Populasi Ternak Terkonfirmasi PMK Meningkat, Pemotongan Hewan Diawasi Ketat
Penanganan wabah penyakit mulut dan kuku di Sidoarjo, Jawa Timur, diintensifkan menyusul bertambahnya populasi ternak yang terkonfirmasi meluasnya sebaran virus. Selain lalu lintas ternak, tempat pemotongan juga diawasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Penanganan wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK di Sidoarjo, Jawa Timur, diintensifkan menyusul bertambahnya jumlah populasi ternak yang terkonfirmasi dan sebaran virus yang semakin meluas. Selain lalu lintas ternak, tempat pemotongan hewan juga diawasi ketat karena potensial menjadi sumber penularan.
Berdasarkan data Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo, sampai dengan Rabu (11/5/2022), jumlah ternak yang berada dalam pengawasan sebanyak 1.098 ekor. Dari jumlah tersebut, yang terkonfirmasi PMK sebanyak 715 ekor.
Dari populasi ternak yang sakit, jumlah yang sembuh 170 ekor, mati 16 ekor, dan dipotong paksa 28 ekor. Adapun jenis ternak yang dilaporkan terserang PMK di Sidoarjo adalah sapi perah, sapi pedaging, dan kerbau.
Ratusan ternak yang terkonfirmasi PMK tersebut tersebar di 15 kecamatan dari total 18 kecamatan di Sidoarjo. Sebaran wabah penyakit ini semakin meluas dibandingkan pada 8 Mei 2022 yang baru menyentuh 13 kecamatan. Sebaran penyakit ini masih berpotensi meluas lagi karena sifat virusnya yang menyebar dengan sangat cepat dan memiliki banyak media pembawa.
Sidoarjo ditetapkan sebagai daerah wabah PMK oleh Kementan. Total terdapat empat kabupaten di Jatim yang ditetapkan sebagai daerah wabah PMK, yakni Sidoarjo, Gresik, Lamongan, dan Mojokerto. Di luar Jatim, Kementan menetapkan Kabupaten Aceh Tamiang sebagai daerah wabah PMK.
Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Tony Hartono merespons merebaknya wabah PMK yang menyerang ternak di wilayahnya. Pihaknya telah menurunkan tim medis untuk memeriksa kondisi seluruh hewan. Selain itu, pihaknya juga mengobati ternak yang sakit dengan memberikan obat antibiotik dan vitamin.
”Tim medis terus mengedukasi peternak agar meningkatkan kebersihan kandang dan rutin menyemprotkan cairan disinfektan untuk membunuh virus di lingkungan sekitarnya,” ujar Tony, Kamis (12/5/2022).
Tidak hanya itu, Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo telah menjalin kerja sama dengan Polresta Sidoarjo dan Kodim 0816 Sidoarjo. Kerja sama lintas instansi ini difokuskan pada pengawasan kebijakan isolasi atau karantina kandang bagi ternak yang terkonfirmasi positif PMK. Hal itu untuk mencegah penularan.
Selain itu, polisi dan TNI dilibatkan dalam pengawasan lalu lintas ternak yang masuk dan ke luar dari Sidoarjo. Sebagai daerah penyangga Kota Surabaya, ternak yang dipotong dan dipasarkan di Sidoarjo berasal dari sejumlah daerah di sekitarnya, seperti Mojokerto, Pasuruan, dan Gresik.
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Kusumo Wahyu Bintoro mengatakan, pihaknya juga mengawasi aktivitas pemotongan hewan ternak terutama yang dilakukan secara ilegal. Pengawasan ini sangat penting karena pemotongan ternak di luar rumah potong hewan (RPH) yang resmi berpotensi menjadi sumber penularan PMK.
”Aparat kepolisian bersama TNI dan dinas terkait akan berupaya maksimal dalam penanganan wabah PMK. Pengawasan terhadap tempat pemotongan hewan diperketat dan yang ilegal langsung ditutup,” kata Kusumo.
Semenjak penyakit mulut dan kuku yang menyerang ternak berkuku belah menjadi wabah di Sidoarjo, seluruh aktivitas perdagangan ternak dihentikan. Semua pasar hewan baik berskala besar maupun kecil ditutup total. Pasar hewan ini menjadi salah satu sumber penularan PMK di Jatim.
Tony menambahkan, pihaknya telah mengeluarkan imbauan kepada peternak yang ternaknya terserang PMK agar segera melapor ke posko. Selain itu, apabila ada ternak yang terpaksa harus dipotong karena sakit, pemotongan diminta dilakukan di RPH agar limbahnya terkelola dengan baik dan tidak menjadi media penularan virus.
Jika harus membawa ke RPH, peternak keberatan. Sebab, sapi yang sakit harganya jatuh.
Menanggapi imbauan tersebut, peternak sapi mengaku keberatan dan sulit mengimplementasikannya. Mustofa (51), peternak sapi di Desa Gagang Kepuhsari, Kecamatan Balongbendo, mengatakan, sapi yang sakit kondisinya ambruk sehingga sulit dibawa ke RPH. Biaya akomodasinya juga mahal.
”Jika harus membawa ke RPH, peternak keberatan. Sebab, sapi yang sakit harganya jatuh. Sebagai contoh, sapi seharga Rp 35 juta per ekor hanya dihargai Rp 6 juta bahkan Rp 3 juta,” ujar Mustofa.
Sementara itu, menyikapi merebaknya PMK yang menyerang hewan ternak berkuku belah, Pemerintah Kabupaten Pasuruan telah menyusun sejumlah upaya antisipasi meski belum ada kasus konfirmasi. Salah satunya menerbitkan surat edaran yang ditujukan kepada peternak, pengusaha sapi, koperasi susu, pedagang daging, dan pihak yang terkait lainnya.
Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf mengatakan, surat edaran itu berisi panduan bagi pihak-pihak terkait dalam menangani penyakit mulut dan kuku pada ternak. Pihaknya juga sudah meminta kepala desa dan camat mengawasi lalu lintas ternak di daerah masing-masing. Pengawasan di kandang ternak dilakukan oleh tim dokter hewan.
”Populasi sapi di Pasuruan luar biasa jumlahnya. Oleh karena itu, antisipasi penyakit mulut dan kuku harus dilakukan dengan baik,” ujar Irsyad.