Deteksi Dini Kanker Payudara Tiga Negatif Naikkan Angka Harapan Hidup
Kanker payudara termasuk kanker yang paling banyak diderita penduduk Indonesia. Sementara itu, kanker payudara subtipe tiga negatif (TNBC) termasuk jenis kanker yang sulit diobati.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kanker payudara tiga negatif atau triple negative breast cancer/TNBC menjadi salah satu subtipe kanker payudara yang sulit diobati. Padahal, jumlah kasusnya mencapai 10-20 persen dari total kasus kanker payudara. Pemahaman publik tentang deteksi TNBC sejak dini perlu diperkuat untuk memperbesar angka kelangsungan hidup.
Kanker dikategorikan sebagai TNBC jika sel-sel kanker tidak memiliki reseptor estrogen dan progesteron serta tidak memproduksi protein HER2. TNBC lebih agresif dibanding kanker subtipe lain. Sel kanker dapat tumbuh dengan cepat, bahkan tumbuh kembali walau pasien sudah berobat.
TNBC biasanya sudah menyebar dalam tubuh ketika ditemukan. Dokter spesialis penyakit dalam hematologi dan onkologi Ami Ashariati mengatakan, kebanyakan pasien terlambat berobat. Padahal, semakin dini TNBC ditemukan dan diobati, tingkat kesintasan pasien semakin tinggi.
”Jika pengobatannya tepat dan TNBC ditemukan sejak stadium awal, kelangsungan hidup pasien bisa mencapai lebih dari 95 persen dalam lima tahun,” kata Ami pada diskusi daring, Kamis (21/10/2021).
Menurut data Program Surveilans, Epidemiologi, dan Hasil Akhir (SEER) dari The American Cancer Society, tingkat kelangsungan hidup lima tahun pasien TNBC mencapai 77 persen. Namun, jika pasien mengalami TNBC stadium lanjut dengan metastasis, tingkat kelangsungan hidup lima tahun turun menjadi 12 persen.
Adapun TNBC sulit diobati karena belum ada terapi yang benar-benar tepat. Meski demikian, perkembangan medis memungkinkan adanya obat ataupun terapi untuk TNBC.
Ami mengatakan, rata-rata TNBC dialami perempuan muda berusia di bawah 40 tahun. Salah satu alasannya karena pola hidup yang tidak sehat. Selain itu, orang muda cenderung terpapar stres dalam jangka waktu panjang.
”Selain usia, faktor risiko lain adalah riwayat kanker sebelumnya dan riwayat di keluarga. Orang yang memiliki kakak, adik, atau ibu dengan TNBC berisiko empat kali lebih tinggi (terhadap TNBC). Namun, belum tentu orang itu akan kena kanker,” kata Ami. ”Sebaliknya, ada kalanya orang yang tidak punya faktor risiko bisa kena kanker payudara,” tambahnya.
Jika pengobatannya tepat dan TNBC ditemukan sejak stadium awal, kelangsungan hidup pasien bisa mencapai lebih dari 95 persen dalam lima tahun.
Kelola risiko
Pola hidup tidak sehat, seperti konsumsi makanan tidak bergizi, konsumsi minuman beralkohol, dan merokok, juga menjadi faktor risiko terjadinya kanker.
Sebaliknya, risiko kanker dapat dikelola dengan menerapkan pola hidup sehat. Individu diperbolehkan makan makanan yang diinginkan, tetapi tidak boleh berlebihan. Makanan yang dikonsumsi juga harus bergizi seimbang.
Ami juga mendorong agar individu bijak mengelola stres karena stres dapat menurunkan daya tahan tubuh. Stres jangka panjang pun dinilai sebagai kontributor kanker.
Orang yang memiliki faktor risiko kanker sangat dianjurkan untuk secara rutin memeriksakan diri, baik mandiri maupun ke dokter. Gejala TNBC serupa dengan jenis kanker payudara lain, seperti ada benjolan baru di payudara atau ketiak, penebalan atau pembengkakan di payudara, iritasi di kulit payudara, nyeri di area puting, perubahan ukuran atau bentuk payudara, serta keluar cairan selain ASI dari puting.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Aru Wisaksono Sudoyo mengatakan, kanker payudara merupakan jenis kanker dengan angka kejadian tertinggi di dunia dan Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena jika terlambat diobati, pengobatan akan sulit dan mahal.
”Kami berharap masyarakat melakukan pencegahan kanker dengan menerapkan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini kanker. Sebab, kanker yang ditemukan dalam stadium dini mudah diobati, bahkan bisa sembuh,” kata Aru.
Sementara itu, Managing Director Merck Sharp and Dohme (MSD) Indonesia George Stylianous menyampaikan, MSD berkomitmen mengevaluasi pengobatan inovatif kanker berdasarkan imunoterapi. Kerja sama dengan YKI ia harap dapat meningkatkan kesadaran publik terhadap kanker payudara.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, kasus baru kanker payudara di dunia mencapai lebih dari 2,2 juta kasus dengan angka kematian mencapai 684.996 kasus.
Sementara itu, kasus baru kanker payudara di Indonesia mencapai 65.858 kasus dengan 22.430 kasus kematian. Dibandingkan dengan jenis kanker lain, kanker payudara paling banyak diderita masyarakat.