Ketua Dewan GAVI: Dorong Transfer Teknologi untuk Kesetaraan Akses Vaksin Covid-19
Covax memiliki peran strategis dalam mendorong kesetaraan vaksin Covid-19 global. Ini juga yang selama ini turut diperjuangkan dalam diplomasi Indonesia.
Ketimpangan akses terhadap vaksin Covid-19 antarnegara masih terjadi. Padahal, vaksinasi menjadi salah satu kunci pengendalian pandemi penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru, SARS-CoV-2, tersebut. Karena itu, kesetaraan akses vaksin disuarakan banyak negara, termasuk Indonesia.
Dalam hal ini, GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization) atau Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi berperan besar dalam pembentukan Covax, sebuah mekanisme pengembangan, pengadaan, dan distribusi vaksin, obat, serta alat diagnosis Covid-19.
Untuk membahas lebih jauh tentang kesetaraan akses vaksin Covid-19, pada awal November 2021 Kompas mewawancarai Ketua Dewan GAVI Jose Manuel-Barosso secara tertulis. Berikut petikan wawancaranya:
Dunia menyambut baik dibentuknya Covax sebagai mekanisme global yang memberikan harapan akan akses vaksin Covid-19 yang setara. Namun, tekad Covax untuk menyediakan 2 miliar dosis vaksin bagi 20 persen populasi baru terealisasi 344 juta dosis. Mengapa ini terjadi?
Dengan 442 juta dosis vaksin yang telah didistribusikan ke 144 negara, Covax menjadi model paling efektif di dunia untuk mengakhiri fase akut pandemi Covid-19. Kami telah mendistribusikan lebih banyak vaksin dibandingkan dengan negara atau lembaga mana pun di dunia, kecuali China dan India.
Namun, itu masih jauh dari setara. Sangat tidak dapat diterima bahwa hari ini hanya 0,3 persen dosis vaksin yang disuntikkan di negara berpendapatan rendah, sementara dosis vaksin yang disuntikkan di negara berkembang dan maju 82 persen. Dunia tidak siap menghadapi pandemi dan ini tergambar dalam tantangan yang dihadapi Covax.
Ketika pendanaan Covax mulai masuk, negara-negara kaya telah terlebih dulu memesan vaksin. Larangan ekspor menghambat pemasok kunci. Belum lagi banyak industri farmasi kesulitan meningkatkan skala produksinya sesuai dengan kebutuhan. Itulah yang jadi kendala Covax mengamankan vaksin di awal.
Nasionalisme vaksin dan industri yang tidak memprioritaskan kebutuhan Covax telah menghancurkan kehidupan manusia. Kerugian yang ditimbulkan dari terhambatnya pasokan vaksin mencapai 2,3 triliun dollar AS. Menurut perhitungan Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Afrika (UNECA), kerugian akibat kehilangan produktivitas dari setiap satu bulan lockdown (karantina wilayah) di Afrika mencapai 29 miliar dollar AS.
Namun, kami yakin bisa menepati target. Saat ini, distribusi berjalan cepat. Apabila produsen dan negara-negara memberikan kami jalan, kami bisa menepati janji untuk menjangkau populasi rentan di negara berpendapatan rendah. Itu sebabnya, kami menanti pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga multinasional untuk meningkatkan usaha mereka mengatasi nasionalisme vaksin dan hambatan pasokan global.
Sangat tidak dapat diterima bahwa hari ini hanya 0,3 persen dosis vaksin yang disuntikkan di negara pendapatan rendah, sementara dosis vaksin yang disuntikkan di negara berkembang dan maju 82 persen.
Apa strategi Covax untuk meyakinkan negara-negara kaya agar berkomitmen penuh terhadap mekanisme Covax?
Di awal pandemi, kita belum tahu vaksin mana yang bakal efektif dan produksinya pun masih sedikit.
Sekarang, dunia sudah tidak kekurangan vaksin lagi. Negara kaya mendapatkan volume yang mereka keperluan bahkan berlebih. Itu sebabnya, mereka kerap mendonasikan kelebihan vaksinnya ke negara lain. Donasi vaksin dari negara kaya ini sekarang sudah mencapai lebih dari 150 juta dosis. Namun, donasi ini perlu lebih terencana, lebih cepat dikirimkan, dan lebih banyak volumenya.
Sebab, selama ini donasi vaksin dari negara kaya umumnya sedikit, mendadak, dan masa kedaluwarsanya pendek. Akibatnya, pengiriman ke negara yang membutuhkan perlu persiapan logistik yang besar.
Di sisi lain, kita masih butuh dukungan dari produsen. Covax sudah menandatangani pembelian empat miliar dosis vaksin. Negara-negara kaya bisa membantu kami dengan mendesak produsen untuk transparan dengan pesanan yang masuk sehingga Covax tahu bahwa tidak dikesampingkan.
Para produsen memutuskan untuk tidak memprioritaskan Covax. Artinya, mereka tidak memprioritaskan pasokan bagi mayoritas populasi dunia. Ini harus berubah.
Negara-negara yang sudah memesan vaksin lebih dulu dari Covax bisa membantu Covax dengan mendahulukan pesanan Covax untuk dipenuhi oleh produsen.
Pandemi Covid-19 menghadirkan banyak ketidakpastian. Ketergantungan pasokan vaksin Covax pada Serum Institute of India (SII) terganggu oleh lonjakan varian Delta sehingga distribusi ke banyak negara juga terganggu. Strategi mitigasi apa yang Covax siapkan untuk mengantisipasi hal seperti ini terjadi lagi?
Diversifikasi portofolio selalu menjadi prioritas Covax, khususnya di awal pendiriannya, mengingat belum pasti calon vaksin yang akan efektif. Dalam konteks pandemi, penting sekali untuk mendapatkan akses vaksin dalam jumlah besar. Dengan kapasitas produksi SII yang besar dan sebagian negara kaya sudah memborong calon vaksin wajar jika kemudian SII dirangkul untuk memenuhi kebutuhan pasokan vaksin Covax yang besar.
Kini, Covax memiliki portofolio vaksin Covid-19 terbesar di dunia dengan 11 vaksin dan calon vaksin serta memiliki kesepakatan yang mengikat untuk mengakses sekitar 4,5 miliar dosis vaksin.
Berdasarkan proyeksi terkini, SII hanya menyumbang sebagian kecil vaksin pada 2021. Kami pun sekarang melakukan diversifikasi pasokan agar disrupsi seperti terjadi di India tidak berdampak parah pada pemenuhan kebutuhan vaksin Covax.
Baca juga : Kelompok Negara Quad Bertekad Tandingi Diplomasi Vaksin China
Pada 2 Oktober 2020, India dan Afrika Selatan mengajukan proposal penghapusan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) vaksin, obat, diagnosis, dan teknologi kesehatan lain terkait Covid-19 selama pandemi hingga kekebalan kelompok terpenuhi kepada Organisasi Pedagangan Dunia (WTO). Para produsen vaksin dan sejumlah negara kaya menolak usulan ini. Sebagai salah satu pengelola Covax, apa yang GAVI lakukan untuk mendukung hal ini?
Berbagi HaKI vaksin hanya salah satu solusi dalam meningkatkan pasokan global. GAVI menyambut baik semua keputusan negara untuk menggunakan semua mekanisme yang ada dalam memperjuangkan kesetaraan vaksin. Komitmen negara-negara untuk menghapus larangan ekspor vaksin dan hambatan lainnya juga kami harapkan.
Jalan terbaik mengatasi pasokan global vaksin yang lebih besar dan lebih setara ialah melalui transfer teknologi. Dengan cara ini, industri yang vaksinnya dikembangkan di banyak negara menggunakan dana publik, berinvestasi dalam peningkatan produksi dan berbagi teknologi demi pemulihan ekonomi. Pendekatan kemitraan, seperti ini yang oleh Direktur Jenderal WTO sebagai ”jalan ketiga”, menjadi jalan tercepat meningkatkan produksi vaksin.
Oleh karena itu, kami mendesak semua negara untuk mendukung transfer teknologi untuk memastikan tidak hanya HaKI, tetapi juga pengetahuan pengembangan vaksin dipakai untuk meningkatkan produksi, baik dalam jangka menengah maupun bersiap untuk pandemi pada masa depan.
Baca juga : Diplomasi Kesehatan Global
Di tengah fokus untuk memberikan vaksin Covid-19 sebanyak mungkin pada populasi dunia, program vaksinasi penyakit lain tidak boleh terabaikan. Bagaimana strategi Gavi menghadapi kenyataan bahwa cakupan vaksinasi penyakit yang lain selama pandemi telah menurun?
Pandemi Covid-19 mendisrupsi semua pelayanan kesehatan. Akan tetapi, di tengah situasi ini, vaksinasi rutin anak relatif stabil. Laporan tahunan Gavi terbaru menunjukkan, cakupan imunisasi rutin turun 4 persen selama 2020.
Angka itu lebih rendah dari 2019. Walau sempat turun signifikan pada Maret-Mei 2020, kondisi ini telah pulih kembali. Ini menunjukkan kinerja yang baik pemerintah dan tenaga kesehatan di negara-negara miskin. Bahkan, cakupan imunisasi bulan Desember 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2019.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Data memperlihatkan bahwa ada 13,7 juta anak di 68 negara dukungan GAVI yang belum menerima satu pun imunisasi dasar. Banyak di antaranya yang tinggal di komunitas marjinal di daerah perdesaan, permukiman kumuh perkotaan, atau daerah konflik. Inilah yang jadi target utama GAVI tahun 2022 dan seterusnya.