Belajar dari Negara Lain dalam Mengendalikan Penyakit Mulut dan Kuku
Upaya pembatasan pergerakan hewan ternak untuk mengendalikan PMK dapat melihat contoh dari negara lain. Selama pembatasan, polisi dan petugas berwenang untuk menghentikan kendaraan yang dicurigai membawa hewan ternak.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak yang mewabah di Indonesia perlu dikendalikan melalui pembatasan pergerakan hewan ternak, pemusnahan, penelusuran, dan penetapan zona proteksi. Pembatasan pergerakan hewan ternak dapat mencontoh negara lain seperti Selandia Baru dan Australia.
Ketua II Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Tri Satya Putri Naipospos mengemukakan, penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit paling menular pada hewan yang pernah diketahui dunia. Tercatat lebih dari 100 negara telah terserang wabah ini dan 77 persen populasi ternak dunia masih tertular.
”PMK yang menyerang di negara berpendapatan rendah dan menengah akan menjadi ancaman utama terhadap suplai dan ketahanan pangan. Bahkan, wabah PMK di Inggris pada 2001 mengakibatkan kerugian sangat besar sekitar 3,1 miliar pound sterling,” ujarnya dalam diskusi daring tentang kesiapsiagaan dan respons darurat wabah PMK, di Jakarta, Minggu (15/5/2022) malam.
Studi yang dilakukan pada tahun 2017 menunjukkan, risiko masuknya virus PMK ke Asia Tenggara cukup tinggi. Realitas ini dipicu oleh deteksi virus PMK serotipe O dari Asia Selatan ke Laos, Vietnam, dan Myamar pada tahun 2015 serta Asia-1 ke Myanmar pada 2017.
PMK yang menyerang di negara berpendapatan rendah dan menengah akan menjadi ancaman utama terhadap suplai dan ketahanan pangan.
Sementara berdasarkan penilaian dari Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) pada 2017, risiko penyebaran PMK di Indonesia masuk dalam kategori sedang dengan tingkat perdagangan ekstensif. Saat itu, Indonesia masih dikategorikan bebas PMK. Adapun mutu sistem kesehatan hewan nasional(siskeswannas) Indonesia menghadapi penyakit ini tergolong buruk.
Menurut Tri, prinsip pengendalian wabah PMK ialah mencegah penularan virus dari ternak yang terinfeksi ke ternak yang rentan. Prinsip ini dilakukan dengan cara menghilangkan produksi virus, mengurangi potensi kontak langsung antara ternak, mengurangi lama waktu bertahan di lingkungan, dan mengurangi jumlah hewan yang rentan.
Dalam aturan internasional, lanjut Tri, tindakan pengendalian awal wabah PMK yang perlu dilakukan ialah menerapkan pembatasan pergerakan ternak (standstill). Beberapa negara yang terserang wabah PMK juga membatasi pergerakan ternak ini.
Sebagai contoh, Selandia Baru melarang semua pergerakan hewan ternak, yakni babi, sapi, domba, kambing, dan kerbau, jika wabah PMK terjadi. Semua pihak yang terlibat dalam rantai suplai ternak juga diminta memahami pergerakan hewan ternak ini, meliputi pemilik ternak, transporter, agen produksi, pekerja rumah potong hewan, dan pasar hewan.
Sementara di Australia, pemerintah memberlakukan national livestock standstill ketika secara nasional disetujui spesies ternak tertentu yang terkena dampak penyakit darurat ini. Pembatasan pergerakan ternak awalnya diterapkan selama 72 jam, tetapi bergantung pada penilaian risiko selanjutnya. Selama pembatasan, polisi dan petugas berwenang menghentikan kendaraan yang dicurigai membawa hewan ternak.
”Jika melihat situasi saat ini, tindakan pengendalian awal wabah PMK di Indonesia sedikit kacau. Pihak Pemerintah Indonesia memang sudah banyak menyampaikan pembatasan pergerakan ternak, tetapi banyak yang tidak mampu melakukannya karena kita tak mempunyai landasan undang-undang,” ungkap Tri.
Selain itu, tindakan lain yang dapat dilakukan ialah pemusnahan menyeluruh (stamping-out) pada peternakan tertular. Strategi ini diakui dan terbukti dapat menghilangkan dengan cepat penyakit eksotis atau penyakit ternak darurat lainnya. Elemen penting tindakan ini di antaranya penetapan zona terinfeksi, penerapan karantina, penyembelihan langsung, disposal yang aman, dan disinfeksi atau pembersihan.
Upaya penanganan
Sebelumnya, dalam keterangan pers, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpomemastikan penanganan penyakit mulut dan kuku terus dilakukan secara optimal. Upaya yang dilakukan di antaranya dengan mendistribusikan obat, penyuntikan vitamin, pemberian antibiotik dan penguatan imun, dan melakukan riset serta uji laboratorium guna menemukan vaksin dalam negeri.
”Kami membentuk satuan dan gugus tugas, kemudian agenda darurat, langkah temporer, dan agenda pemulihan.Kita telah menemukan stereotipe untuk membuat vaksin dalam waktu singkat. Minimal dalam 14 hari ini kita ada vaksin dari luar negeri yang selanjutnya akan kita produksi sendiri di Pusvetma, Surabaya,” katanya.
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan IPB University Sri Murtini menjelaskan, penularan PMK bisa terjadi melalui kontak langsung ataupun udara. Oleh karena itu, penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan guna memutus rantai penularan.
Murtini menambahkan, penanganan dan pengendalian wabah ini butuh dukungan semua pihak, termasuk pemilik peternakan hewan. Para peternak diminta senatiasa memperhatikan kebersihan kandang dan melakukan disinfeksi secara berkala untuk mencegah pertumbuhan virus dan bakteri di area kandang.