Perluasan Wilayah Perkotaan Mengancam Lebih dari 800 Spesies
Perluasan wilayah perkotaan di dunia selama tiga dekade ke depan diproyeksikan mencapai 1,53 juta kilometer persegi akibat peningkatan jumlah penduduk. Namun, peluasan wilayah perkotaan ini akan mengancam 855 spesies.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Para peneliti dari Yale School of the Environment, Yale University, Amerika Serikat, menemukan bahwa perluasan wilayah perkotaan selama tiga dekade ke depan dapat mengancam kelangsungan hidup lebih dari 800 spesies. Membuat perencanaan kota yang fokus melindungi habitat dapat mengurangi dampak dari perluasan wilayah perkotaan ini.
Menurut hasil studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), 14 Maret 2022, perluasan wilayah perkotaandi dunia selama 30 tahun ke depan diproyeksikan mencapai 1,53 juta kilometer persegi. Perluasan ini dilakukan menyusul peningkatan jumlah penduduk yang mencapai 2,5 miliar orang.
Meski demikian, studi tersebut juga menemukan bahwa perluasan wilayah perkotaan ini diperkirakan terjadi di titik-titik keanekaragaman hayati atau kawasan yang kaya spesies, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia. Bahkan, peluasan wilayah perkotaan ini akan mengancam 855 spesies.
Studi ini juga menemukan bahwa dampak terbesar pada spesies bukan dari kota-kota terbesar di dunia, tetapi dari daerah perkotaan yang kaya akan spesies endemik.
Rohan Simkin, kandidat doktor di Yale School of the Environment (YSE) yang juga penulis utama studi ini dikutip dari situs resmi YSE, Senin (21/3/2022), mengemukakan, mayoritas orang telah menyadari krisis iklim. tetapi masih abai terhadap krisis keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies yang secara khusus terancam oleh pengembangan lahan perkotaan.
Studi ini mengidentifikasi sejumlah kota yang pertumbuhannya diprediksi memiliki dampak yang sangat besar terhadap habitat spesies. Banyak dari kota-kota ini berada di daerah khatulistiwa dan pertumbuhannya bertepatan dengan habitat keanekaragaman hayati.
Kota-kota yang menimbulkan ancaman terbesar bagi spesies karena ekspansi sebagian besar terletak di daerah tropis berkembang, seperti di Afrika Sub-Sahara, Amerika Selatan, Mesoamerika, dan Asia Tenggara.Sementara spesiesyang paling mendapat tekanan berada di wilayah Meksiko melalui Amerika Tengah, Karibia, Haiti, Nigeria, Kamerun, Sri Lanka, Indonesia, Malaysia, Thailand, Brasil, dan Ekuador.
Dalam menganalisis, para peneliti menggunakan data dari Yale’s Map of Life. Ini merupakan kumpulan data distribusi spesies yang digunakan untuk memantau, meneliti, dan membuat kebijakan yang melindungi spesies di seluruh dunia.
Peneliti juga menggunakan rangkaian proyeksi penggunaan lahan yang baru dikembangkan untuk menilai hilangnya habitat di masa depan. Proyeksi ini sekaligus menganalisis perluasan lahan perkotaan untuk lebih dari 30.000 spesies terestrial secara global. Hasil analisis menemukan bahwa perluasan lahan perkotaan merupakan pendorong signifikan hilangnya sepertiga habitat spesies tersebut.
Selain itu, studi ini juga menemukan bahwa dampak terbesar pada spesies bukan dari kota-kota terbesar di dunia, tetapi dari daerah perkotaan yang kaya akan spesies endemik. Daerah-daerah ini akan lebih cepat menjadi wilayah urban dan dapat menghancurkan habitat spesies endemik tersebut.
Profesor Geografi dan Ilmu Urbanisasi YSE, Karen Seto, menyatakan, pembangunan wilayah perkotaan seharusnya menjadi solusi permasalahan urban, bukan sebaliknya. Guna menyelamatkan spesies dan planet, diperlukan upaya pembangunan kota yang berbeda dari sebelumnya. Kota harus bisa menjadi pusat keanekaragaman hayati dan menyelamatkan lahan sebagai habitat semua spesies makhluk hidup.
Upaya global
Menurut para peneliti, studi ini menunjukkan perlunya upaya konservasi global untuk memasukkan kebijakan dalam melestarikan spesies di lahan perkotaan.Upaya global sangat diperlukan mengingat pada bulan April nanti akan dilakukan Konferensi Para Pihak Ke-15 (COP15) Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati. Agenda konvensi ini ialah memutuskan kerangka kerja konservasi keanekaragaman hayati setelah pandemi.
”Kita semua berada pada titik kritis ketika pemerintah dunia merundingkan kembali komitmen mereka terhadap Konvensi Keanekaragaman Hayati,” ujar Robert McDonald, peneliti utama di The Nature Conservancy yang juga terlibat dalam studi tersebut.
Robert menegaskan, studi ini sangat penting karena memungkinkan peneliti untuk pertama kalinya dapat mengukur secara spesifik spesies yang paling terancam sekaligus dilindungi dalam kawasan perkotaan. Ia pun kembali menekankan intervensi pemerintah daerah diperlukan untuk melindungi spesies dan keanekaragaman hayati tersebut.
”Sebagian besar daerah yang akan menjadi kawasan perkotaan tersebut belum dibangun. Pembangunan kota-kota di masa depan yang berbasis pada sains akan memiliki efek yang luar biasa dalam penyelamatan spesies,” ucapnya.