Badan Riset dan Inovasi Nasional menginisiasi pembentukan konsorsium riset halal di Indonesia. Konsorsium ini akan difokuskan untuk mengembangkan metode identifikasi produk halal dan menghasilkan inovasi produk halal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan riset halal di Indonesia diharapkan bisa semakin kuat dengan pembentukan konsorsium riset halal. Setidaknya ada dua target riset yang akan difokuskan, yakni terkait identifikasi kehalalan produk serta substitusi bahan halal.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Satriyo Krido Wahono, di Jakarta, Jumat (1/4/2022), menyampaikan, konsorsium riset halal di Indonesia telah diinisiasi oleh BRIN. Kerja sama pun sudah dilakukan bersama dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah serta pusat riset halal yang ada di perguruan tinggi.
”Jadi, pembentukan konsorsium ini akan terus bergerak dan diharapkan pada 2024 paling tidak sudah ada beberapa inovasi yang bisa dihasilkan. Salah satunya dengan mengoptimalisasi metode deteksi produk halal agar proses deteksinya bisa lebih cepat dan mudah,” ujarnya.
Satriyo menuturkan, alat identifikasi kehalalan produk yang kini tersedia masih membutuhkan waktu yang lama. Biasanya proses yang dibutuhkan lebih dari 20 jam. Karena itu, berbagai pengembangan perlu dilakukan untuk menghasilkan inovasi alat identifikasi kehalalan produk dengan hasil yang cepat dan akurat.
Saat ini sudah ada beberapa metode deteksi yang telah dikembangkan, antara lain PCR dan RT-PCR, spectrophotometry, biosensor, gas chromatography mass spectrometry (GCMS), dan liquid chromatography high resolution mass spectrometry (LC-HRMS).
Meski begitu, kata Satriyo, pengembangan metode deteksi tersebut masih sporadis di berbagai lembaga penelitian. Hal tersebut membuat pengembangan dan penelitian yang dilakukan menjadi kurang optimal. Pendanaan pun menjadi tidak terfokus.
Diharapkan pada 2024 paling tidak sudah ada beberapa inovasi yang bisa dihasilkan. Salah satunya dengan mengoptimalisasi metode deteksi produk halal agar proses deteksinya bisa lebih cepat dan mudah.
”Dengan ada konsorsium, diharapkan bisa menyatukan riset yang selama ini masih tersebar. Kami juga harap lewat konsorsium ini pendanaan bisa lebih fokus karena selama ini pengembangan produk halal masih disatukan dengan pengembangan riset lainnya,” ujarnya.
Peneliti Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia BRIN Andi Febrisiantosa menyampaikan, pengembangan terkait riset halal juga akan difokuskan pada pengembangan produk halal, khususnya untuk mengembangkan produk substitusi dari kolagen dan gelatin yang selama ini masih menggunakan produk non halal.
Produk substitusi kolagen dan gelatin halal sebenarnya sudah banyak tersedia di pasaran, tetapi bahan dasarnya masih diimpor dari luar negeri. Oleh sebab itu, percepatan riset untuk produk tersebut diperlukan.
Andi mengatakan, pengembangan yang sudah dilakukan, yakni ekstraksi kolagen halal yang dibuat dari kulit kambing. Sementara produk yang sedang dikembangkan, antara lain, pembuatan tepung tulang ikan sebagai sumber gelatin halal serta kapsul berbahan baku pati dan ragi.
Selain itu, riset produk halal lain yang direncanakan akan dikembangkan, antara lain, pembuatan gelatin halal dari ikan dan tulang ikan, pengembangan produk berbasis kolagen dan gelatin halal dari kulit kambing, serta substitusi enzim dalam proses produksi keju.
Pengembangan produk halal yang juga dikembangkan adalah produk yang berasal dari sumber daya laut Indonesia. Terdapat beberapa produk halal yang sudah dikembangkan, yaitu pia ulva yang dibuat dari rumput laut, nugget keong usal, serta produk kaleng olahan laut seperti tongseng keong laut, gulai tuna, dan bandeng saus tiram.
Pelaksana Tugas Direktur Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset dan Kawasan Sains dan Teknologi BRIN Tjahjo Pranoto menuturkan, pengembangan riset halal yang dikembangkan oleh BRIN sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperkuat ekosistem industri halal di Indonesia. Selain mendukung kemandirian bangsa, dengan penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam, pengembangan industri halal berpotensi memiliki pasar yang besar.
”Terkait dengan pendanaan kami juga telah membentuk direktorat pendanaan riset dan inovasi. Jadi, tentu akan ada alokasi anggaran yang kita juga bisa libatkan pihak dari luar untuk pengembangan riset di Indonesia, termasuk dalam konsorsium riset halal ini,” tuturnya.