”Homo bodoensis”, Nama Baru Spesies Nenek Moyang Manusia
Para peneliti mengusulkan ”Homo bodoensis” sebagai nama baru spesies nenek moyang langsung Homo sapiens.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Manusia modern atau Homo sapiens diketahui memiliki garis keturunan dengan manusia arkaik, tetapi selama ini masih ada perdebatan tentang nenek moyang langsung manusia sebelum kemunculannya sekitar 125.000 tahun lalu di Afrika. Berdasarkan temuan sejumlah fosil di sejumlah lokasi, para peneliti mengusulkan Homo bodoensis sebagai nama baru spesies nenek moyang langsung Homo sapiens.
Keberadaan Homo bodoensis ini dilaporkan di jurnal Evolutionary Anthropology pada Kamis (28/10/2021). Menjadi penulis pertama laporan ini adalah paleoantropolog dari Universitas Winnipeg Mirjana Roksandic.
Nama baru ini didasarkan pada penilaian ulang terhadap fosil yang ditemukan di Afrika dan Eurasia selama periode Pleistosen Tengah atau era Chibanian, yaitu sekitar 774.000 hingga 129.000 tahun yang lalu. Periode ini sebenarnya sangat penting karena bisa melihat kemunculan spesies kita sendiri (Homo sapiens) di Afrika dan kerabat terdekat kita Neanderthal (Homo neanderthalensis) di Eropa.
Namun, evolusi manusia dalam rentang periode ini kurang dipahami, masalah yang oleh ahli paleoantropologi disebut ”kekacauan di tengah”. Pengumuman Homo bodoensis diharapkan dapat memberikan kejelasan pada bab yang membingungkan, tetapi penting ini dalam evolusi manusia.
Sebelumnya, fosil-fosil ini telah ditetapkan secara bervariasi baik sebagai Homo heidelbergensis atau Homo rhodesiensis. ”Berbicara tentang evolusi manusia selama periode ini (Chibanian) menjadi tidak mungkin karena kurangnya terminologi yang tepat yang mengakui variasi geografis manusia,” kata Roksandic.
Baru-baru ini, bukti DNA telah menunjukkan bahwa beberapa fosil manusia yang ditemukan di Eropa dan disebut sebagai H. heidelbergensis sebenarnya adalah Neanderthal awal. Anggota tim peneliti, Xiu-Jie Wu dari Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology, Beijing, juga mengatakan, problem penamaan juga terjadi untuk menggambarkan fosil manusia yang ditemukan di Asia Timur. Lebih lanjut, fosil-fosil manusia di Afrika yang berasal dari periode Chibanian ini kadang-kadang disebut sebagai H heidelbergensis dan H rhodesiensis.
Pengumuman Homo bodoensis diharapkan dapat memberikan kejelasan pada bab yang membingungkan namun penting ini dalam evolusi manusia.
Kekacauan penamaan taksonomi, menurut Roksandic, juga terjadi dengan sejumlah penemuan fosil hominin di periode Pleistosen Tengah yang tidak dapat ditetapkan sebagai Homo erectus, H neanderthalensis, atau H sapiens awal, tetapi cenderung dikelompokkan ke dalam takson satu ukuran untuk semua ini. Kelompok ini kerap diberi nama yang lebih umum atau deskriptif seperti ”H sapiens kuno”, ”Homo Pleistosen pertengahan”, atau ”Homo sp”, tanpa banyak menjelaskan posisi evolusionernya.
Dari Bodo D\'ar
Dengan alasan-alasan tersebut, Roksandic dan tim mengusulkan nama baru, yaitu Homo bodoensis.
Nama ”bodoensis” berasal dari tengkorak yang ditemukan di Bodo D\'ar, Etiopia, dan spesies baru ini dianggap sebagai nenek moyang langsung manusia. Di bawah klasifikasi baru, H bodoensis akan meliputi sebagian besar manusia di era Pleistosen Tengah dari Afrika dan beberapa dari Eropa Tenggara.
Spesies H bodoensis tidak meliputi nenek moyang manusia modern yang lahir di Eurasia, yaitu Neanderthal dan Denisovans. Meskipun pada dasarnya spesies Afrika, H bodoensis mungkin telah memainkan peran dalam sejarah evolusi Levant dan Eropa.
Secara khusus, spesimen Pleistosen Tengah dari dua wilayah, yang kebanyakan terkonsentrasi di Mediterania timur, yang tidak menunjukkan sifat Neanderthal, seperti Mala Balanica (Serbia) dan beberapa spesimen dari Levant seperti Hazorea dan Nadaouiyeh Aïn Askar dapat dianggap sebagai H bodoensis.
Spesies baru H bodoensis ini, yang dideskripsikan berdasarkan spesimen Bodo dinilai bisa menggambarkan morfologi unik hominin Pleistosen Tengah Afrika yang meluas ke Mediterania timur yang berbeda dari H neanderthalensis dan mendahului kemunculan H sapiens.
Anggota tim penulis, Christopher Bae, dari Departemen Antropologi Universitas Hawai\'i, di Manoa, mengatakan, ”penggunaan nama H bodoensis bertujuan untuk memotong simpul Gordian dan memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan jelas tentang periode penting dalam evolusi manusia.”
Menurut Roksandic, menamai spesies baru adalah persoalan besar karena Komisi Internasional untuk Nomenklatur Zoologi mengizinkan perubahan nama hanya di bawah aturan yang ditetapkan dengan sangat ketat. ”Kami yakin yang satu ini akan bertahan lama, nama takson baru akan hidup hanya jika peneliti lain menggunakannya,” katanya.