Memutuskan untuk kembali menjalani program kehamilan setelah mengalami keguguran merupakan hal yang tidak mudah bagi sebagian pasangan suami-istri. Berbagai persiapan perlu dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Keguguran terkadang menjadi sebuah momok bagi pasangan suami istri. Trauma pasca-keguguran membuat pasangan khawatir dan takut untuk memulai kehamilan berikutnya.
Hal itulah yang dialami Yuliana (28), salah seorang ibu rumah tangga di Tangerang. Rasa bahagia yang dirasakan atas kehamilan pertamanya pupus setelah dokter menyatakan janinnya tidak lagi berkembang di usia 10 minggu.
Saat itu dokter menyatakan ia mengalami blighted ovum atau disebut juga hamil kosong, yakni kehamilan yang tidak mengandung embrio. Ia pun harus menggugurkan kandungannya.
”Saat itu jelas merasa sangat sedih. Takut kalau saya tidak bisa hamil seperti orang lain,” katanya.
Namun, selang empat bulan setelah itu, saat ia melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan, ia telah dinyatakan memasuki masa kehamilan empat minggu. Setelah mengalami keguguran, perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat merupakan hal utama yang dilakukan oleh Yuliana dan suami.
Selain berolahraga dan menjaga pola makan yang baik, pemeriksaan rutin ke dokter terus dilakukan. Berbagai vitamin yang disarankan oleh dokter pun dikonsumsi, baik oleh oleh Yuliana maupun suami. Itu, antara lain, vitamin E dan vitamin D.
Menurut Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Andon Hestiantoro, kehamilan berikutnya bisa dilakukan setidaknya setelah tiga bulan seseorang mengalami kegagalan dalam kehamilan atau yang biasa disebut keguguran. Meski begitu, berbagai persiapan tetap harus dilakukan agar keguguran tidak kembali terulang.
Hal yang paling penting untuk dilakukan adalah mengetahui penyebab kegagalan kehamilan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, gagal dalam kehamilan bisa disebabkan karena adanya gangguan metabolik.
Calon ibu yang mengalami obesitas bisa menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, masalah lainnya, antara lain, diabetes, resistensi insulin, kekurangan vitamin D, dan kekurangan zat besi. Tidak sedikit pula calon ibu yang terlalu kurus juga bisa menyebabkan adanya gangguan dalam kehamilan.
”Pada intinya harus diketahui dahulu apa penyebab terjadinya kegagalan dalam kehamilan. Perlu dilihat apakah lingkar pinggang dan indeks massa tubuhnya normal, apakah ada autoimun, apakah ada infeksi, apakah ada kelainan pada rahim, atau apakah ada miom (tumor jinak pada dinding rahim)? Itu semua bisa menjadi penyebab keguguran,” tutur Andon.
Keguguran atau abortus diartikan sebagai berakhirnya kehamilan sebelum janin mampu hidup, yakni ketika usia kehamilan belum mencapai 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Keguguran bisa terjadi baik secara spontan maupun diinduksi.
Pada intinya harus diketahui dahulu apa penyebab terjadinya kegagalan dalam kehamilan.
Diperkirakan, satu dari empat perempuan yang pernah hamil pernah mengalami keguguran dalam hidupnya dan sebagian besar kasus terjadi di trimester pertama kehamilan. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, sebanyak 4 persen dari perempuan kawin usia 10-59 tahun yang mengalami kehamilan dalam lima tahun terakhir memiliki riwayat keguguran spontan.
Keguguran spontan adalah keguguran yang terjadi tanpa sengaja dan tanpa tindakan mekanis atau medis. Sejumlah faktor risiko keguguran ini, seperti kelainan kromosom yang berat, penyakit infeksi, dan gangguan nutrisi yang berat. Adapun keguguran diinduksi adalah penghentian kehamilan yang sengaja dilakukan sebelum janin mampu hidup.
Modifikasi gaya hidup
Andon mengatakan, waktu tiga bulan cukup sebagai masa jeda untuk kembali melakukan program kehamilan. Selain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari calon ibu dan ayah, waktu tiga bulan juga digunakan untuk melihat siklus haid dari calon ibu.
Selama masa persiapan ini pula, modifikasi gaya hidup harus menjadi perhatian penting. Pemenuhan gizi seimbang, olahraga, waktu tidur yang cukup, dan pemenuhan vitamin D juga perlu diperhatikan. Berjemur di bawah paparan sinar matahari juga perlu dilakukan secara rutin.
”Pemeriksaan atau kontrol rutin bisa dilakukan setidaknya sebulan sekali. Jika diperlukan, penting juga adanya pendampingan psikologis,” katanya.
Dokter spesialis gizi klinik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Asih dan RS Pondok Indah-Bintaro, Diana F Suganda, menyampaikan, prinsip utama ketika seseorang akan menjalani program hamil, baik yang tanpa riwayat keguguran maupun dengan riwayat tersebut, adalah mengonsumsi gizi seimbang. Pastikan asupan nutrisi tercukupi, meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Khusus untuk protein, pastikan pula asupan protein seimbang antara protein hewani dan nabati. Asupan tersebut bisa didapatkan dari daging, ayam, ikan, telur, dan kacang-kacangan.
Selain itu, kecukupan asupan asam folat juga penting untuk diperhatikan. Asam folat ini diperlukan untuk menguatkan sel telur atau ovum. Ini bisa didapatkan dari kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran hijau.
Asupan vitamin E juga tidak kalah penting. Vitamin E bisa didapatkan dari kacang-kacangan seperti kecambah, kacang hijau, dan kacang merah. ”Jika asupan makanan belum mencukupi bisa ditambah dari suplementasi,” ucap Diana.
Ia menambahkan, selain asupan gizi seimbang pada calon ibu, pemenuhan gizi yang cukup juga diperlukan oleh calon ayah. Calon ibu dan calon ayah memiliki peran yang sama untuk memastikan kehamilan yang sehat. Calon ayah juga harus dalam kondisi prima agar sel sperma yang dihasilkan dalam kondisi optimal.
Nutrisi yang diperlukan pun tidak berbeda, yakni asam folat, vitamin E, dan vitamin D. ”Calon ayah juga harus menjalani hidup sehat. Olahraga teratur, stop konsumsi alkohol, jaga pola tidur, dan jauhi asap rokok. Ini diperlukan agar sel sperma yang dihasilkan bagus dan optimal,” tutur Diana.