Gempa yang Mengingatkan Tsunami Flores 1992
Memitigasi bencana adalah soal merawat ingatan dan senantiasa bersiaga karena gempa dan tsunami bisa datang kapan saja di sepanjang jalur pesisir kita yang rentan.
Gempa berkekuatan M 7,4 di utara Pulau Flores pada Selasa (14/12/2021) pukul 11.20 WITA ibarat alarm dari alam. Kali ini, gempa tak diikuti tsunami besar sehingga korban tak berjatuhan, tetapi gempa berikutnya bisa jadi akan diikuti tsunami besar sebagaimana pernah melanda Flores dan sekitarnya pada 1992.
Theresia Isye Doris Fernandez (42), warga Kelurahan Beru, Kota Maumere, Nusa Tenggara Timur, berada di dalam mobil saat guncangan gempa itu melanda. ”Kuat sekali terasa. Seperti di atas laut yang gelombangnya besar. Saya sempat kehilangan akal. Lalu buka pintu mobil dan keluar, banyak orang bingung juga dan akhirnya sadar ternyata gempa,” katanya.
Tak berselang lama, jalanan menjadi macet, penuh dengan kendaraan bermotor, terutama mobil, yang berusaha menjauh dari pantai. ”Kalau kemarin terjadi tsunami, mungkin korban akan banyak sekali karena di jalanan sulit bergerak. Macet,” tuturnya.
Isye terkenang tragedi 1992 saat gempa bumi dan tsunami menghancurkan kotanya. ”Rumah orangtua waktu itu persis di depan pelabuhan terkena tsunami. Datangnya cepat sekali setelah gempa, tetapi beruntung kami semua masih selamat. Jangan sampai terulang lagi kejadian itu,” ujarnya.
Baca Juga: Trauma dengan Bencana Gempa 1992, Warga Flores Memilih Berjaga di Luar Rumah
Sebanyak 2.500 orang tewas dalam gempa bumi dan tsunami yang melanda Flores pada Sabtu, 12 Desember 1992 pukul 13.29 WITA. Kerusakan terparah terutama dialami Kota Maumere dan Pulau Babi, pulau berdiameter 2,5 kilometer di utara Flores. Dari kedahsyatan dan dampaknya, tsunami Flores merupakan salah satu yang terkuat di Indonesia, selain tsunami Aceh 2004.
Petaka itu dipicu oleh gempa berkekuatan M 7,5 yang berpusat di kedalaman laut, 35 kilometer (km) arah barat laut Kota Maumere. Gempa itu lalu memicu longsor bawah laut yang membuat tsunami Flores mematikan. Kombinasi gempa dan longsor itu membangkitkan tsunami dahsyat.
Terjadinya longsor bawah laut itu dipetakan para peneliti Jepang yang berkunjung ke pantai utara Flores dan Pulau Babi dua pekan setelah petaka itu. ”Kami ke pantai utara Flores mengunjungi 40 desa di sana untuk mengukur ketinggian tsunami,” tulis Yoshinobu Tsuji dan tim dalam publikasi berjudul Damage to Coastal Villages Due to the 1992 Flores Island Earthquake Tsunami (1995).
Disebutkan, ketinggian tsunami di Kampung Wuring (Flores) mencapai 3,2 meter. Seluruh Kampung Wuring, yang hanya 2 meter di atas permukaan laut itu, tenggelam. Sebanyak 87 orang tewas di sana. Di Desa Riangkroko, di sisi timur Pulau Flores, tinggi gelombang 26,2 meter dan menewaskan 137 orang. Tingginya gelombang di Riangkroko itu akibat gempa memicu longsor di Teluk Hading yang melipatgandakan kekuatan tsunami.
Kalau kemarin terjadi tsunami, mungkin korban akan banyak sekali karena di jalanan sulit bergerak. Macet.
Sejak kejadian itu, sumber gempa di sebelah utara Flores itu mulai diselidiki dan kemudian dikenal sebagai Sesar Naik Flores karena memiliki mekanisme patahan naik. Jalur sesar ini telah dipetakan menerus ke sebelah utara Pulau Lombok dan memicu rentetan gempa pada 2018, utara Bali, bahkan hingga menelusup ke Pulau Jawa menjadi sesar Kendeng.
Jalur Sesar Naik Flores dari yang paling timur di sekitar Pulau Wetar hingga ke bagian utara Pulau Jawa ini telah ditambahkan ke dalam Peta Sumber Gempa Bumi Nasional 2017, yang dibuat para peneliti dari Pusat Studi Gempa Bumi Nasional (Pusgen).
Patahan besar baru
Sekalipun peta 2017 telah menambahkan banyak sumber gempa baru di Indonesia dari versi 2010, ternyata masih banyak yang luput terpetakan. Salah satunya adalah gempa M 7,4 yang melanda pada Selasa lalu.
Irwan Meilano, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, yang turut menyusun peta ini mengatakan, gempa kali ini berpusat di zona sesar baru, yang sebelumnya belum dipetakan. Gempa kali ini tidak bersumber dari Sesar Naik Flores yang pernah memicu gempa bumi dan tsunami Flores pada 1992, sekalipun lokasinya relatif dekat. ”Sesar Belakang Flores mekanismenya sesar naik dan sebagian ada yang turun, sementara gempa kali ini mekanismenya sesar geser mendatar,” katanya.
Baca Juga: Warga di Utara Flores Masih Mengungsi
Menurut Irwan, dengan kekuatan gempa yang dipicu mencapai M 7,4, jalur sesar yang baru diketahui ini cukup panjang. Panjang bidang gempanya bisa 80-110 km, tergantung jenis batuannya, sedangkan lebarnya bisa 30 km dengan pergeseran 2,3 meter.
”Ini sumber gempa lumayan masif. Setidaknya bisa setara dengan Sesar Palu Koro yang memicu gempa Palu 2018,” ucapnya. Panjangnya jalur sesar baru ini juga bisa dilihat dari sebaran gempa susulan yang dipetakan Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang mencapai bentang hingga 150 km.
Profesor gempa bumi dari Pusat Penelitian Geoteknologi-BRIN, Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan, gempa kali ini memberi pelajaran penting tentang masih banyaknya sumber gempa di Indonesia yang belum dipetakan dengan baik, terutama sumber gempa di bawah laut. ”Data batimetri yang bisa diakses peneliti relatif terbatas. Padahal, setelah saya mendapat data batimetri dari rekan di industri, ternyata jalur sesar di bawah laut ini cukup jelas terlihat,” tuturnya.
Dengan data ini, Danny memperkirakan, jalur sesar baru ini kemungkinan masih satu sistem dengan patahan yang ditemukan di sekitar Kolaka, Sulawesi Tenggara, kemudian menerus ke arah Muna, Buton, dan Wakatobi. ”Kolaka Fault ini sesar geser yang besar sekali dan posisinya hampir sejajar dengan sesar baru yang memicu gempa kali ini,” ujarnya.
Meningkatkan kesiapsiagaan
Irwan mengatakan, gempa kali ini sebenarnya merupakan alarm untuk mengingatkan sangat aktifnya sumber-sumber gempa di kawasan timur Indonesia. ”Belajar dari gempa-gempa sebelumnya, gempa yang terjadi bisa menambah tegangan di sesar-sesar yang berdekatan,” ucapnya.
Menurut Irwan, setelah gempa Lombok 2018, para peneliti sudah mengkhawatirkan potensi gempa di sebelah timurnya, sekitar utara Pulau Sumbawa hingga bagian barat Pulau Flores. ”Semakin ke timur Sesar Naik Flores, tingkat aktivitasnya semakin tinggi. Secara historis ini juga begitu, setelah gempa Lombok lalu ke timur, dan kami sedang menelaah ini. Namun, ternyata gempa yang muncul kali ini adalah sesuatu yang berbeda,” tuturnya.
Tidak terjadinya tsunami setelah gempa kali ini, menurut Irwan, mesti disyukuri. Namun, hal ini tidak boleh mengabaikan fakta bahwa zona kegempaan di kawasan ini memiliki jejak panjang tsunami. Jika gempa besar berikut terjadi di sepanjang jalur Sesar Naik Flores, peluang terjadinya tsunami sebesar 1992 bisa kembali terjadi.
Baca Juga: Gempa Flores Mengingatkan Pentingnya Mitigasi Bencana
Padahal, menurut Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya, kawasan di Flores yang pernah hancur karena tsunami 1992 saat ini lebih padat dari sebelumnya, sama halnya dengan daerah pesisir lain di Indonesia pascabencana tsunami, seperti Aceh dan Pangandaran. Selain permukiman, hotel-hotel dan berbagai pusat ekonomi baru bermunculan di sepanjang pesisir, yang membuat risiko bisa semakin membesar.
Tanpa adanya penataan kawasan berbasis risiko dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk dalam melakukan evakuasi mandiri, tragedi bisa terus berulang.
”Jalur evakuasi masih ada. Namun, karena lama tidak ada latihan evakuasi, begitu kejadian tidak tahu harus ke mana dan akhirnya panik dengan memakai kendaraan sehingga macet di mana-mana,” kata Hengky Yura, penggiat komunitas Kahe-Maumere yang mendokumentasikan tragedi tsunami Flores 1992.