Vaksinasi Covid-19 mengurangi risiko keparahan akibat penularan Covid-19 sehingga mencegah perawatan di rumah sakit dan kematian. Karena itu, vaksinasi penting terutama bagi warga lanjut usia dan orang dengan komorbid.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)
Vaksinator menunjukan botol vaksin AstraZeneca yang digunakan untuk vaksinasi Covid-19 dalam layanan vaksinasi keliling di Pasar Taman Puring, Jakarta Selatan, Senin (9/8/2021). Pelaksanaan vaksinasi di Indonesia saat ini hanya melalui program pemerintah atau vaksin gotong royong dari perusahaan. Pemerintah telah resmi menghapuskan program vaksinasi gotong royong berbayar untuk individu.
JAKARTA, KOMPAS – Percepatan dan perluasan vaksinasi Covid-19 mutlak untuk melindungi masyarakat dari risiko keparahan hingga kematian akibat penularan SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, apa pun variannya. Itu terutama bagi lansia dan masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta.
Berdasarkan analisis sementara dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) terkait faktor risiko kematian Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 sampai Februari 2022, proporsi kematian akibat Covid-19 paling banyak ditemukan pada lansia, masyarakat dengan komorbid, serta masyarakat yang belum divaksinasi. Data tersebut ditemukan baik pada saat gelombang penularan varian Delta maupun penularan varian Omicron.
“Dari hasil analisis sementara, lansia dengan komorbid dan belum divaksin memiliki risiko kematian tertinggi. Jadi kunci untuk menekan kematian ini adalah dengan vaksinasi dan mengatasi komorbid. Vaksinasi pun harus difokuskan pada lansia,” ucap Pandu Riono, epidemiolog FKM UI dalam acara Lokakarya Jurnalis di Jakarta, Jumat (25/2/2022).
Dari analisis yang dilakukan FKM UI menunjukkan, pada periode 1 Maret 2020-16 Februari 2022, proporsi kasus Covid-19 terbesar terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, yakni sebesar 13 persen. Begitu pula pada periode 1 Desember 2021-16 Februari 2022. Meski persentasenya lebih kecil dari periode sebelumnya, proporsi terbesar tetap ditemukan pada usia 60 tahun ke atas sebesar 4 persen.
FKM UI
Proporsi kasus kematian Covid-19
Selain itu, proporsi kasus kematian banyak ditemukan pada kasus dengan komorbid. Persentase kasus kematian semakin tinggi pada kasus dengan jumlah komorbid yang lebih banyak. Adapun status komorbid paling besar ditemukan pada kasus kematian akibat Covid-19 yakni penyakit ginjal, jantung, diabetes melitus, dan hipertensi.
Meski begitu, Pandu menuturkan, proporsi kasus meninggal pada warga lansia dan orang dengan komorbid semakin besar apabila belum divaksin. Persentase kasus kematian pada lansia dengan komorbid makin kecil ditemukan pada kasus yang sudah divaksinasi, terutama sudah mendapat vaksin dua dosis.
Dari hasil analisis sementara, lansia dengan komorbid dan belum divaksin memiliki risiko kematian tertinggi. Jadi kunci untuk menekan kematian ini adalah dengan vaksinasi dan mengatasi komorbid.
“Risiko kematian bisa diturunkan dengan vaksinasi sekalipun memiliki komorbid. Risiko kematian pada lansia memang lebih tinggi karena faktor usia, namun risiko itu bisa semakin tinggi jika belum divaksinasi. Imunitas ini menjadi salah satu kunci untuk mengendalikan Covid-19,” ujarnya.
Staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Umum Pusat Persahabatan Erlina Burhan menyampaikan, vaksinasi terbukti mampu menurunkan angka perawatan dan kematian akibat penularan Covid-19. Karena itu, masyarakat yang layak untuk divaksinasi diharapkan segera menjalani vaksinasi dosis lengkap, bahkan vaksinasi dosis penguat (booster) jika sudah mendapatkan jadwal pemberian.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang kaum lanjut usia tengah mengikuti vaksinasi dosis penguat di Puskesmas 5 Ilir Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (13/1/2022). Vaksinasi ini penting untuk meningkatkan imunitas kaum rentan termasuk lansia. Hanya saja, cakupan vaksinasi lansia di Palembang masih rendah.
Sejauh ini vaksinasi dinilai masih efektif untuk mengatasi varian dari virus Sars-CoV-2. Sejumlah riset menyebutkan, varian Omicron berpengaruh pada penurunan efektivitas dari vaksin. Namun, vaksinasi masih bermanfaat untuk mencegah gejala jadi lebih berat serta mencegah seseorang masuk ke ruang perawatan di rumah sakit dan mengurangi risiko kematian.
Erlina mengatakan, selama transmisi virus masih terjadi di masyarakat, varian dari virus bisa berkembang. Saat ini, sub-varian BA.2 dari varian Omicron jadi perhatian. Kasus sub-varian BA.2 kini meningkat di India dan Denmark. Sub-varian ini dinilai memiliki kemampuan penularan dan transmisi yang lebih efisien dari varian Omicron.
“Covid-19 akan terus bermutasi dan beradaptasi. Oleh sebab itu, selain vaksinasi, penerapan protokol kesehatan sangat penting untuk menurunkan transmisi dari virus apapun variannya. Pemerintah pun perlu memaksimalkan aktivitas 3T (tes, lacak, isolasi) serta mengejar target cakupan vaksinasi,” tuturnya.
“Long covid”
Erlina menambahkan, risiko long covid atau gejala yang masih dirasakan setelah tertular Covid-19 perlu diwaspadai. Sejumlah negara melaporkan, sebanyak 30 persen sampai 70 persen orang yang sudah sembuh dari Covid-19 mengalami long covid.
Survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) juga menemukan, 30 persen penyintas Covid-19 mengalami long covid. Gejala paling banyak yang dirasakan yakni kelelahan, batuk dan sesak, gangguan kognitif seperti susah konsentrasi dan susah tidur, gangguan kecemasan, serta tinnitus atau telinga berdenging.
RADITYA HELABUMI
Warga mengenakan masker saat pandemi Covid-19.
“Lama long covid berbeda-beda dialami tiap orang. Rata-rata, gejala ini muncul sampai tiga bulan setelah sembuh. Namun dari laporan di China menyebutkan gejala bisa muncul sampai lebih dari satu tahun. Kondisi ini sangat bervariasi tergantung dari berapa beratnya rasa sakit yang dialami saat terinfeksi,” kata Erlina yang juga Ketua Kelompok Kerja Infeksi PDPI.
Dengan demikian, pemantauan kesehatan tetap diperlukan meski sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Rumah sakit pun diharapkan membentuk tim penanganan long covid yang terdiri dari multidisiplin ilmu. Sebab, tatalaksana long covid perlu melibatkan berbagai ahli, seperti dokter spesialis paru, dokter spesialis jantung, dokter spesialis saraf, psikiater, serta dokter spesialis rehabilitasi medik.