Upaya Negara G-20 Belum Sesuai dengan Peta Jalan Penurunan Emisi
Hasil Laporan Transparansi Iklim menunjukkan negara anggota G-20 belum sepenuhnya menetapkan upaya ataupun target yang ambisius sesuai dengan peta jalan penurunan emisi 1,5 derajat celsius.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Kompas/Priyombodo
Foto udara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ropa di Desa Keliwumbu, Kecamatan Mourole, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Kamis (7/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara G-20 belum sepenuhnya menetapkan upaya ataupun target yang ambisius sesuai dengan peta jalan penurunan emisi untuk mencegah kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat celsius. Khusus untuk Indonesia, tidak adanya target yang ambisius dalam dokumen kontribusi nasional akan membuat emisi mencapai 1.817 megaton setara karbon dioksida pada 2030.
Hal tersebut terangkum dalam Laporan Transparansi Iklim 2021 yang disusun oleh para ahli dari 16 organisasi mitra mayoritas negara G-20. Laporan yang dirilis Kamis (14/10/2021) ini disebut sebagai tinjauan tahunan paling komprehensif tentang aksi iklim negara-negara G-20 dan transisi mereka ke ekonomi nol emisi bersih (net zero emission).
Tinjauan dalam Laporan Transparansi Iklim ini didasarkan pada 100 indikator untuk adaptasi, mitigasi, dan keuangan. Adanya ringkasan dan 20 profil negara memungkinkan laporan tersebut menjadi alat referensi yang jelas bagi para pembuat keputusan.
Hasil laporan menunjukkan Indonesia menghasilkan 82 persen listriknya dari bahan bakar fosil pada tahun 2020.
Tidak adanya target penurunan emisi gas rumah kaca yang lebih ambisius negara G-20 ditunjukkan dari pembaruan dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (updated NDC) sesuai Kesepakatan Paris 2015 yang dikirimkan dan diumumkan hingga April 2021. Padahal, laporan mencatat bahwa negara G-20 dapat berkontribusi menurunkan emisi hingga 23 gigaton setara karbon dioksida jika mereka memperkuat NDC dan mencapai target nol emisi pada 2050.
Kompas/Priyombodo
Tongkang-tongkang bermuatan batubara melintas di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (8/3/2021).
Kepala peninjau Laporan Transparansi Iklim Justine Holmes mengemukakan, upaya penurunan emisi mayoritas negara G-20 juga masuk kategori ”sangat tidak cukup”. Negara-negara yang masuk kategori tersebut di antaranya Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, India, Indonesia, Meksiko, dan Korea Selatan.
Inggris merupakan satu-satunya negara anggota G-20 dengan target domestik yang sesuai dengan peta jalan penurunan emisi. Namun, secara keseluruhan, upaya yang dilakukan Inggris baru masuk kategori ”hampir cukup”.
Guna mencapai penurunan emisi sesuai yang ditetapkan, semua anggota G-20 kembali didorong untuk memperkuat kebijakan serta aksi iklim lainnya sebelum Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-26 (COP 26 UNFCCC) yang diselenggarakan bulan depan. Negara-negara maju juga perlu meningkatkan kontribusi pendanaan iklim untuk membantu aksi iklim negara-negara berkembang.
Khusus untuk Indonesia, tidak adanya target yang ambisius dalam dokumen NDC akan membuat emisi mencapai 1.817 megaton setara karbon dioksida pada 2030. Agar kenaikan suhu Bumi tidak melebihi batas 1,5 derajat celsius, pada 2030 Indonesia harus menjaga emisi tetap berada di angka 461 megaton setara karbon dioksida.
Kompas
Laporan Transparansi Iklim. Tidak adanya target yang ambisius dalam dokumen NDC akan membuat emisi mencapai 1.817 megaton setara karbon dioksida pada 2030.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyoroti upaya penurunan emisi Indonesia di sektor energi. Hasil laporan menunjukkan Indonesia menghasilkan 82 persen listriknya dari bahan bakar fosil pada tahun 2020. Bauran listrik Indonesia didominasi oleh batubara sebanyak 62 persen.
”Indonesia merupakan eksportir batubara global utama dan memproduksi batubaranya dengan berbagai subsidi serta pembiayaan publik. Penghapusan subsidi bahan bakar fosil akan membantu mempercepat transisi energi ini,” katanya.
Laporan ini juga merekomendasikan sejumlah upaya dan peluang utama yang dapat dilakukan Indonesia untuk menurunkan emisi. Selain menghapus subsidi bahan bakar fosil, Indonesia dinilai perlu meningkatkan penggunaan kendaraan listrik dan biofuel berkelanjutan serta meningkatkan pangsa energi terbarukan.