Hadiah Nobel Fisika 2021 diberikan kepada tiga ilmuwan yang memberi landasan ilmiah agar kita bisa memahami sistem iklim yang kompleks.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
STOCKHOLM, SELASA — Tiga ilmuwan mendapatkan Hadiah Nobel Fisika atas kontribusi mereka menguak fenomena iklim yang sebelumnya tampak kompleks, kacau, dan acak. Mereka adalah Syukuro Manabe dan Klaus Hasselmann yang meletakkan dasar pengetahuan manusia tentang iklim bumi dan bagaimana manusia memengaruhinya serta Giorgio Parisi atas kontribusi revolusionernya pada teori materi yang tidak teratur dan proses acak.
Manabe (90) berasal dari Princeton University (AS), Hasselmann (89) dari Max Planck Institute for Meteorology (Jerman), serta Parisi (73) dari Sapienza University (Italia). Pengumuman Hadiah Nobel Fisika disampaikan di Stockholm, Swedia, Selasa (5/10/2021), dan disiarkan secara virtual.
Manabe dan Hasselmann mendapat penghargaan Nobel Fisika atas jasanya mengembangkan permodelan fisika untuk menyingkap iklim Bumi, kuantifikasi variabilitas, dan prediksi pemanasan global. Sementara Parisi dinilai berjasa dalam menemukan interaksi gangguan dan fluktuasi dalam sistem fisika dari skala atom hingga planet.
Jelas bahwa untuk generasi mendatang, kita harus bertindak sekarang guna mengatasi perubahan iklim dengan cara yang sangat cepat dan tidak ada lagi penundaan.
Ketua Komite Nobel untuk Fisika Thors Hans Hansson mengemukakan, penghargaan Nobel bidang fisika tahun ini menunjukkan bahwa segala pengetahuan tentang iklim Bumi sangat bertumpu pada landasan ilmiah yang kuat. Mengetahui iklim Bumi juga memerlukan analisis pengamatan hingga permodelan yang sangat kompleks.
”Banyak orang percaya bahwa fisika hanya tentang fenomena yang sederhana dan teratur. Namun, fisika sebenarnya lebih dari itu. Salah satu tugas dasar fisika adalah menjelaskan fenomena dan proses yang kompleks ini, seperti bagaimana proses penyusunan kaca maupun perkembangan iklim Bumi,” ujarnya.
Menurut ahli dari Potsdam University, Jerman, Stefan Rahmstorf, model iklim berbasis fisika sangat memungkinkan untuk memprediksi jumlah dan kecepatan tingkat pemanasan global. Hal ini termasuk memprediksi kejadian kenaikan air laut, peningkatan curah hujan ekstrem, dan badai yang lebih besar.
Iklim Bumi merupakan sistem yang sangat kompleks dan tidak teratur. Namun, berkat ketekunan dan landasan teori dari ketiga peraih Nobel Fisika tahun ini, mereka dapat membantu ilmuwan di dunia dalam memahami ketidakteraturan ini dan menggambarkan sistemnya serta memprediksi iklim untuk jangka panjang.
Manabe yang merupakan ahli meteorologi dan klimatologi kelahiran Jepang berhasil menunjukkan proses kenaikan suhu di permukaan Bumi akibat peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer. Pada 1960-an, Manabe memimpin pengembangan model fisika iklim Bumi dan menjadi orang pertama yang mengeksplorasi interaksi antara keseimbangan radiasi dan transportasi vertikal massa udara. Hasil studi dari Manabe kemudian menjadi dasar untuk pengembangan model iklim saat ini.
Satu dekade berselang, Hasselmann kemudian mengembangkan model fisika yang menghubungkan antara iklim dan cuaca. Studi ini berhasil membuktikan bahwa suatu permodelan dapat menjadi dasar untuk mengetahui segala sesuatu terkait iklim meskipun cuaca kerap berubah dan tidak pasti.
Sementara untuk Parisi, Komite Nobel menyebut bahwa penemuannya merupakan sebuah kontribusi yang paling penting untuk mendedah sistem iklim yang sangat kompleks. Jasa ketiga ilmuwan ini pada akhirnya memungkinkan semua orang dapat memahami dan menggambarkan berbagai fenomena tidak hanya dari bidang fisika, tetapi juga matematika, biologi, ilmu saraf, dan mesin.
Ancaman besar
Ketiga ilmuwan telah bekerja untuk memahami sistem alam yang sangat kompleks tentang iklim sejak beberapa dekade silam. Bahkan, mereka telah berusaha menyingkap fenomena perubahan dan pengaruhnya jauh sebelum krisis iklim yang terjadi saat ini digaungkan. Dari hasil pekerjaan mereka, semua pihak menyadari bahwa perubahan iklim dan kenaikan suhu global merupakan ancaman besar yang harus segera dihentikan untuk menyelamatkan jutaan makhluk di Bumi.
Saat konferensi pers seusai penerimaan Nobel, Parisi mengatakan, upaya setiap negara mengambil keputusan untuk mengatasi perubahan iklim sangat mendesak dilakukan. ”Jelas bahwa untuk generasi mendatang, kita harus bertindak sekarang guna mengatasi perubahan iklim dengan cara yang sangat cepat dan tidak ada lagi penundaan,” katanya.
Suhu rata-rata global akan naik 2,7 derajat celsius pada akhir abad jika negara-negara di dunia tidak mencapai target penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris 2015. Dari laporan terbaru Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCC), perubahan iklim akan memicu kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan bencana hidrometeorologi lainnya yang lebih ekstrem. Kota-kota pesisir juga akan terancam tenggelam akibat kenaikan air laut.
”Ada banyak hal yang perlu dipahami tentang cuaca dan efeknya. Inilah pekerjaan penting yang saya, Manabe, dan Hasselmann lakukan. Namun, yang jelas, efek perubahan iklim adalah akan memancarkan lebih banyak energi ke atmosfer. Jika hal ini terus terjadi, kemungkinan akan membuat kejadian ekstrem semakin meningkat dengan sangat cepat,” ucapnya.
Penghargaan Nobel di bidang fisika sering menjadi pusat perhatian karena karya dari para ilmuwan kerap menjadi terobosan besar untuk memahami misteri alam semesta yang belum terpecahkan. Peraih Nobel Fisika juga banyak yang menjadi sosok penting dalam bidang sains, seperti Albert Einstein dan pasangan Pierre Curie-Marie Curie yang meneliti fenomena radiasi.
Penghargaan Nobel Fisika tahun lalu diberikan kepada peneliti lubang hitam, yakni Roger Penrose dari University of Oxford, Reinhard Genzel dari Max Planck Institute dan University of California, serta Andrea Ghez dari University of California. Mereka dianggap berjasa dalam upaya menyingkap lubang hitam sebagai salah satu entitas paling misterius di alam semesta ini.