Informasi yang Tepat Penting bagi Pendidikan Calon Imam
Tanpa disadari, para imam dan frater juga menjadi pemengaruh (”influencer”). Para imam dan frater punya pengaruh bagi umat, karena itu mereka juga harus benar dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi.
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemajuan teknologi tak jarang diikuti dengan banjir informasi. Kemampuan memilih dan memilah informasi yang tepat penting bagi para imam dan calon imam Gereja Katolik karena mereka kerap jadi rujukan bagi umat.
Sadar akan kebutuhan tersebut Garudafood bekerja sama dengan harian Kompas dan Seminari Tinggi Interdiocessan San Giovanni XXIII Malang menggelar Literasi Digital bertajuk ”Banjir Informasi, Memilah Hoax dan Fake News”. Pada kesempatan tersebut Garudafood juga menyumbangkan ratusan akses berlangganan Kompas.id kepada para pastor dan frater (calon imam) di Komunitas Seminari Tinggi Interdiocessan San Giovanni XXIII Malang.
Rektor Seminari Tinggi Interdiocessan San Giovanni XXIII Malang Tri Wardoyo CM mengatakan, sebelum ditahbiskan menjadi imam, para frater dibekali dengan ilmu filsafat. Filsafat tersebut menjadi alat bantu atau pisau untuk menganalisis informasi yang diterima.
”Kemampuan menyerap dan menganalisis berita sangat penting saat ini. Tak jarang para imam dan para frater mendapat informasi langsung membagikan informasi tersebut tanpa memastikan kebenarannya. Bahkan, ada yang menjadikannya bahan khotbah,” ungkapnya.
Akses kepada informasi yang benar, lanjut Wardoyo, juga diperlukan para imam dan calon imam. Dengan mendapatkan informasi yang benar, khotbah yang diwartakan kepada umat berdasarkan data dan fakta.
Hal senada disampaikan Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Haryo Damardono. ”Tanpa disadari para imam dan frater juga menjadi pemengaruh (influencer). Para imam dan frater punya pengaruh bagi umat, karena itu mereka juga harus benar dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi,” ujarnya.
Haryo mengatakan, kerap kali saat mendapatkan banyak mendapat informasi, kita tidak tambah paham, tetapi justru tambah bingung. Belum lagi bila informasi yang didapatkan adalah informasi yang salah.
Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, 44 persen masyarakat mengaku menerima berita hoaks tiap minggu. Namun, hanya sekitar 47 persen yang berusaha mengecek kebenaran informasi tersebut dengan merujuk ke media yang tepercaya.
Melihat fakta itu, harian Kompas melalui Kompas.id mencoba hadir sebagai filter tepercaya yang menyaring informasi untuk disuguhkan kepada pembaca. Salah satu yang membuat informasi di Kompas.id merupakan informasi tepercaya ialah karena proses pencarian informasi, data, berita, dan cerita dilakukan secara presisi.
”Kami pernah menuliskan laporan investigasi masker palsu. Apa yang kami lakukan? Kami memesan ratusan masker dari lokapasar, lalu membawanya ke laboratorium dan menyakan kepada para ahli tentang temuan kami. Ini kami lakukan agar produk jurnalistik kami benar-benar berasal dari sumber yang tepat,” tutur Haryo.
Ia menambahkan, produk jurnalistik Kompas juga bermutu karena proses berjenjang yang harus dilalui sebelum informasi itu sampai kepada pembaca. Seorang wartawan tidak bisa mengunggah sendiri tulisan dari liputan yang ia lakukan.
”Setiap tulisan wartawan harus melalui editor, penyelaras bahasa, dan sunting sebelum akhirnya dibaca masyarakat luas. Dengan demikian, seorang penggemar tim sepak bola Liverpool tidak bisa seenaknya memuja-muja tim idolanya lalu menulis dan memublikasikan beritanya sendiri,” ujar Haryo.
Direktur Garudafood Johannes Setiadharma menyebut, pihaknya mendukung upaya harian Kompas melalui Kompas.id untuk meningkatkan litrerasi digital kepada generasi muda.
”Dengan literasi digital, lahirlah penerus bangsa yang cakap dan mantab dalam mengakses informasi yang berkualitas. Bagaimanapun, informasi yang tepat dapat meningkatkan produktivitas dan menciptakan sumber daya manusia yang baik,” tuturnya.