Korona Bisa Bunuh Jutaan Orang yang Tidak Mau Jaga Jarak
Sejumlah analisis menunjukkan, hingga 2 juta jiwa bisa tewas jika perintah jaga jarak tidak dipatuhi. Jika perintah itu dipatuhi, perkiraan kematian akibat SARS-CoV-2 di AS bisa ditekan di bawah 100.000 kasus.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
WASHINGTON DC, SENIN — Amerika Serikat mempertimbangkan dampak terburuk akibat pandemi virus korona baru yang mungkin bisa merenggut nyawa hingga 100.000 orang. Sejumlah analisis data menunjukkan ada peluang jumlah korban meninggal bisa melonjak dalam dua pekan ke depan.
Direktur Institut Nasional untuk Penyakit Menular dan Infeksi AS Anthony Fauci mengatakan, sangat masuk akal jika bisa mencapai jutaan orang terinfeksi korona baru. Amat mungkin pula jika penyakit Covid-19 akibat virus korona baru (SARS-CoV-2) itu bisa membunuh hingga 100.000 orang di AS.
”Kita mencoba menghentikannya,” kata Fauci, Minggu (29/3/2020) siang waktu Washington atau Senin dini hari WIB.
Bersama Kepala Gugus Tugas Penanggulangan Korona AS Deborah Birx, Fauci membahas sejumlah data dan skenario. Setelah itu, mereka meyakinkan Presiden AS Donald Trump untuk memperpanjang masa berlaku perintah jaga jarak fisik atau jaga jarak sosial.
Trump setuju dengan mereka. Dari seharusnya berakhir Senin, 30 Maret 2020, perintah Trump pun diperpanjang sampai 30 April 2020. ”Untuk menghambat penularan. Selasa nanti, kami akan mematangkan rencana ini dan memaparkan temuan, data pendukung, dan strategi untuk warga,” katanya.
Trump menyebutkan, sejumlah analisis menunjukkan, hingga 2 juta jiwa bisa tewas jika perintah jaga jarak tidak dipatuhi. Jika perintah itu dipatuhi, perkiraan korban tewas akibat SARS-CoV-2 di AS bisa ditekan di bawah 100.000 orang. ”Jumlah yang mengerikan,” ujarnya.
Menurut Trump, sejumlah analisis menunjukkan, peluang puncak kematian akibat Covid-19 akan terjadi dalam dua pekan mendatang. Hal itu menjadi alasan utama ia memundurkan perkiraan waktu pengaktifan ulang AS yang melambat, bahkan berhenti di beberapa tempat, gara-gara korona baru.
”Kami berharap pada 1 Juni, kita akan memulai pemulihan. Banyak hal besar akan terjadi,” ujarnya.
Denda bagi pelanggar
Kepala Gugus Tugas Deborah Birx mengatakan bahwa analisis menggunakan 12 permodelan. Berdasarkan selusin permodelan itu, akhirnya diputuskan perintah jaga jarak diperpanjang. Perintah itu diakui tidak mudah karena menambah waktu orang harus di rumah.
”Kami memutuskan ini berdasarkan ilmu pengetahuan dan potensi menyelamatkan ratusan ribu nyawa orang Amerika,” ujarnya.
Di sejumlah wilayah AS, perintah itu diikuti dengan denda hingga 500 dollar AS bagi pelanggar. ”Jika mengabaikan, kami akan mendenda Anda. Sudah diberi kesempatan memahami, jika masih melanggar, layak didenda,” kata Wali Kota New York Bill de Blasio.
AS juga terus menambah peralatan kesehatan dan tenaga untuk mengatasi pandemi. Pesawat yang mengangkut 2 juta masker dan pakaian pelindung, 10 juta sarung tangan, dan 70.000 termometer telah tiba di New York. AS menunggu kedatangan 51 pesawat pengangkut peralatan medis dari sejumlah negara.
Garda Nasional AS mengerahkan total 14.000 anggotanya untuk membantu penanganan wabah. ”Kami menggunakan semua yang tersedia untuk menghadapi krisis ini. Covid-19 adalah ancaman paling nyata bagi bangsa kita dan virus tidak kenal batas negara,” kata Panglima Garda Nasional AS Jenderal Joseph Lengyel
Negara lain
Perintah pembatasan gerak hingga isolasi juga terus diberlakukan di sejumlah negara. Dari Rusia, Wali Kota Moskwa Serygey Sobyanin menyatakan, seluruh warga ibu kota Rusia itu harus mengarantina diri di rumah masing-masing mulai Senin ini.
Perintah tersebut berlaku sampai ada pemberitahuan lanjutan. Warga hanya boleh keluar rumah jika membutuhkan layanan kesehatan, ke apotek, atau toko kelontong yang berjarak paling jauh 100 meter dari rumahnya.
Akan ada pemantauan untuk memastikan perintah itu tidak dilanggar. Pemerintah kota Moskwa akan mempermudah izin keluar rumah bagi yang sangat membutuhkan.
Dari Honduras dan Nigeria diberitakan, jam malam dan pembatasan gerak berlaku sampai pertengahan April 2020. Bahkan, Nigeria sama sekali melarang warga Lagos keluar rumah dalam dua pekan mendatang.
Adapun Italia mengumumkan denda hingga 3.000 euro bagi pelanggar perintah isolasi. Peningkatan denda diberlakukan karena pelanggaran terus terjadi di negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di Eropa tersebut.
”Inilah yang paling maksimal bisa dilakukan di negara demokrasi,” kata pakar virus dari Universitas Padova, Giorgio Palu.
Hingga pekan keenam pembatasan gerak, jumlah penularan dan kematian di Italia tetap tinggi. Kepala Unit Penyakit Infeksi Rumah Sakit Sacco, Milan, Massimo Galli mengatakan, hal itu merupakan dampak dari dua faktor. Pertama, pemeriksaan tidak menggambarkan secara utuh jumlah orang yang telah tertular. ”Jumlahnya bisa lebih besar,” ucapnya.
Kedua, kematian tinggi terkait jumlah penduduk usia lanjut yang banyak di negara itu. Rata-rata korban tewas berusia di atas 78 tahun. ”Mereka sangat rawan di tengah situasi seperti sekarang,” kata Galli. (AP/REUTERS)