Kontribusi Pihak Swasta dalam Penurunan Emisi Perlu Lebih Terukur
Upaya penurunan emisi karbon perlu dilakukan berbagai pihak, termasuk korporasi. Upaya swasta tersebut perlu diakui dan perlu disertai dengan target pencapaian yang terukur.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya menanggulangi perubahan iklim dan mencapai target penurunan emisi harus didukung oleh berbagai pihak, tak terkecuali korporasi, khususnya yang bergerak di bidang perkebunan ataupun kehutanan. Selain komitmen dan aksi nyata, upaya penurunan emisi yang dilakukan korporasi juga perlu disertai dengan target pencapaian yang terukur.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring bertajuk ”Tindakan Lokal untuk Dampak Global” yang diselenggarakan Jurisdiction Coalition Action Forum (JCAF), Kamis (25/11/2021). Diskusi yang dihadiri pihak swasta ini membahas hasil Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-26 (COP 26) di Glasgow, Skotlandia, dan peran swasta dalam mendukung penurunan emisi sesuai hasil COP 26 tersebut.
Head of Sustainability Sime Darby Plantation Rasyid Redza memandang, terlepas dari situasi perundingan, hasil COP 26 sudah cukup baik. Sebab, dalam perundingan COP 26 sudah banyak keterlibatan dan partisipasi berbagai pihak, mulai dari pemangku kepentingan hingga korporasi yang turut berkomitmen mencapai nol deforestasi.
”Hasil COP 26 merupakan langkah positif untuk menciptakan sebuah momentum. Tantangan sekarang bagaimana semua pihak memenuhi momentum ini karena kita kehilangan waktu apabila tidak segera merealisasikannya. Jadi, aksi harus segera dilakukan untuk semua pemangku kepentingan,” ujarnya.
Saat ini, sejumlah pihak swasta seperti perusahaan perkebunan kelapa sawit, dinilai Rasyid, sudah banyak yang berkomitmen menanggulangi perubahan iklim. Upaya yang dilakukan antara lain menghentikan deforestasi di area konsesi dan memastikan rantai pasok inklusif terhadap petani skala kecil.
Sementara upaya yang dilakukan Sime Darby Plantation di antaranya mengurangi emisi dari kegiatan operasional perusahaan, menggunakan energi terbarukan, dan mengembangkan energi surya sebagai peluang bisnis baru. Dari sektor lahan, Sime Darby Plantation juga berkomitmen melakukan reforestasi dan tidak membuka lahan gambut baru.
Meski demikian, hal yang perlu disoroti ke depan, menurut Rasyid, adanya pengakuan terhadap upaya penurunan emisi, khususnya dari korporasi. Pencapaian ini perlu diakui agar ada keadilan dan keberimbangan sekaligus untuk memastikan upaya penurunan emisi yang dilakukan korporasi tidak mulai dari nol kembali.
Senior Advisor for Sustainability Golden Agri-Resources Agus Purnomo menilai, hasil COP 26 sudah cukup baik karena terdapat konsensus dari semua pihak yang terlibat. Senada dengan Rasyid, Agus juga menyatakan korporasi sudah banyak terlibat dalam upaya penurunan emisi. Namun, ia mencatat perlunya peta jalan yang jelas agar tetap berada di jalur 1,5 derajat celsius supaya hasil COP 27 nanti bisa lebih baik.
”Kami sedang mengambil data dari tujuh sektor untuk menghitung emisi kami. Diperkirakan, emisi kami dari sektor penggunaan lahan dan kehutanan mengalami penurunan karena kami memiliki area konservasi yang sangat luas. Kami juga sedang mengurangi emisi dari hasil produksi limbah agronomi,” katanya.
Hasil COP 26 merupakan langkah positif untuk menciptakan sebuah momentum. Tantangan sekarang bagaimana semua pihak memenuhi momentum ini karena kita kehilangan waktu apabila tidak segera merealisasikannya.
Sektor kehutanan
Chief Financial Officer SLJ Global Andrew Sunarko melihat pentingnya upaya korporasi yang bergerak di sektor kehutanan dalam upaya penurunan emisi. Saat ini kehutanan dianggap menjadi salah satu sektor utama dalam penurunan emisi dan pihak swasta sudah banyak yang tertarik untuk terlibat dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
”Sekarang sudah ada komitmen di panel global dan upaya ini tergantung dari setiap negara untuk mencanangkan peta jalan mereka sendiri. Sesuatu yang menarik lainnya, kita ingin melihat institusi keuangan, bagaimana mereka memperhatikan aspek keberlanjutan dan bagaimana transformasi bisnis kita ke depan,” ucapnya.
Selain itu, akuntabilitas di era digitalisasi dalam pengelolaan hutan alam juga sangat penting agar memberikan komitmen secara transparan. Di sisi lain, perlu juga menerapkan rencana kehutanan yang baik agar tidak ada deforestasi dan mengedukasi mitra untuk melakukan operasional yang berkelanjutan dan rendah emisi.