1,25 Miliar Pekerja Terancam Kehilangan Pekerjaan, Krisis Terburuk sejak PD II
ILO mengatakan bahwa 1,25 miliar pekerja penuh saat ini dipekerjakan di sektor-sektor yang rentan terdampak Covid-19. Mereka terancam PHK dan pemotongan upah maupun jam kerja yang drastis.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, RABU — Sekitar 1,25 miliar pekerja di seluruh dunia terancam kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19 yang menyebar di lebih dari 200 negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa menilai pandemi Covid-19 dapat mengakibatkan krisis terburuk bagi kaum pekerja sejak Perang Dunia II.
Dalam sebuah penelitian baru yang dirilis pada Selasa (7/4/2020) malam WIB, Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperingatkan tekanan terhadap ketenakerjaan global muncul akibat pandemi Covid-19 itu sendiri serta langkah-langkah drastis yang diambil untuk mengendalikan penyakit ini.
Dengan jumlah penduduk di seluruh dunia pada awal 2020 diperkirakan 7,75 miliar orang, jumlah pekerja yang terdampak Covid-19 mencapai 16 persen dari total warga dunia.
Dikatakan, sepanjang triwulan II-2020 saja, Covid-19 akan menghapus 6,7 persen dari jam kerja global yang berakibat pada hilangnya pekerjaan bagi 195 juta pekerja penuh waktu.
Studi ILO dilakukan ketika jumlah kasus akibat virus korona tipe baru, yang pertama kali muncul di China akhir tahun lalu, melonjak menginfeksi lebih dari 1,35 juta di seluruh dunia. Covid-19 telah mengakibatkan lebih dari 75.500 kematian.
Asia Pasifik paling rugi
Laporan tersebut mendapati bahwa kawasan Asia Pasifik akan mengalami kerugian terbesar dalam hitungan jam bekerja. Sebanyak 125 juta pekerjaan penuh waktu diperkirakan harus terhapus atau dihapuskan selama tiga bulan ke depan.
”Pandemi ini memiliki konsekuensi yang sangat serius bagi dunia kerja,” kata Ketua ILO Guy Ryder kepada wartawan dalam sebuah briefing virtual. ”Lebih dari empat dari setiap lima pekerja tinggal di negara di mana sebagian atau seluruh wilayahnya ditutup,” katanya.
Ditegaskan bahwa 81 persen tenaga kerja global yang diperkirakan jumlahnya 3,3 miliar orang saat ini bakal terpengaruh.
Lebih jauh ILO memperkirakan kerugian besar di semua kelompok pendapatan yang berbeda, terutama di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas. ”Ini jauh melebihi efek dari krisis keuangan 2008-2009,” demikian pernyataan ILO.
Diperingatkan bahwa jumlah orang yang ditambahkan ke daftar pengangguran dunia tahun ini karena pandemi diperkirakan sudah bertambah atau lebih tinggi dari 25 juta yang baru diproyeksikan dua pekan lalu.
Itu terjadi di atas hampir 190 juta orang yang terdaftar sebagai pengangguran pada 2019, atau waktu sebelum pandemi Covid-19 diumumkan.
Selama dua pekan terakhir, pandemi Covid-19 telah meningkat dan diperluas dalam hal jangkauan globalnya, dengan dampak besar pada kesehatan masyarakat dan guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja.
”Selama dua pekan terakhir, pandemi Covid-19 telah meningkat dan diperluas dalam hal jangkauan globalnya, dengan dampak besar pada kesehatan masyarakat dan guncangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja,” kata studi tersebut. ”Ini adalah krisis global terburuk sejak Perang Dunia II.”
ILO mengatakan, 1,25 miliar pekerja penuh saat ini dipekerjakan di sektor-sektor yang diidentifikasi berisiko tinggi mengalami peningkatan PHK dan pemotongan upah dan jam kerja yang drastis dan menghancurkan.
Banyak dari orang-orang ini berada dalam pekerjaan bergaji rendah dan berketerampilan rendah, di mana hilangnya penghasilan secara tiba-tiba sangat menghancurkan.
ILO menegaskan, pada saat yang sama, sekitar 2 miliar orang di seluruh dunia bekerja di sektor informal, terutama di negara-negara miskin bakal sangat berisiko kondisinya.
Samakan persepsi
Di tengah tekanan ekonomi yang menguat di depan mata, para menteri keuangan Uni Eropa (UE) Rabu (8/4/2020) berupaya menyamakan persepsi dan menjembatani aneka perbedaan pandangan.
Tujuannya adalah kesamaan visi dalam menanggapi efek pandemi kali ini secara langsung dan juga membangun kembali ekonomi pascapandemi. Jerman menolak seruan Italia tentang pembagian beban yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan negara-negara yang dilanda bencana.
Ekonomi Eropa telah terpukul oleh pandemi ketika negara-negara memberlakukan penguncian ketat wilayah. Hal itu mengakibatkan tertutupnya kegiatan bisnis sekaligus mengurangi aktivitas kehidupan normal warga.
Selama berminggu-minggu, 27 negara anggota UE berselisih tentang cara untuk menanggapi kekacauan ekonomi mereka. Italia dan Spanyol memohon dana solidaritas yang akan dibayar oleh mitra Eropa mereka bersama-sama, salah satunya lewat penerbitan surat utang.
Surat utang itu disebut sebagai surat utang korona (coronabonds). Namun, proposal ini telah ditolak dengan tegas oleh Jerman, Belanda, dan negara-negara kaya lainnya.
Negara-negara penolak itu melihatnya sebagai upaya oleh negara-negara UE di bagian selatan yang berutang untuk mengambil keuntungan secara tidak adil dari disiplin fiskal yang diterapkan oleh negara-negara yang UE yang berada di wilayah utara.
Namun, Italia tak bergeming dengan sikapnya dalam tujuh jam pembicaraan yang dimulai pada Selasa. Italia menyerukan negara-negara terkaya di zona euro untuk bergerak di garis merah yang telah lama mereka pegang.
”Tidak ada yang disepakati pada tahap ini. Ini akan memakan waktu,” kata seorang sumber di Eropa, menambahkan bahwa pembicaraan akan berlangsung sepanjang malam. Berlin dan sekutunya bersikukuh bahwa penyelamatan Eropa harus menggunakan dana talangan zona euro senilai 410 miliar euro (443 miliar dollar AS), serta menunggu efek dari stimulus moneter yang telah dikeluarkan Bank Sentral Eropa. (AFP/REUTERS)