11 Juta Orang Berpotensi Bepergian Selama Libur Natal-Tahun Baru
Mobilitas masyarakat yang berpotensi meningkat selama masa libur Natal dan Tahun Baru perlu diantisipasi dengan pengawasan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini penting untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 baru.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, sebanyak 11 juta orang berpotensi melakukan mobilitas selama libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan dan pengendalian moda transportasi pun perlu diperkuat, terutama di tempat yang dapat menimbulkan kerumunan.
Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Komunikasi Adita Irawati di Jakarta, Kamis (9/12/2021), mengatakan, pembatalan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh wilayah Indonesia berdampak pada meningkatnya pergerakan masyarakat selama masa Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Diperkirakan, potensi pergerakan masyarakat sebesar 7,1 persen atau sekitar 11 juta orang yang akan melakukan mobilitas atau perjalanan.
”Khusus untuk Jabodetabek potensinya sekitar 2,3 juta orang. Kebijakan pengendalian transportasi akan disusun dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pengamat transportasi, sosiolog, dan pihak lainnya,” katanya.
Adita menuturkan, upaya pengendalian transportasi dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan meningkatnya pergerakan masyarakat. Upaya pengendalian akan diberlakukan terhadap semua moda transportasi, baik transportasi udara, laut, dan darat, termasuk kereta api serta kendaraan roda empat dan roda dua.
Semua pelaku perjalanan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19, antara lain, syarat kartu vaksin, hasil tes negatif PCR ataupun antigen, serta penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Pembatasan kapasitas juga akan diatur sesuai dengan masing-masing moda transportasi.
”Semua (aturan) nanti akan dituangkan dalam sebuah surat edaran yang akan diterbitkan dalam waktu dekat. Kami juga akan meningkatkan pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan dan ketentuan terkait pengendalian transportasi,” tutur Adita.
Diperkirakan akan ada potensi pergerakan masyarakat sebesar 7,1 persen atau sekitar 11 juta orang yang akan melakukan mobilitas atau perjalanan.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menambahkan, sekalipun pemberlakukan PPKM level 3 dibatalkan dalam masa Nataru, pengendalian aktivitas masyarakat tetap dijalankan dengan tetap melanjutkan PPKM dengan level yang menyesuaikan kondisi di masing-masing daerah.
Pengendalian protokol kesehatan juga ditingkatkan, terutama pada aktivitas masyarakat yang berpotensi menimbulkan kerumunan, seperti rangkaian ibadah dan perayaan tahun baru. Diharapkan upaya ini dapat mencegah risiko kenaikan kasus baru Covid-19.
Wiku menambahkan, pengetatan pengendalian Covid-19 perlu ditingkatkan di enam provinsi yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 harian yang cukup signifikan. Provinsi tersebut, yaitu Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
”Kenaikan kasus di beberapa provinsi ini seyogianya menjadi alarm dini dalam menetapkan langkah-langkah pengendalian Covid-19. Disiplin protokol kesehatan merupakan aspek penting untuk mencegah terjadinya penularan,” ucapnya.
Masyarakat pun diharapkan ikut mendukung upaya pencegahan Covid-19 dengan meminimalkan pergerakan selama Natal dan Tahun Baru. Mobilitas sebaiknya hanya dilakukan ketika diperlukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
”Dimohon untuk mematuhi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah sepanjang periode Natal dan Tahun Baru untuk mencegah lonjakan kasus. Selalu disiplin protokol kesehatan, yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, serta melakukan mobilitas dengan aman pada saat diperlukan serta ikut dalam program vaksinasi,” tutur Wiku.
Vaksinasi anak
Secara terpisah, anggota Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cissy Kartasasmita mengatakan, pemerintah saat ini baru memberikan akses vaksinasi Covid-19 pada anak usia 12-17 tahun. Meski begitu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) telah memberikan izin penggunaan darurat dari vaksin Sinovac untuk anak usia 6-11 tahun.
Vaksinasi kini masih fokus pada usia dewasa, terutama pada kelompok rentan seperti warga lansia dan kelompok berisiko tinggi. Diharapkan, vaksinasi anak usia 12 tahun ke bawah bisa mulai dilakukan pada 2022.
”Anak juga perlu divaksinasi Covid-19 karena anak juga dapat tertular, seperti dewasa. Selain bisa tertular, anak juga bisa menularkan ke orang dewasa. Karena itu, dengan divaksinasi, anak bisa membantu mencegah penularan di keluarga dan lingkungannya,” kata Cissy.
Ia juga mengimbau orangtua untuk bisa melindungi anak yang belum bisa divaksinasi. Bagi anak usia dua tahun ke atas, dianjurkan untuk tetap menggunakan masker sesuai ukuran ketika berada di area publik atau ketika berada di sekitar orang lain yang tidak serumah.