Kembangkan Sensor Kimia dan Biologi, Dosen Universitas Jember Masuk Jajaran Ilmuan Berpengaruh Dunia
Bambang Kuswandi meneliti dengan metode lab on tip, yaitu dengan memasang sensor tertentu di ujung pipet. Cara tersebut membuat seorang peneliti bisa mengetahui kandungan bahan yang ditelitinya dengan segera dan praktis.
Oleh
Angger Putranto
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prof Bambang Kuswandi masuk dalam daftar 58 ilmuwan asal Indonesia yang paling berpengaruh di dunia, versi Stanford University Amerika Serikat. Ia merupakan sosok di balik pengembangan sensor lab on tip yang terbukti lebih praktis bagi para peneliti.
Selain mengajar, Bambang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III Universitas Jember. Ia merupakan guru besar dan peneliti asal Fakultas Farmasi yang fokus pada pengembangan sistem sensor kimia dan biologi untuk obat, pangan, dan kesehatan.
Dalam siaran pers yang diterima Kompas di Jakarta, Kamis (28/10/2021), Bambang bersyukur karena sejumlah hasil penelitiannya dijadikan rujukan bagi para peneliti lain. ”Penghargaan ini jadi penyemangat bagi saya untuk lebih giat meneliti, dan bersyukur jika ternyata hasil penelitian saya dijadikan rujukan oleh peneliti lain,” ujar Bambang.
Bambang beserta 57 peneliti Indonesia masuk dalam 159.648 ilmuan dari berbagai negara yang dianggap berpengaruh di dunia versi Standford University. Pemeringkatan ilmuwan tersebut dituangkan dalam publikasi ilmiah bertajuk ”Data for Updated Science-Wide Author Databases of Standarized Citation Indicators”.
Pemeringkatan dibuat berdasarkan jumlah sitasi publikasi atas karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal bereputasi tingkat dunia sehingga makin banyak peneliti yang merujuk kepada suatu penelitian, maka penelitian yang dilakukan itu dinilai memberikan dampak luas bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bambang mengatakan, sudah ada 70 karya tulis ilmiah hasil penelitiannya mengenai sensor kimia dan biologi yang dimuat oleh berbagai jurnal ilmiah internasional. Ia mulai meneliti sensor kimia dan biologi semenjak menempuh kuliah pascasarjana di University of Manchester Institute of Science and Technology (UMIST) di Inggris tahun 1997.
”Saya lantas menjadikan kajian tentang sensor kimia dan biologi sebagai tema tesis dan disertasi. Ini saya pilih karena aplikasinya dibutuhkan oleh masyarakat luas dan pengembangannya tidak selalu memerlukan standar laboratorium yang canggih,” katanya.
Salah satu contoh sensor kimia yang ia kembangkan, antara lain sensor untuk mengetahui kesegaran ikan atau produk berbasis ikan seperti filet ikan. Dengan sensor tersebut, konsumen dapat mengetahui dengan gampang apakah produk yang dibelinya masih segar atau sudah tidak layak konsumsi.
”Sensor tersebut cukup ditempel di kemasan produk berbasis ikan atau bahkan daging. Jika sensor menunjukkan warna hijau, artinya ikan atau daging itu masih segar. Namun, bila muncul warna merah, artinya sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Sensor kimia tersebut tak hanya untuk ikan dan daging saja. Bambang mengatakan, ada pula sensor kimia untuk mengetahui apakah ada kandungan alkohol dalam sebuah produk makanan.
Di bidang kesehatan, Bambang juga mengembangkan Smart Pads. Produk ini merupakan pembalut wanita yang dipasangi sensor untuk menunjukkan kadar kreatinin penggunanya. Sementara untuk pria, pruduk dengan fungsi serupa dibentuk mirip alat tes kehamilan yang pemakaiannya dicelupkan ke urine. ”Dengan sensor tersebut maka pasien tidak perlu mengambil sampel darah untuk keperluan tes kesehatan,” ungkapnya.
Saat ini Bambang melakukan penelitian menggunakan metode lab on tip, yaitu dengan memasang sensor tertentu di ujung pipet. Cara tersebut membuat seorang peneliti bisa mengetahui kandungan bahan yang ditelitinya dengan segera.
”Alat ini bisa dipakai peneliti yang ingin mengetahui kandungan pestisida dalam sayur atau buah. Sesaat setelah dicelupkan di sampel yang sudah disiapkan, sensor yang ada di ujung pipet akan memberikan informasi apakah ada kandungan pestisida atau tidak. Cara ini sangat praktis karena tidak perlu membawa sample ke laboratorium,” tutur Bambang.
Prestasi yang diraih Bambang disambut dengan penuh rasa bangga oleh Rektor Universitas Jember Iwan Taruna. Ia berharap capaian Bambang bisa menjadi contoh bagi dosen-dosen lainnya.
”Universitas Jember terus berusaha mendorong makin banyak peneliti dari civitas akademika ini yang tampil di tataran dunia. Salah satu caranya dengan mendorong para dosen untuk memperbanyak hasil penelitian yang dimuat di jurnal internasional,” kata Iwan.
Ia juga berharap hasil penelitian yang dimuat di jurnal-jurnal internasional tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri dan berdampak bagi masyarakat luas. Universitas Jember juga terus berupaya berbagai hibah penelitian dan memfasilitasi kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri.