Mamut Punah karena Perubahan Iklim, Bukan karena Diburu
Hasil penelitian menunjukkan perubahan iklim bisa menyebabkan kepunahan, seperti sepupu gajah modern, mamut. Jika spesies tersebut punah atau hilang, tidak ada jalan baginya untuk kembali.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama lima juta tahun, mamut berbulu berkeliaran di bumi sampai mereka menghilang untuk selamanya hampir 4.000 tahun lalu. Riset terbaru menemukan, kepunahan sepupu gajah modern ini disebabkan oleh perubahan iklim. Ini menunjukkan perubahan iklim bisa memusnahkan spesies, yang bisa berulang di masa depan.
Mamut pernah hidup berdampingan dengan manusia purba dan merupakan makanan pokok mereka. Kerangka mereka digunakan untuk membangun tempat perlindungan, tombak diukir dari gading raksasa mereka, karya seni yang menampilkan mereka dilukis di dinding goa, dan 30.000 tahun lalu, alat musik tertua yang diketahui, seruling, terbuat dari tulang raksasa mamut.
Selama lima juta tahun binatang besar ini berevolusi dan melewati beberapa Zaman Es. Selama periode es ini, kawanan mamut, selain rusa kutub, dan badak menumbuhkan bulu untuk beradaptasi dengan kondisi dingin dan bersalju, hingga tiba-tiba punah sekitar 4.000 tahun lalu.
Betapa perubahan iklim bisa menyebabkan kepunahan, dan sekali sesuatu hilang, tidak ada jalan untuk kembali.
Sebelumnya, para peneliti menduga kepunahan mamalia ini disebabkan oleh perburuan manusia. Namun, proyek penelitian 10 tahun, yang diterbitkan di Nature pada Kamis (21/10/2021), menemukan fakta lain.
Kajian ini dipimpin oleh Prof Eske Willerslev, anggota St John’s College, Universitas Cambridge, dan Direktur The Lundbeck Foundation GeoGenetics Centre, Universitas Kopenhagen. Tim menggunakan sekuensing DNA untuk menganalisis sisa-sisa tumbuhan dan hewan di lingkungan, termasuk urine, kotoran, dan sel kulit, yang diambil dari sampel tanah yang dikumpulkan selama periode 20 tahun dari situs di Kutub Utara di mana sisa-sisa mamut ditemukan.
Pengaruh lanskap
”Para ilmuwan telah berdebat selama 100 tahun tentang mengapa mamut punah. Manusia telah disalahkan karena hewan telah bertahan selama jutaan tahun tanpa perubahan iklim membunuh mereka sebelumnya, tetapi ketika mereka hidup bersama manusia, mereka tidak bertahan lama,” kata Willerslev.
Menurut Willerslev, timnya akhirnya dapat membuktikan bahwa bukan hanya perubahan iklim yang menjadi masalah. Namun, kecepatan perubahan iklim juga menjadi penyebab akhir mamut tidak dapat beradaptasi dengan cukup cepat ketika lanskap berubah secara dramatis dan makanan mereka menjadi langka.
”Saat iklim memanas, pepohonan dan tanaman lahan basah mengambil alih dan menggantikan habitat padang rumput mamut. Dan kita harus ingat bahwa ada banyak hewan di sekitar yang lebih mudah diburu daripada mamut berbulu raksasa yang bisa tumbuh setinggi bus tingkat,” katanya.
Meskipun dingin, banyak vegetasi tumbuh untuk menjaga berbagai spesies hewan tetap hidup seperti rumput, bunga, tanaman, dan semak kecil semuanya akan dimakan oleh mamut. Mereka sangat besar karena mereka membutuhkan banyak makanan.
Mamut dapat menempuh jarak yang setara dengan berkeliling dunia dua kali selama hidup mereka dan catatan fosil menunjukkan mereka hidup di semua benua kecuali Australia dan Amerika Selatan. Populasi fauna ini diketahui awalnya bertahan dari akhir Zaman Es terakhir di kantong-kantong kecil di lepas pantai Siberia dan Alaska, di Pulau Wrangel dan Pulau St Paul, tetapi penelitian menemukan bahwa mereka sebenarnya hidup lebih lama di tempat lain.
Sebagai bagian dari proyek, tim juga mengurutkan DNA dari 1.500 tanaman Arktik untuk pertama kalinya untuk dapat menarik kesimpulan yang signifikan secara global ini.
Yucheng Wang, penulis pertama makalah ini dari Departemen Zoologi, Universitas Cambridge, mengatakan, ”Zaman Es terbaru—disebut Pleistosen—berakhir 12.000 tahun lalu ketika gletser mulai mencair dan populasi mamut menurun. Diperkirakan mamut mulai punah saat itu, tetapi kami juga menemukan bahwa mereka benar-benar bertahan melampaui Zaman Es, semuanya di berbagai wilayah Arktik dan hingga Holosen—waktu yang kita jalani saat ini—jauh lebih lama dari yang disadari para ilmuwan.”
Tim peneliti juga memperbesar detail rumit dari DNA lingkungan dan memetakan penyebaran populasi mamalia ini. Itu menunjukkan bagaimana hasilnya menjadi lebih kecil dan lebih kecil dan keragaman genetik mereka juga semakin kecil, yang membuat mereka semakin sulit untuk bertahan hidup.
”Ketika iklim menjadi lebih basah dan es mulai mencair, itu menyebabkan pembentukan danau, sungai, dan rawa-rawa. Ekosistem berubah dan biomassa vegetasi berkurang dan tidak akan mampu menopang kawanan mamut. Kami telah menunjukkan bahwa perubahan iklim, khususnya curah hujan, secara langsung mendorong perubahan vegetasi—manusia sama sekali tidak berdampak pada mereka berdasarkan model kami,” katanya.
Manusia hidup bersama mamut berbulu setidaknya selama 2.000 tahun. Mereka bahkan masih ada saat piramida sedang dibangun di Mesir. Hilangnya fauna ini adalah kisah kepunahan besar terakhir yang terjadi secara alami karena perubahan iklim.
Willerslev mengatakan, ”Ini adalah pelajaran nyata dari sejarah dan menunjukkan betapa perubahan iklim bisa menyebabkan kepunahan, dan sekali sesuatu hilang, tidak ada jalan untuk kembali. Curah hujan adalah penyebab kepunahan mamut berbulu melalui perubahan pada tumbuhan. Perubahan terjadi begitu cepat sehingga mereka tidak bisa beradaptasi dan berevolusi untuk bertahan hidup.”
Kajian ini juga menunjukkan dampak perubahan cuaca yang dramatis bisa sangan serius bagi keperlanjutan spesies di Bumi. Fenomena ini bisa kembali terjadi dengan tren perubahan iklim yang dipicu faktor antroposentris sejak beberapa dekade terakhir.