Sengat pada anemon laut berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Ini dilakukan oleh peneliti dari Queensland University of Techonology.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Senyawa beracun jenis baru yang ditemukan dalam anemon laut tropis di Australia sedang dianalisis oleh para peneliti sebagai terapi obat baru yang potensial. Hal ini akan menambah sederet zat aktif dari penghuni ekosistem terumbu karang yang banyak dikembangkan menjadi bahan baku obat.
Peneliti Queensland University of Technology (QUT), Lauren Ashwood, telah mempelajari susunan racun anemon laut secara ekstensif, khususnya Telmatactis stephensoni, anemon laut berbasis terumbu yang dapat tumbuh dari 8 cm hingga 10 cm. Ia menemukan bahwa spesies ini menghasilkan racun yang berbeda untuk fungsi biologis, yakni pertahanan, pemangsaan, dan pencernaan serta toksin itu terletak di tempat yang sesuai dengan fungsinya.
”Tidak seperti ular yang mengirimkan racunnya melalui taring, racun T stephensoni adalah campuran racun kompleks yang ditemukan dalam sel penyengat di seluruh struktur anemon laut,” katanya dalam siaran pers QUT, 1 Februari 2022.
Penemuan yang didorong oleh racun untuk menemukan kandidat terapeutik bisa seperti menemukan jarum di tumpukan jerami.
Lebih lanjut, Ashwood menjelaskan analisis pada tiga wilayah fungsional utama anemon laut, yaitu tentakel, epidermis, dan gastrodermis, menunjukkan bahwa lokasi produksi toksin konsisten dengan peran ekologis mereka dalam menangkap mangsa, pertahanan, dan pencernaan. Ini berarti ketika para peneliti mempelajari racun dalam konteks apa yang anemon lakukan, ia dan kolega peneliti lainnya memiliki gagasan tentang bagaimana anemon mungkin berguna untuk terapi.
Penelitian Ashwood dan kawan-kawan ini dipublikasikan dalam jurnal Molecular Ecology pada 27 November 2021.
84 racun potensial
Ashwood mengatakan, racun hewan telah digunakan untuk mengobati manusia sepanjang sejarah, dengan racun ular diberikan secara medis pada awal abad ketujuh sebelum Masehi. ”Toksin peptida dari hewan berbisa sedang dikembangkan menjadi terapi untuk kondisi, termasuk gangguan kardiovaskular, penyakit otoimun, diabetes, penyembuhan luka, HIV, kanker, dan nyeri kronis,” katanya.
”Secara keseluruhan, kami menemukan 84 racun potensial di T stephensoni, termasuk satu yang belum pernah terlihat sebelumnya. Sampel racun yang tidak diketahui ini, bernama U-Tstx-1, telah dikirim ke laboratorium khusus di Hongaria untuk dianalisis,” ungkapnya.
Mengingat bahwa racun ini ditemukan di gastrodermis anemon laut, itu bisa terlibat dalam pencernaan yang bisa jadi hal itu jenis baru co-lipase, enzim yang memecah lemak. ”Toksin ini juga mirip dengan racun dalam bisa ular mamba hitam yang merangsang kontraksi otot usus,” katanya.
Kolega peneliti yang juga di QUT, Prof Peter Prentis, dari Pusat Pertanian dan Bioekonomi dan Sekolah Biologi dan Ilmu Lingkungan, mengutarakan, para ilmuwan tertarik pada racun penyebab rasa sakit karena mereka berpotensi dikembangkan untuk meredakan rasa sakit.
”Jika kita dapat mengisolasi neurotoksin dan menemukan reseptor sel saraf yang diaktifkannya, kita berpotensi mengembangkan penghambat untuk menghentikan aktivasi dan mengobati kondisi seperti sakit punggung kronis,” kata Prentis.
”Ini berarti racun di acontia-benang panjang dan menyengat pada anemon yang digunakan untuk mengusir predator yang menyebabkan rasa sakit yang hebat pada hewan laut dan juga manusia-bisa menjadi sumber ’penangkal’ untuk beberapa jenis rasa sakit kronis,” ujarnya menjelaskan.
Profesor Prentis mengatakan, teknik analitik baru telah menyebabkan pergeseran menuju penemuan yang didorong oleh racun, jauh dari metode sebelumnya di mana racun mentah pertama kali diuji terhadap target untuk aktivitas yang diinginkan. Strategi baru ini memungkinkan penemuan peptida yang mungkin selama ini belum ditemukan, seperti misalnya jenis peptida yang mungkin tidak terlalu berlimpah dalam racun atau yang memiliki mekanisme aksi yang tidak terduga.
”Namun, penemuan yang didorong oleh racun untuk menemukan kandidat terapeutik bisa seperti menemukan jarum di tumpukan jerami dan tidak semua racun peptida cenderung memiliki keberhasilan yang sama seperti obat-obatan,” katanya.