Jumlah perempuan dalam sains di Indonesia khususnya di BRIN masih di bawah laki-laki. Perlu dukungan, penghargaan, dan motivasi dari semua pihak untuk meningkatkan persentase ilmuwan perempuan ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Para peneliti melakukan penelitian di salah satu laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kamis (3/11). Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengembangkan pengetahuan mendasar di bidang biologi molekul serta menerapkannya untuk pemahaman, pengenalan, pencegahan dan pengobatan penyakit pada manusia.
JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan perempuan dalam sains dan penelitian di Indonesia semakin besar. Di antara dari mereka bahkan telah mendapatkan penghargaan dan diakui oleh dunia. Partisipasi perempuan dalam sains pun terus didorong dengan mengonsolidasikan semua periset di Tanah Air.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring dengan topik ”Perempuan dalam Sains” yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa (8/3/2022). Diskusi ini sekaligus dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional setiap 8 Maret.
Berdasarkan rilis dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), partisipasi perempuan dalam bidang ilmu pengetahuan masih minim. Tercatat jumlah peneliti perempuan di seluruh dunia kurang dari 30 persen.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama BRIN Nur Tri Aries Suestiningtyas menyampaikan, jumlah perempuan dalam sains di Indonesia khususnya di BRIN masih di bawah laki-laki. Saat ini, BRIN memiliki periset sebanyak 12.672 orang. Dari jumlah tersebut, persentase periset pria 65 persen dan perempuan 35 persen.
”Transisi organisasi yang menjadikan periset terkonsolidasi diharapkan membangun semangat sinergisme, optimisme, dan produktivitas periset di Tanah Air. Hal ini dibangun dengan pola tata kelola manajemen iptek untuk menciptakan ekosistem riset dan inovasi yang semakin kondusif. Saat ini perbedaan jender bukan suatu hambatan,” ujarnya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Peneliti melakukan riset di laboratorium Pusat Genom Nasional di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, setelah peresmian fasilitas tersebut, Kamis (26/4/2018).
Diskusi tersebut juga menghadirkan para peneliti dan periset dari BRIN yang sudah mendapatkan sejumlah penghargaan. Mereka meliputi, antara lain, peneliti bidang teknologi proses elektrokimia Eniya Listiani Dewi, peneliti bidang teknologi lingkungan Neni Sintawardani, dan peneliti bidang kimia Yenny Meliana.
Eniya tercatat telah menerima penghargaan General Electric Inspiring Woman STEM Award 2019, BJ Habibie Teknologi Award Bidang Teknologi Energi 2018, 72 Ikon Prestasi Indonesia Bidang Sains dan Teknologi 2017, Soegeng Sarjadi Award Ilmuwan Berprestasi Bidang Ilmu dan Rekayasa 2014, dan The Habibie Award Bidang Ilmu Teknik dan Rekayasa 2010.
Sementara penghargaan yang diterima Neni, antara lain, The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award 2020, PYC Energy Award 2019, dan Inventor Award LIPI 2015. Adapun Yenny juga telah menerima Hitachi Award 2021, finalis WAITRO Innovation Award 2021, Penghargaan Wirakarya 2018, dan Perempuan Bintang Awards 2018.
Eniya mengatakan, data menunjukkan 21 persen perempuan di Indonesia dapat mencapai pendidikan setingkat sarjana dan menghasilkan periset 18-36 persen. Namun, setelah memasuki dunia kerja, persentase perempuan di lembaga riset berkurang menjadi 19 persen. Hal ini terjadi karena keterbatasan perempuan yang terkait dengan tanggung jawab pada keluarga, tradisi dan budaya, serta pola pikir.
Dukungan dan hambatan
Kondisi perempuan Indonesia dalam dunia riset ini juga telah disampaikan Eniya saat menghadiri peringatan Hari Wanita dan Anak Perempuan Internasional Dalam Sains di Markas Besar PBB, New York, Februari 2020. Saat itu, ia berkesimpulan bahwa semua pihak harus memiliki prinsip mendukung dan menginvestasi penerimaan perempuan dalam dunia rekayasa keteknikan industri agar menginspirasi perempuan muda lain.
FLEISHMAN-HILLARD
Penganugerahan L'Oreal-UNESCO for Women in Science National Fellowship ke-16, 2019, kepada empat ilmuwan perempuan Indonesia, di Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2019).
”Perubahan perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan partisipasi perempuan Indonesia di bidang sains mungkin melalui program mentoring atau role model. Penting juga melakukan optimalisasi perkembangan ekonomi digital dalam mendorong perempuan untuk bergerak di bidang wirausaha,” tuturnya.
Perubahan perlu dilakukan untuk mendorong peningkatan partisipasi perempuan Indonesia di bidang sains mungkin melalui program mentoring atau role model.
Sementara Neni memandang bahwa dari pengalamannya di dunia penelitian selama ini, ia tidak merasakan adanya persaingan dengan laki-laki. Akan tetapi, sedikit hambatan yang berasal dari faktor internal seperti keluarga justru terjadi saat perempuan memasuki studi S-3.
”Hambatan ini memang memerlukan cara tersendiri dan banyak perempuan yang bisa mengatasi hal ini, terutama mengharapkan pengertian dari pasangannya. Sementara di bidang teknik, biasanya ada keterbatasan pada kerja lapangan sehingga perempuan lebih banyak memilih bekerja di laboratorium,” ucapnya.