Setelah peletakan batu pertama setahun lalu, PLTS berkapasitas 500 kWp di area ITN Malang diresmikan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di dalam area Kampus 2 Institut Teknologi Nasional Malang, Jawa Timur, Rabu (23/3/2022), diresmikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. PLTS tersebut mampu menghasilkan daya 500 kilowatt peak atau kWp.
Dengan jumlah panel surya mencapai 1.114 keping, PLTS ini disebut-sebut sebagai yang pertama dan terbesar di Jawa untuk skala kampus sekaligus PLTS terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh perguruan tinggi swasta.
PLTS di atas lahan seluas 0,5 hektar itu terbangun atas kerja sama kampus dengan PT Wijaya Karya (Persero) dan PT Surya Utama Nuansa Energy dengan total nilai investasi Rp 7 miliar.
Tadi saya lihat beberapa temuan industri tepat guna di ITN yang pada akhirnya bisa digunakan oleh masyarakat secara umum. (Moeldoko)
Setelah peresmian dan melihat hasil karya mahasiswa, Moeldoko mengatakan, industri tepat guna masih menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat, khususnya masyarakat di tingkat bawah. Oleh karena itu, keberadaan industri ini perlu terus dikembangkan oleh perguruan tinggi.
”Tadi saya lihat beberapa temuan industri tepat guna (di ITN) yang pada akhirnya bisa digunakan oleh masyarakat secara umum. Ini penting karena masyarakat akar rumput masih butuh teknologi tepat guna,” ujarnya.
Selain meresmikan PLTS, pada kesempatan Dies Natalis Ke-53 ini, Moeldoko juga meresmikan tiga tempat ibadah di dalam kampus dan peletakan batu pertama pembangunan gedung rektorat.
Pada kesempatan ini, Moeldoko juga mengapresiasi budaya inovasi yang berkembang di ITN. Inovasi yang ada perlu terus dikembangkan karena perkembangan situasi global yang kompetitif membutuhkan inovasi.
Inkubator bisnis
Terkait PLTS, Rektor ITN Abraham Lomi mengatakan, pembangkit tersebut sudah digunakan untuk penerangan dan kebutuhan internal kampus. Energi itu akan digunakan untuk inkubator bisnis, dengan rekayasa engineering terkait teknologi tepat guna, sehingga bisa digunakan untuk kebutuhan masyarakat.
”PLTS di kampus ini akan terus kami kembangkan sesuai kebijakan energi nasional bahwa 2025 penggunakan energi renewable (terbarukan) harus 23 persen. Ini merupakan suatu tantangan yang dihadapi pemerintah, termasuk perusahaan listrik negara (PLN),” ujarnya.
Dengan inovasi teknologi yang dikembangkan di kampus, menurut Lomi, pihaknya siap membantu daerah-daerah yang belum mendapat akses listrik. Hal itu dilakukan melalui kerja sama yang saling membantu untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Menurut Lomi, akses listrik di wilayah timur Indonesia masih minim. Hasil elektrifikasi nasional menyatakan, Nusa Tenggara Timur paling rendah rasio elektrifikasinya se-Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan pembangunan energi di kawasan tersebut, baik yang bersifat komunal menggunakan solar sistem maupun upaya yang dilakukan oleh PLN.
”Sebagai perguruan tinggi dan pusat riset, kami tentu berharap kedeputian 1 di KSP akan bisa berkolaborasi untuk mengembangkan energi terbarukan, khususnya di wilayah-wilayah yang akses listriknya masih minim,” katanya.