AS Takkan Berani Menghukum Arab Saudi
Kematian wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi pengkritik pemerintahan Arab Saudi sangat disayangkan. Pihak Arab Saudi pun sudah menyatakan hal itu sebagai “kesalahan”. Akan tetapi apakah kasus ini akan berujung dengan pengenaan sanksi internasional terhadap Arab Saudi?
Bisa dipastikan, kasus ini tidak akan mengganggu relasi Arab Saudi dengan Amerika Serikat dan dunia. AS pun tidak akan berani menghukum Arab Saudi secara ekonomi.
Hal yang terjadi hanya sekadar boikot kehadiran para tokoh bisnis internasional dalam seminar bertema “Future Investment Initiative” di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (23/10/2018). Para tokoh yang sebelumnya menyatakan hadir, menyatakan batal pada saat seminar berlangsung, seperti Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, pimpinan utama JP Morgan Chase, Jamie Dimond, dan lainnya.
Hanya ada boikot selevel itu. Lebih dari itu relasi bisnis Arab Saudi dengan dunia tidak akan terganggu. Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pun menebar senyum saat membuka seminar yang dijuluki Forum Ekonomi Dunia di wilayah gurun, itu. Arab Saudi terlalu kuat untuk dihukum dengan kekayaan minyaknya.
Tidak heran jika majalah Fortune menuliskan artikel berjudul “Saudi Arabia Proves That Oil Is Power” pada edisi 24 Oktober 2018. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of World Energy, pada 2017 Arab Saudi menghasilkan minyak 12 juta barrel per hari atau setara dengan 12 persen dari total produksi minyak mental dunia dan juga setara dengan daya produksi minyak mentah AS-Rusia.
Jika Arab Saudi misalnya jengkel pada dunia jika sanksi dikenakan, negara ini bisa menaikkan harga minyak ke level 100 dollar AS per barrel hanya dengan mengurangi produksi sebesar 4 juta barrel per hari. Arab Saudi bahkan bisa menaikkan harga minyak mentah hingga ke level 400 dollar AS per barrel.
Embargo ekspor minyak di tahun 1973 mengingatkan dunia akan dampak negatif ekonomi akibat kenaikan harga minyak. Tidak ada negara di dunia sekuat Arab Saudi dalam hal kemampuan menggoyang harga minyak mentah dunia.
China dan Rusia siap
Menkeu AS Steve Mnuchin pun sudah menyatakan bahwa terlalu dini berpikir soal pengenaan sanksi pada Arab Saudi. Meski demikian, asumsikan saja AS tetap marah dan mengenakan sanksi, Arab Saudi tetap terlalu kaya untuk goyah secara ekonomi. Arab Saudi adalah negara yang didambakan berbagai negara di dunia sebagai sumber modal pembangunan.
Arab Saudi memiliki saham di sejumlah entitas korporasi raksasa dunia, seperti Tesla (TSLA), SoftBank Vision Fund, ArcelorMittal (MT), POSCO (PKX), AccorInvest, dan GM Cruise Holdings. Sebagian besar investasi Arab Saudi di luar negeri dikendalikan Pangeran Alwaleed Bin Talal. Pengeran ini juga memiliki saham di Twitter.
Presiden AS Donald Trump pun sudah menyatakan Arab Saudi akan siap menginvestasikan dananya ke China dan Rusia. Sanksi AS dan Eropa jika terjadi, tidak akan cukup kuat menggoyahkan Arab Saudi. “Jika Barat mengenakan sanksi, secara bercanda kita mengatakan bahwa Arab Saudi akan dengan senang hati menerimanya,” kata Ayham Kamel, Kepala Eurasia Group untuk Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Arab Saudi sudah sejak lama mendiversifikasikan hubungan bisnis dengan China dan Rusia. Di sisi lain, Barat akan kehilangan dana investasi Arab Saudi yang sangat dibutuhkan sekarang ini di tengah kebangkrutan Barat, seandainya Arab Saudi dihukum.
Pada Juni lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Mohammed bin Salman bertemu di Kremlin untuk menyepakati pendalaman hubungan ekonomi. Tambahan lagi, China dan Arab Saudi memiliki hubungan degang bilateral senilai 42 miliar dollar AS pada 2017, tertinggi dari hubungan dagang bilateral Arab Saudi dengan negara manapun di dunia ini.
Diversifikasi hubungan luar negeri Arab Saudi dengan negara-negara di luar Barat adalah impian lama, menurut Saman Vakil, seorang peneliti di Chatham House, sebuah lembaga think tank Inggris, dan profesor di School of Advanced International Studies, John Hopkins (AS).
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) menyambut Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud di Kremlin, Moskwa, Rusia, 5 Oktober 2017.Hanya gertak
Liu Naiya, pakar hubungan internasional dari Chinese Academy of Social Sciences, mengatakan “perang mulut” antara AS dan Arab Saudi tidak akan berakhir dengan sanksi ekonomi. “Trump mungkin hanya ingin mengucapkan sesuatu demi pamor politik menjelang pemilu tengah waktu November, tetapi tidak akan bertindak apapun karena Arab Saudi adalah sekutu utama AS di Timur Tengah,” tutur Liu.
Pentagon mencintai Arab Saudi. Di luar kepentingan bisnis, Arab Saudi adalah negara yang paling dicintai oleh AS. Pasang surut hubungan bilateral tidak akan memudarkan hubungan tersebut. Hal ini tergambar dari artikel berjudul “The Pentagon Loves Saudi Arabia, in Sickness and in Health” oleh Micah Zenko peneliti senior di Chatham House.
Hubungan militer AS-Arab Saudi terlalu dalam dan sudah berlangsung begitu lama. Selama empat dekade AS menikmati hubungan militer dengan Arab Saudi. Kekayaan minyak Arab Saudi adalah sumber keamanan ekonomi global dari kestabilan pasokan minyak dan gas.
Arab Saudi adalah pilar utama markas militer AS di Timur Tengah. Negara ini juga merupakan pembeli terbesar persenjataan militer dari AS dibanding negara mana pun di Timur Tengah. Arab Saudi adalah negara yang berguna bagi AS untuk menetralisir negara-negara yang tidak bersahabat dengan AS di kawasan tersebut.
Para petinggi militer AS saat menjadi mantan pejabat pun selalu dengan senang hati menjadi pemikir dan konsultan serta menjadi bagian dari jaringan penting Arab Saudi dengan dunia internasional.
Terbukti, kasus tewasnya Khashoggi tidak menyurutkan kepentingan perusahaan multinasional berbisnis dengan Arab Saudi. Korporasi global setia pada Arab Saudi. Perusahaan milik negara Arab Saudi dan Exxon Mobil Corp (AS) meneken kerja sama bisnis pada hari Selasa (23/10/2018). Korporasi global lainnya, seperti Halliburton, Baker Hughes, Schlumberger, Total, dan Sumitomo tetap berkomitmen pada bisnis terkait Arab Saudi.
Lepas dari itu Arab Saudi adalah negara dengan kemurahan hati tingkat tinggi soal bantuan kemanusian di dunia. Dr Abdullah Al-Rabeeah, pengawas umum King Salman Humanitarian Aid and Relief Center (KSRelief), menyatakan, Arab Saudi adalah simbol aksi kemanusiaan di dunia. Negara ini selalu sigap membantu korban-korban bencana di berbagai negara.
Sejak 2007, Arab Saudi telah menyumbang 35 miliar dollar AS bantuan ke berbagai negara, antara lain, Afghanistan, Yordania, Sudan, Somalia, Irak, Moroko, Niger, Yaman, Pakistan, Bangladesh, Burkina Faso, Tanzania dan Indonesia.
(AFP/AP/REUTERS)