ICEL: Hukum Lingkungan Masih Akan Diarahkan Jadi Instrumen Pendukung Pembangunan
Implementasi hukum lingkungan tahun 2022 diproyeksikan belum akan mendapat penguatan secara menyeluruh. Sebaliknya, hukum lingkungan justru diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hukum lingkungan dalam konteks kebijakan penegakan hukum dan hak-hak masyarakat menjadi salah satu fondasi utama dalam pengelolaan lingkungan. Namun, tahun ini, hukum lingkungan diproyeksikan belum akan mendapat penguatan secara menyeluruh, tetapi justru diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) Raynaldo Sembiring mengemukakan, ICEL melihat bahwa 2022 merupakan tahun yang penting bagi perkembangan pengelolaan lingkungan hidup secara umum. Perkembangan ini juga termasuk hukum lingkungan dalam konteks kebijakan, penegakan hukum, perlindungan terhadap hak masyarakat, dan substansi lain yang memengaruhinya.
”Pada outlook tahun lalu, kami memproyeksikan akan ada tiga situasi yang terjadi, yaitu dinamika terkait SLAPP (pelanggaran hak masyarakat), penegakan hukum karena ketidakjelasan regulasi, dan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang disusun dengan terburu-buru,” ujarnya dalam acara outlook hukum lingkungan 2022 bertajuk “Menata Kembali Hukum Lingkungan Indonesia” secara daring, Kamis (3/2/2022).
Menurut Raynaldo, tiga situasi tersebut menjadi dasar ICEL untuk menyusun outlook hukum lingkungan 2022. Tiga situasi tersebut juga dinilai sangat relevan dengan dinamika terkait hukum lingkungan yang tengah terjadi saat ini maupun ke depan.
Raynaldo memaparkan, tahun ini hukum lingkungan diproyeksikan akan tetap diarahkan sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan. Dalam konteks implementasi, hal ini akan menimbulkan kecenderungan bahwa asas kehati-hatian dalam hukum lingkungan tidak menjadi dasar utama dalam menjalankan berbagai pembangunan, termasuk infrastruktur.
Berkaca situasi tahun 2020 dan 2021, hukum lingkungan pada 2022 diproyeksikan akan tetap dinamis. Artinya, hukum lingkungan masih akan mengeluarkan produk kebijakan yang positif maupun yang banyak mendapatkan kritik.
Kebijakan yang dipandang akan banyak mendapatkan kritik adalah aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Potensi kritikan aturan turunan ini akan besar apabila pemerintah hanya melakukan evaluasi atau pembenahan secara formil setelah putusan inkonstitusional bersyarat dari Mahkamah Konstitusi (MK), November 2021.
Selain itu, ICEL juga memproyeksikan pada 2022 masih ada tantangan dari putusan pengadilan karena ketidakjelasan dalam regulasi seperti UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Di sisi lain, kebijakan perlindungan hak masyarakat atau anti-strategic lawsuit against public participation (SLAPP) juga dinilai belum akan terpadu dan menyeluruh.
”Salah satu yang menjadi fokus kami adalah bagaimana sebenarnya hukum lingkungan ditempatkan dalam perlindungan hak-hak masyarakat. Jadi, masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam penegakan hukum lingkungan bisa diperkuat, dilindungi, dan dijamin hak-haknya agar mereka tidak mendapatkan gugatan atau kriminalisasi,” tuturnya.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Hariadi Kartodihardjo tidak menampik terdapat sejumlah perbaikan yang positif dalam upaya menuju keadilan lingkungan dan ekonomi di Indonesia. Beberapa perbaikan itu khususnya terkait dengan regulasi perhutanan sosial yang ditunjukkan dari kemudahan penetapan hak adat, putusan pengadilan, pencabutan izin, hingga penyelesaian sengketa atau konflik lahan.
Meski demikian, pada kondisi hak sumber daya alam dan segala hal terkait institusional, Hariadi menilai regulasi dan kebijakan belum memiliki struktur yang kuat. Bahkan, terdapat tren pengabaian hukum seperti putusan MK atas UU Cipta Kerja yang cenderung tidak disikapi secara tegas.
Penguatan
Sebagai upaya penguatan, ICEL mendorong pentingnya peningkatan kapasitas kelembagaan lingkungan hidup dan perlindungan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Upaya yang harus segera dilakukan adalah mengevaluasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya yang berpotensi mereduksi hak masyarakat dalam konteks penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), perizinan, dan tata ruang.
Upaya penguatan lainnya yang perlu dilakukan ialah menyusun kebijakan anti-SLAPP yang lebih kuat dengan melibatkan berbagai unsur mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kepolisian, mahkamah agung, hingga kejaksaan. Kebijakan ini harus disusun secara holistik dan terpadu serta memaksimalkan penyelesaian melalui keadilan restoratif untuk masyarakat kecil di dalam dan sekitar kawasan hutan.
”Penegakan hukum dilakukan secara terpadu, yaitu dengan mengoptimalkan peran dari institusi seperti kejaksaan, mahkamah agung, dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup untuk mengeksekusi putusan yang berorientasi pada pemulihan lingkungan. Kebijakan ini harus segera disusun sehingga arah restorasi menjadi lebih jelas,” kata Raynaldo.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda mengakui saat ini terdapat sejumlah tantangan terkait norma hukum lingkungan setelah pengesahan UU Cipta Kerja, salah satunya adalah penambahan sanksi administratif berupa denda. Ketentuan ini sudah diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah turunan UU Cipta Kerja dan tengah didetailkan dalam rancangan peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan.
”Selain untuk efek jera, dana dari denda tersebut juga bisa ditujukan untuk memulihkan kualitas lingkungan yang rusak. Kebijakan ini bisa dicermati bersama sehingga benar-benar bisa diimplementasikan dan bermanfaat untuk lingkungan,” ucapnya.
Yazid menegaskan bahwa implementasi gugatan maupun penegakan hukum lingkungan lainnya yang dilakukan KLHK selama ini juga sudah melibatkan berbagai unsur, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga kementerian/lembaga terkait. Ke depan, gugatan peradilan akan mencantumkan aset yang harus disita sehingga proses penyitaan jaminan bisa dilakukan sejak awal dan memudahkan saat memenangkan proses di pengadilan.