”Australopithecus sediba”, Berjalan seperti Manusia, Memanjat seperti Kera
Fosil tulang belakang berusia dua juta tahun dari spesies kerabat manusia purba yang punah ditemukan. Hal itu melengkapi ”mata rantai yang hilang”.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebuah tim ilmuwan internasional menemukan fosil tulang belakang berusia dua juta tahun dari spesies kerabat manusia purba yang punah. Temuan ini melengkapi ”mata rantai hilang” dan membuktikan fase transisi hominin awal memakai anggota tubuh bagian atas mereka untuk memanjat seperti kera dan anggota tubuh bawah berjalan seperti manusia.
Tim ilmuwan internasional dari New York University, University of the Witwatersrand, dan 15 lembaga lainnya mengumumkan temuan itu pada Rabu (24/11/2021) dalam jurnal akses terbuka e-Life, sebagaimana dirilis oleh New York University.
Temuan itu berupa fosil vertebra lumbalis dari punggung bawah yang merupakan bagian dari satu individu kerabat manusia, Australopithecus sediba. Temuan ini, bersama dengan fosil vertebra lain yang ditemukan di Malapa, Afrika Selatan, dan temuan-temuan sebelumnya, membentuk salah satu punggung bawah vertebra paling lengkap yang pernah ditemukan dalam catatan hominid awal. Temuan ini memberikan wawasan tentang bagaimana kerabat manusia purba ini berjalan dan memanjat.
Fosil-fosil itu ditemukan pada 2015 selama penggalian jalur penambangan yang terletak di sebelah situs Malapa di Situs Warisan Dunia ”Cradle of Humankind”, tepat di barat laut Johannesburg, Afrika Selatan.
Malapa menjadi lokus penemuan oleh Profesor Lee Berger dari University of the Witwatersrand dan putranya yang saat itu berusia sembilan tahun, Matthew. Tim peneliti itu menemukan sisa-sisa pertama dari spesies baru kerabat manusia purba bernama Australopithecus sediba pada 2008.
Fosil dari situs tersebut telah berumur sekitar dua juta tahun lalu. Vertebra yang dijelaskan dalam penelitian ini ditemukan dalam batuan seperti semen yang terkonsolidasi dan dikenal sebagai breksi.
Alih-alih mengambil risiko merusak fosil, mereka disiapkan secara virtual seusai memindai dengan Micro-CT di University of the Witwatersrand. Setelah siap, tulang-tulang tersebut disatukan kembali dengan fosil yang ditemukan selama pekerjaan sebelumnya di lokasi dan ditemukan bersambung sempurna dengan tulang belakang kerangka fosil, sebagai bagian dari spesimen tipe asli Australopithecus sediba yang pertama kali dijelaskan pada 2010.
Nomor katalog kerangka tersebut MH 2, tetapi para peneliti menjuluki kerangka perempuan ”Issa”, yang berarti pelindung dalam bahasa Swahili. Penemuan ini juga menetapkan bahwa, seperti manusia, sediba hanya memiliki lima vertebra lumbalis.
”Daerah lumbar sangat penting untuk memahami sifat bipedalisme pada nenek moyang kita yang paling awal dan untuk memahami seberapa baik mereka beradaptasi untuk berjalan dengan dua kaki,” kata Scott Williams dari New York University dan Universitas Wits yang juga penulis utama makalah tersebut.
”Serangkaian vertebra lumbalis yang terkait sangat langka dalam catatan fosil hominin, dengan benar-benar hanya tiga duri bawah yang sebanding yang diketahui dari seluruh catatan awal Afrika,” ujarnya.
Penemuan spesimen baru berarti bahwa Issa sekarang menjadi salah satu dari dua kerangka hominin awal yang mempertahankan tulang belakang dan gigi bawah yang relatif lengkap dari individu sama. Itu memberikan kepastian mengenai spesies tulang belakang tersebut.
”Issa menjadi salah satu kerangka paling lengkap dari hominin kuno yang pernah ditemukan. Tulang belakang ini melengkapi punggung bawah dan membuat daerah pinggang Issa jadi pesaing tidak hanya punggung bawah hominin terbaik yang pernah ditemukan, tetapi juga mungkin yang terbaik bisa dilestarikan,” tutur Berger, penulis studi dan pemimpin proyek Malapa.
Menandai transisi
Dia menambahkan, kombinasi kelengkapan dan pelestarian ini memberi tim pandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada anatomi punggung bawah spesies.
Dengan tulang belakang lebih lengkap dan pelestarian fosil sangat baik, riset ini menemukan bahwa Lordosis sediba lebih ekstrem daripada Australopithecus lain yang pernah ditemukan. Jumlah kelengkungan tulang belakang yang diamati hanya melebihi yang terlihat di tulang punggung anak laki-laki Turkana berusia 1,6 juta tahun (Homo erectus) dari Kenya dan beberapa manusia modern.
”Keberadaan Lordosis dan fitur lain dari tulang belakang mewakili adaptasi yang jelas untuk berjalan dengan dua kaki. Ada fitur lain, seperti proses transversal besar dan berorientasi ke atas, menunjukkan otot batang kuat, untuk perilaku arboreal,” kata Profesor Gabrielle Russo dari Stony Brook University dan penulis studi tersebut.
Tulang melintang yang kuat mengarah ke atas biasanya menunjukkan otot batang kuat, seperti yang diamati pada kera. Shahed Nalla dari University of Johannesburg and Wits, ahli tulang rusuk dan peneliti pada studi ini, mengatakan, ”Ketika dikombinasikan dengan bagian lain dari anatomi batang tubuh, ini menunjukkan Sediba mempertahankan adaptasi jelas untuk memanjat."
Ketika dikombinasikan dengan bagian lain dari anatomi batang tubuh, ini menunjukkan Sediba mempertahankan adaptasi jelas untuk memanjat.
Studi sebelumnya dari spesies purba ini menyoroti adaptasi campuran di seluruh kerangka di Sediba yang menunjukkan sifat transisi antara berjalan seperti manusia dan adaptasi memanjat. Ini termasuk fitur yang dipelajari di tungkai atas, panggul, dan tungkai bawah.
”Tulang belakang mengikat semua ini bersama-sama,” kata Cody Prang dari Texas A&M, yang mempelajari bagaimana hominin purba berjalan dan memanjat.
”Dengan cara apa kombinasi sifat-sifat ini bertahan pada nenek moyang kita, termasuk adaptasi potensial untuk berjalan di tanah dengan dua kaki dan memanjat pohon secara efektif, merupakan pertanyaan besar yang menonjol tentang asal-usul manusia,” tuturnya.
Studi ini menyimpulkan, Sediba menjadi bentuk transisi dari kerabat manusia purba dan tulang punggungnya jelas berbentuk peralihan antara manusia modern (dan Neandertal) dan kera besar. ”Issa berjalan seperti manusia, tapi bisa memanjat seperti kera,” kata Berger.
Untuk melihat fosil virtual yang diterbitkan dalam studi baru ini dapat diunduh gratis di Morphosource.org.