Semakin dini kanker payudara terdeteksi, semakin banyak pula pilihan terapi yang bisa dijalani pasien. Hal ini dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu kedokteran.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan dunia medis memungkinkan pasien kanker payudara memilih terapi yang tepat, efisien, dan sesuai kebutuhan. Semakin dini kanker dideteksi, semakin beragam pula jenis terapi yang dapat dipilih pasien. Namun, terapi harus menyesuaikan stadium dan sifat sel kanker.
Dokter spesialis bedah onkologi dari Rumah Sakit Metropolitan Medical Care (RS MMC) Jakarta, Farida Briani Sobri, mengatakan, pembedahan kanker payudara berkembang pesat selama 30 tahun terakhir. Perkembangan itu memungkinkan opsi konservasi payudara.
”Anggapan bahwa penderita kanker payudara hanya memiliki satu payudara sudah tidak sepenuhnya benar, kecuali itu yang diinginkan pasien,” kata Farida pada diskusi daring, Sabtu (2/10/2021).
Dulu, kanker payudara identik dengan operasi mengangkat seluruh payudara atau mastektomi. Kini, ada lumpektomi atau operasi konservasi payudara (breast conserving surgery/ BCS), yaitu mengangkat sebagian payudara yang terdapat kanker atau jaringan abnormal.
Di samping itu, pasien juga dapat memilih bedah onkoplastik, yaitu rekonstruksi payudara setelah lumpektomi. Rekonstruksi itu diharapkan membuat penyintas kanker tetap merasa utuh dan percaya diri. ”Ini bisa dilakukan jika sejak awal pasien tidak langsung melakukan operasi,” kata Farida.
Anggapan bahwa penderita kanker payudara hanya memiliki satu payudara sudah tidak sepenuhnya benar, kecuali itu yang diinginkan pasien
Menurut dia, memilih terapi kanker payudara akan semakin akurat apabila dokter melakukan diagnosis patologis terhadap pasien dengan biopsi. Diagnosis patologis dinilai lebih akurat daripada diagnosis melalui ultrasonografi (USG), positron emission tomography (PET) scan, ataupun pencitraan resonansi magnetik (MRI).
Ada beberapa macam metode biopsi yang dapat dijalankan pasien. Biopsi jarum halus diperkenalkan kepada publik pada 1990-an, tetapi kini tidak direkomendasikan karena akurasinya rendah.
Ahli onkologi di dunia merekomendasikan biopsi dengan metode jarum inti. Apabila metode ini dikombinasikan dengan panduan hasil USG, akurasi deteksi kanker yang didapat naik hingga 97-99 persen. Hasil negatif palsunya pun kecil.
”Keuntungan biopsi dengan metode ini adalah prosedurnya memakan waktu singkat dan hemat biaya. Selain itu, paparan pasien terhadap lingkungan lebih minim dibandingkan biopsi terbuka. Pasien yang mengonsumsi obat pengencer darah dan perempuan hamil juga bisa segera dibiopsi tanpa persiapan khusus,” ucap Farida.
Mitos bahwa biopsi memperparah penyakit kanker tidak benar. Biopsi tidak akan mengubah sifat tumor pada pasien. Kekhawatiran penyebaran sel kanker tidak akan terjadi apabila biopsi dilakukan sesuai standar medis terkini.
Dokter onkologi RS MRCC Siloam Jakarta, Jeffry Beta Tenggara, mengatakan, kanker payudara adalah jenis kanker yang model pengobatannya paling lengkap, mulai dari operasi, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, hingga terapi target. Penanganan kanker tergantung beberapa hal, antara lain, subtipe kanker, stadium, kondisi dan preferensi pasien, serta mutasi gen. Beberapa subtipe kanker payudara adalah kanker hormonal dan human epidermal growth factor receptor 2-positive (HER2-positif).
Banyaknya opsi pengobatan ini baru tersedia jika kanker dapat dideteksi dini. Namun, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang berobat ketika sudah stadium lanjut. Pandemi Covid-19 pun dikhawatirkan menghambat penanganan pasien.
”Kanker stadium lanjut tetap bisa diterapi. Jangan patah semangat dan jangan putus harapan. Penting untuk tidak menunda terapi dan memilih terapi yang optimal di setiap lini,” ucap Jeffry.
Data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020 menyatakan, ada lebih dari 2,2 juta kasus kasus baru kanker payudara di dunia dengan 684.996 kasus kematian.
Kanker payudara adalah jenis kanker yang paling banyak diderita penduduk Indonesia dibandingkan jenis kanker lain. Kasus baru kanker payudara mencapai 65.858 kasus dengan 22.430 kematian.
Ketua Harian Cancer Information and Support Center (CISC) Sri Suharti mengatakan, mulanya sulit bagi penderita kanker payudara menerima kondisinya. Mitos-mitos tentang kanker pun menyulitkan pasien mengambil keputusan yang tepat dan bersifat medis.
”Berada di komunitas mendorong kita belajar fakta medis dan berkonsultasi dengan dokter. Itu adalah cara kita untuk terus melangkah dan meraih harapan,” katanya.