Alat Pendeteksi Kemanisan Buah Portabel
Untuk tahu tingkat kemanisan buah, kita tak perlu lagi repot-repot mencicipi atau membawa sampelnya ke laboratorium. Peneliti IPB University ini menawarkan cara mudah dengan menggunakan alat portabel.
Peneliti dari IPB University mengembangkan alat pendeteksi kemanisan buah portabel berbasis spektroskopi fluoresensi. Alat ini dapat mengukur tingkat kemanisan buah khususnya jeruk dengan sifat nondestruktif sehingga diharapkan dapat membantu petani, penjual, maupun masyarakat umum untuk memilih kualitas buah yang baik.
Selama ini, masyarakat kerap menjadikan bentuk, warna, dan kekerasan sebagai penentu tingkat kemanisan sejumlah jenis buah, termasuk jeruk. Namun, hal itu belum menjamin tingkat kemanisan buah tersebut secara pasti.
Bila untuk tujuan penelitian, cara paling umum dalam mengukur tingkat kemanisan jeruk yaitu dengan mengambil sampel cairan daging buah dengan alat refraktometer untuk diukur. Sementara bagi masyarakat umum, mengukur kemanisan buah dilakukan dengan cara mencicipinya secara langsung. Namun, kedua cara tersebut memiliki kesamaan, yakni bersifat destruktif atau merusak fisik buah.
Yang bisa dideteksi adalah buah dengan bentuk fisik lembut dan tidak terlalu tebal.
Selain itu, mengukur tingkat kemanisan secara destruktif juga akan dihindari untuk buah yang akan dijual secara utuh. Sebab, beberapa tempat penjualan, seperti kios, toko, hingga supermarket, akan memastikan buah memiliki bentuk dan warna yang sempurna serta bebas dari kerusakan atau cacat fisik.
Kondisi ini yang melatarbelakangi peneliti dari IPB University mengembangkan alat pendeteksi kemanisan buah portabel berbasis spektroskopi fluoresensi. Alat yang diberi nama Smurf 2.0 ini bekerja dengan mengeluarkan sinar ultraviolet (UV) yang akan diserap oleh zat fluorosensi dalam jeruk. Jeruk merupakan buah yang mengandung flavon polmetoksilasi, yaitu salah satu zat fluoresensi yang bersinar di bawah sinar UV.
Ketua Tim Inovasi Smurf 2.0 IPB University Slamet Widodo menyampaikan, sejak beberapa tahun lalu para peneliti di Indonesia sudah banyak mengembangkan cara mendeteksi kemanisan buah yang terukur, tetapi masih dalam lingkup laboratorium. Pengujian di laboratorium, selain destruktif, juga tidak praktis dan efisien.
”Dari sinilah kami mengembangkan pendeteksi kemanisan buah portabel yang bisa dibawa dengan mudah ke lapangan atau swalayan. Alat ini baru intens dikembangkan tiga tahun lalu. Jadi, alat portabel ini tergolong masih baru di pasaran,” ujarnya, pekan lalu.
Slamet menjelaskan, secara sederhana fenomena kerja alat ini hampir menyerupai deteksi uang kertas palsu dengan sinar UV. baik keaslian maupun kepalsuan suatu uang kertas akan tampak saat disinari sinar UV. Hal ini terjadi karena uang kertas tersebut dapat menyerap sinar UV pada suatu gelombang tertentu.
Smurf 2.0 yang berbasis spektroskopi fluoresensi juga bekerja dengan menyerap energi dari gelombang tertentu dan elektronnya akan tereksitasi atau berpindah akibat terkena sinar UV. Fluoresensi (pendaran) yang terdapat pada buah bahkan sudah menjadi ciri khas untuk mengukur beragam kandungan zat seperti klorofil.
Baca juga : Pengukur Kualitas Jeruk Portabel
Mengingat Smurf 2.0 bekerja dengan prinsip fluoresensi, sinar UV menjadi salah satu komponen utama alat ini. Sinar UV dalam Smurf 2.0 dihasilkan dari lampu pemancar dioda (light emitting diode/LED). Alat ini juga dilengkapi sensor warna spektrometer untuk menangkap fenomena fluoresensi pada buah.
Selain itu, Smurf 2.0 juga dilengkapi mikrokontroler untuk mengatur beragam perintah termasuk menunjukkan kemanisan buah. Guna membaca hasil deteksi kemanisan buah, pada alat ini terpasang layar tampilan (LCD) di bagian tengah. Adapun sebagai sumber daya, Smurf 2.0 membutuhkan baterai ion lithium yang bisa diisi ulang.
Cara penggunaan
Penggunaan Smurf 2.0 yang merupakan alat portabel dibuat dengan sepraktis mungkin. Pengguna hanya tinggal menyalakan alat ini dan memencet tombol perintah pemindaian (scanning). Setelah itu, pengguna dapat langsung mengarahkan alat ini pada buah tanpa merusak bentuk buah tersebut.
Selang beberapa detik, Smurf 2.0 akan membaca tingkat kemanisan buah dalam satuan brix dan menampilkannya secara langsung di layar LCD. Semakin besar nilai brix yang terlihat di LCD, tingkat kemanisan buah semakin tinggi. Sebaliknya, tingkat kemanisan buah rendah bila nilai brix kecil.
”Begitu tombol perintah di tekan, alat ini akan langsung mengaktifkan LED untuk memancarkan sinar UV dan di saat yang bersamaan akan merekam emisi fluoresensi dari permukaan buah. Dari data ini nanti akan dimasukkan ke model yang kami tanamkan di dalam mikrokontroler sehingga bisa diduga tingkat kemanisannya,” kata Slamet.
Menurut dia, untuk sementara alat deteksi kemanisan buah yang dikembangkan ini dibuat dengan sifat permodelan basis data. Sebelum permodelan basis data ditanam dalam alat ini, para peneliti menyiapkan dan mengambil data mentah dengan cara mengukur sampel buah, yaitu jeruk.
Baca juga : Perkuat Jeruk Indonesia agar Bisa Bersaing dengan Impor
Bila alat ini digunakan untuk mendeteksi buah selain jeruk, diperlukan juga data mentah dan sampel buah lain terlebih dahulu. Setelah itu, permodelan basis data dari sampel buah itu baru ditanam kembali ke dalam alat ini.
Sistem ”cloud”
Selain itu, ke depan Smurf juga akan kembali dikembangkan agar data deteksi kemanisan buah dapat disimpan dalam sistem komputasi awan (cloud). Dengan sistem ini, data bisa dipindah langsung ke ponsel melalui aplikasi yang terhubung dengan alat.
“Selama ini sudah ada beberapa permodelan yang sudah dibuat, yaitu untuk jeruk dan jambu biji. Namun, permodelan tersebut selain jeruk belum diintegrasikan ke dalam alat ini. Bila dibuat versi cloud nantinya akan lebih memudahkan karena pengguna hanya tinggal melakukan update (pembaruan) model di aplikasinya saja tanpa perlu mengganti alat,” kata Slamet.
Ia menekankan, inti kerja alat ini adalah menangkap emisi dari permukaan buah sehingga yang bisa dideteksi adalah buah dengan bentuk fisik lembut dan tidak terlalu tebal. Permukaan buah tersebut juga harus dipastikan mengandung fluoresensi. Buah dengan permukaan fisik yang keras, seperti durian, tidak akan bisa dideteksi dengan alat ini.
Terkait dengan hilirisasi produk, kata Slamet, hal ini belum dilakukan karena masih perlu menyiapkan jurnal. Namun, Slamet memperkirakan harga kasar alat ini berkisar Rp 10 juta. Harga ini dipandang masih bisa ditekan bila nantinya dapat diproduksi secara massal dan dipasarkan lebih luas. Sebagai perbandingan, alat deteksi kemanisan buah, tetapi dengan sistem destruktif, seperti refraktometer, dijual Rp 8 juta-Rp 10 juta.
”Alat ini sebenarnya berpotensi untuk perusahaan yang menjual buah sehingga memerlukan grading (penilaian). Selama ini, proses grading (penentuan kualitas) hanya berdasarkan ukuran dan warna. Bila diintegrasikan dengan rasa atau kemanisan tentu akan meningkatkan nilai jual,” ucapnya.
Baca juga : Guru Besar IPB Ciptakan Alat untuk Pilih Buah Manis Gunakan "Smartphone"
Inovasi serupa untuk mengukur tingkat kemanisan apel dan mangga sebelumnya juga dikembangkan Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University Aris Purwanto pada 2018 lalu. Namun, inovasi ini hanya memanfaatkan ponsel pintar dan aplikasi serta pemanfaatan internet berbasis cloud untuk memindai kedua buah tersebut.
Menurut Aris, teknologi pendeteksi kemanisan buah sangat berpotensi untuk dikembangkan saat ini. Sebab, perkembangan teknologi semakin pesat dan adanya tuntutan pasar modern yang memerlukan teknik pengukuran kualitas buah secara cepat dan akurat.
Alat ukur mutu jeruk nondestruktif portabel juga dikembangkan sembilan dosen dari Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Namun, alat ini menggunakan sinar inframerah (Kompas, 12 April 2021).