Diabetes tidak terkontrol bisa memicu berbagai gangguan penyakit yang lebih serius, termasuk kebutaan. Deteksi dini dan penanganan komprehensif perlu dilakukan untuk menunjang kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diabetes melitus dapat memicu berbagai komplikasi penyakit yang lebih berbahaya. Salah satunya, gangguan pada kesehatan mata yang dapat berisiko hingga kebutaan. Melalui deteksi dini dan penanganan yang tepat risiko tersebut seharusnya bisa dicegah.
Direktur Utama RS Mata JEC Kedoya yang juga dokter mata spesialis dalam vitreoretina Referano Agustiawan di Jakarta, Selasa (16/11/2021), mengatakan, diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit yang terkait dengan pembuluh darah, termasuk penyakit pada mata. Pada kondisi ringan, diabetes dapat mengakibatkan mata kering, penglihatan berkabut, penglihatan ganda, katarak, dan glaukoma.
”Pada kondisi yang berat dapat sampai menyebabkan kebutaan. Penderita diabetes memiliki risiko menjadi buta sampai 25 kali lebih tinggi daripada yang tidak menderita diabetes,” tuturnya.
Dari seluruh kasus kebutaan pada penderita diabetes paling banyak disebabkan karena katarak dan retinopati diabetika. Gangguan ini seharusnya bisa dicegah apabila dilakukan deteksi dini dan kondisi diabetes terkontrol dengan baik.
Risiko gangguan mata pada pasien diabetes akan semakin besar seiring dengan lamanya diabetes yang diderita. Pada seseorang yang mengalami diabetes selama 10 tahun hampir 50 persen berisiko mengalami gangguan penglihatan. Sementara pada pasien yang sudah mengalami diabetes sampai 20 tahun, sebanyak 60 persen mengalami risiko gangguan penglihatan.
”Risiko gangguan penglihatan ini bahkan bisa mencapai 90 persen pada pasien diabetes usia anak. Seseorang yang sudah terdiagnosis diabetes pada usia muda akan lebih cepat mengalami perkembangan retinopati diabetika dibanding usia yang lebih tua. Ini terutama pada anak yang mengalami diabetes melitus tipe 1,” ujar Referano.
Oleh karena itu, ia menegaskan, deteksi dini merupakan kata kunci dari pencegahan kebutaan pada pasien diabetes. Setelah terdiagnosis diabetes, seseorang harus segera melakukan pemeriksaan lanjutan yang berkaitan dengan risiko komplikasi, termasuk pemeriksaan mata.
Pada kondisi yang berat dapat sampai menyebabkan kebutaan. Penderita diabetes memiliki risiko menjadi buta sampai 25 kali lebih tinggi daripada yang tidak menderita diabetes.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam JEC Eye Hospital and Clinics Bhanu Kumar mengatakan, penyakit diabetes memerlukan penanganan yang komprehensif. Selain pengobatan yang harus dilakukan secara rutin, pasien diabetes juga harus menjaga gaya hidup yang lebih sehat. Pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan sebagai langkah preventif dari risiko komplikasi yang lebih berat.
Orang dengan diabetes memerlukan terapi harian, pemantauan gula darah secara rutin, serta pola hidup yang sehat agar kondisi diabetesnya tetap terkontrol. Pasien juga harus dipastikan mendapatkan akses obat-obatan, perawatan, dan dukungan yang tidak terputus.
”Penanganan diabetes bukan hanya berfokus pada menjaga kadar gula, melainkan juga mencakup penatalaksanaan lain yang harus terimplementasi dengan disiplin. Pengidap diabetes memerlukan terapi harian, pemantauan gula darah secara rutin, serta pola hidup sehat untuk mencegah komplikasi penyakit yang lebih gawat,” tutur Bhanu.
Ia menambahkan, setidaknya ada lima pilar utama yang harus dilakukan dalam tatalaksana diabetes melitus. Pertama, pengaturan pola makan yang meliputi kandungan, kuantitas, dan waktu asupan. Kedua, aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi tubuh.
Ketiga, terapi farmakologi, seperti pemberian obat dan injeksi insulin. Keempat, edukasi yang berkelanjutan pada pasien, keluarga, ataupun pendamping. Kelima, pemantauan glukosa darah oleh dokter, baik lewat laboratorium maupun secara mandiri di rumah.
”Selain pengelolaan pada pasien diabetes, pencegahan dan deteksi dini menjadi lebih penting. Diabetes bisa dicegah. Kewaspadaan bisa mulai dilakukan sejak kondisi prediabetes,” kata Bhanu.
Seseorang disebut mengalami kondisi prediabetes jika kadar gula darah puasa sebesar 100-126 miligram per desiliter (mg/dL) dan kadar gula darah setelah makan 140-199 mg/dL. Sementara pada kondisi diabetes, apabila kadar gula puasa mencapai lebih dari 126 miligram per desiliter dan kadar gula darah setelah makan lebih dari 200 mg/dL.
Data terbaru International Diabetes Federation (IDF) pada 2021 menyebutkan, ada 19,46 juta orang di Indonesia menderita diabetes. Jumlah ini meningkat sampai 81,8 persen dibandingkan pada 2019. Dari jumlah itu, 73,7 persen di antaranya hidup dengan diabetes yang tidak terdiagnosis.