” kata Retno menutup wawancara.