Dua tahun pandemi Covid-19 melahirkan ketidakpastian dan rasa duka akibat kehilangan orang-orang terdekat yang terpapar virus itu. Pandemi juga memunculkan asa dalam bidang riset dan inovasi kedokteran, termasuk vaksin.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·3 menit baca
Dua tahun pandemi Covid-19 menguji ketahanan dan mengubah kehidupan kita. Harapan tetap menyala seiring kemajuan terapi dan vaksin sebagai salah satu senjata pamungkas.
Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020, laju penularan penyakit itu tak terbendung. Hingga Selasa (1/3/2022), sebanyak 5,58 juta penduduk telah terinfeksi dan 148.660 orang meninggal.
Ketika dunia melaju menuju pandemi pada awal 2020, ahli biologi evolusi Jesse Bloom, sebagaimana dikutip Nature, 7 Desember 2021, meramalkan, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak akan dapat diberantas, sebaliknya akan menjadi endemik dan secara permanen membangun dirinya pada manusia.
virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak akan dapat diberantas, sebaliknya akan menjadi endemik dan secara permanen membangun dirinya pada manusia.
Bloom, peneliti di Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson di Seattle, Washington, Amerika Serikat, melihat virus SARS-CoV-2 berpotensi membentuk peta jalan berkembang menuju masa depan pandemi. Setelah dua tahun virus itu berevolusi, varian Omicron dan Delta menumpulkan potensi peningkatan antibodi pada varian sebelumnya.
Varian baru
Setelah menghadapi gelombang varian Delta pada pertengahan tahun 2021 yang merenggut ribuan nyawa, kini varian Omicron menyebar di Tanah Air. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian Omicron yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan memiliki risiko penularan 2,9 kali lebih tinggi dibanding varian Delta dengan peningkatan risiko terinfeksi kembali 5,4 kali dibanding Delta.
Menurut WHO Technical Lead on Covid-19 Maria Van Kerkhove, dalam pernyataan di laman WHO, spektrum derajat infeksi varian Omicron beragam, mulai dari tanpa gejala, ringan, perlu rawat inap, hingga kematian.
Varian Omicron cenderung menginfeksi saluran napas atas, sedangkan Delta cenderung menginfeksi saluran napas bawah. Gejala klinis Covid-19 varian Omicron umumnya tenggorokan sakit, batuk, demam, menggigil, kelelahan, nyeri perut, dan pilek. Amat sedikit kasus yang mengalami sesak napas dan anosmia.
Meski berdasarkan data awal Omicron lebih ringan, varian itu tetap berbahaya pada populasi rentan, yakni warga lansia dan warga dengan komorbid. Analisis sementara Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) terkait faktor risiko kematian Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 sampai Februari 2022, proporsi kematian akibat Covid-19 paling banyak ditemukan pada warga lansia, warga dengan komorbid, dan warga yang belum divaksin.
Menurut epidemiolog di FKM UI, Pandu Riono, lonjakan kasus bisa berulang kali terjadi. Hal itu tergantung dari munculnya varian baru dan mobilitas warga.
Meski demikian, kondisi saat ini dinilai amat berbeda dengan pada awal masa pandemi. Hal ini karena sebagian besar penduduk sudah memiliki kekebalan, baik karena terinfeksi maupun vaksinasi. Kondisi ini menyebabkan lonjakan kasus setelah liburan akhir tahun lalu tidak setinggi sebelumnya, begitu juga dengan angka kematian yang relatif cukup rendah. Fasilitas kesehatan pun lebih siap.
Pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Erlina Burhan, menyampaikan, protokol terapi Covid-19 terus berkembang. Pengobatan tergantung dari derajat keparahan, mulai dari tanpa gejala sampai berat.
Selain vitamin C dan D, obat antivirus yang bisa digunakan sesuai resep dokter adalah Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir. Hal itu disertai pengobatan simtomatis, suportif, dan pengobatan komorbid atau komplikasi. Tidak kalah penting adalah menjalani isolasi mandiri ataupun isolasi terpusat untuk memutus rantai penularan.
Risiko kematian pun bisa diturunkan dengan vaksinasi meskipun memiliki komorbid, seperti diabetes dan hipertensi. Dari sejumlah kajian, vaksinasi mampu menekan angka perawatan dan kematian akibat Covid-19 dan masih efektif menghadapi varian baru.
Bagaimanapun, Covid-19 akan terus bermutasi dan beradaptasi. Sebagai contoh, Omicron kini memiliki subvarianBA.2 yang lebih menular daripada Omicron yang kini beredar di Indonesia. Maka, protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan mesti dilaksanakan. Berbagai ikhtiar itu demi menyalakan asa menuju tatanan baru di tengah pandemi yang belum berakhir.