Kawal Pengelolaan Sumber Daya Alam pada UU Cipta Kerja
Masyarakat diminta mengawal berbagai kebijakan pemerintah terkait UU Cipta Kerja. Ini karena UU Cipta Kerja telah dinilai cacat formil oleh MK.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat diminta mengawal kebijakan pemerintah terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Pengelolaan sumber daya alam yang diatur dalam UU ini pun perlu diperhatikan.
Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut menyatakan UU Cipta Kerja (UUCK) cacat formil pada 25 November 2021. MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UUCK dalam dua tahun. Selama kurun tersebut, MK menyatakan, segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas mesti ditangguhkan. Selain itu, penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UUCK tidak dibenarkan.
Manager Kajian Hukum dan Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Satrio Manggala pada Senin (24/1/2022) mengatakan, penyelenggara negara tidak sepenuhnya tunduk dan patuh pada putusan MK. Ini tampak dari terbitnya Surat Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK beberapa hari setelah putusan MK ditetapkan
”Lalu, pada Desember 2021, Presiden menerbitkan Perpres Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah yang merupakan aturan turunan UUCK. Hal ini tidak diperbolehkan menurut putusan MK,” kata Satrio dalam konferensi pers di Jakarta.
Ia menyayangkan tindakan penyelenggara negara. Berbagai kebijakan tersebut dinilai tidak menghormati putusan MK.
Di sisi lain, ketidakpatuhan terhadap putusan MK dikhawatirkan berdampak ke pengelolaan sumber daya alam (SDA). UUCK mengandung sejumlah peraturan yang dinilai dapat merusak lingkungan, seperti ketiadaan kewajiban untuk menyertai analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam proyek kawasan ekonomi khusus (KEK).
Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi mengatakan, apabila penyelenggara negara tidak patuh pada putusan MK, hal ini dapat membahayakan keberlanjutan alam dan masyarakat dalam waktu panjang. Terjadinya bencana merupakan salah satu dampak kerusakan lingkungan. Hal ini pada akhirnya merugikan masyarakat.
Apabila penyelenggara negara tidak patuh pada putusan MK, hal ini dapat membahayakan keberlanjutan alam dan masyarakat dalam waktu panjang. Terjadinya bencana merupakan salah satu dampak kerusakan lingkungan. Hal ini pada akhirnya merugikan masyarakat.
”Regulasi yang dikeluarkan penyelenggara negara dalam 3 tahun terakhir bukan kebutuhan rakyat. Ini juga tidak pernah dibicarakan selama masa kampanye, baik oleh DPR maupun Presiden. Lahirnya kebijakan yang bukan permintaan rakyat ini berisiko menimbulkan pembangkangan,” kata Zenzi.
Menurut Catatan Akhir dan Evaluasi 100 Hari UU Cipta Kerja oleh Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (Huma), ada sejumlah agenda pembangunan atau sektor yang dimudahkan dalam UUCK. Beberapa di antaranya Proyek Strategis Nasional (PSN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Lumbung Pangan (Food Estate), usaha ekstraktif, dan pariwisata.
Nadya Demadevina, anggota tim penyusun catatan tersebut, mengatakan, UUCK memberi ruang yang sangat besar bagi pemerintah untuk mengatur PSN secara teknis. Padahal, aturan tentang PSN tidak dituangkan secara khusus dalam UUCK. Kemudahan yang diberikan antara lain diizinkannya alih fungsi lahan walau hal ini belum ada dalam rencana tata ruang hingga jaminan pelepasan dan penggunaan kawasan hutan (Kompas.id, 4/3/2021).
Mengutip artikel di laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) yang terbit 7 Desember 2021, Menteri LHK Siti Nurbaya meminta agar dunia usaha di sektor kehutanan tidak risau dengan terbitnya putusan MK. Ini karena Presiden, katanya, menyatakan UUCK dan semua peraturan pelaksanaannya tetap berlaku selama masa perbaikan yang berlangsung 2 tahun.
”Pascaputusan MK, Presiden telah menyatakan bahwa UUCK dan peraturan derivatifnya tetap berlaku selama 2 (dua) tahun sehingga perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) tetap jalan terus sesuai semangat multiusaha kehutanan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan. Ini dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung, serta aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan,” papar Menteri Siti.