Kematian akibat kanker payudara di Indonesia tinggi dibandingkan di dunia. Saat ini ada terapi untuk kanker payudara HER2 positif yang diharapkan ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional demi menurunkan angka kematian.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·6 menit baca
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak di dunia. Tahun 2020, menurut Global Cancer Observatory 2020 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 684.996 kematian akibat kanker payudara di seluruh dunia. Di tahun yang sama, ada 65.858 kasus baru kanker payudara dengan 22.430 kematian di Indonesia. Sebagian besar penderita kanker payudara berada di usia produktif, 25-55 tahun.
Angka harapan bertahan hidup (kesintasan) selama lima tahun di tingkat dunia untuk stadium dini, 86-99 persen. Namun, di Indonesia, hanya dalam satu tahun 14 persen penderita meninggal. Untuk stadium lanjut, di mana sel kanker telah menyebar (metastasis), angka kesintasan lima tahun dunia 23 persen, sedangkan di Indonesia, 14 persen meninggal dalam satu tahun.
Menurut dokter spesialis bedah onkologi, Sonar Soni Panigoro, dalam seminar daring Akses Penanganan Kanker Payudara HER2+ Stadium Dini yang diselenggarakan Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC), Jumat (19/2/2021), angka kematian penderita stadium dini di Indonesia lebih tinggi dari angka dunia, bahkan setara dengan stadium lanjut. Hal itu disebabkan kurangnya program deteksi dini.
Banyak pasien datang dalam stadium lanjut. Selain itu, ketersediaan diagnosis yang tepat juga akses pada fasilitas dan pilihan terapi yang tepat masih terbatas.
Ada empat jenis kanker payudara berdasarkan reseptor di permukaan sel yang memengaruhi pertumbuhan sel kanker. Itu meliputi kanker payudara reseptor hormon positif (luminal A) atau memiliki reseptor hormon estrogen dan progesteron; kanker payudara reseptor HER 2 positif (HER 2); kanker payudara triple positive (luminal B) yakni memiliki reseptor untuk hormon estrogen, progesteron dan HER2; serta kanker payudara triple negative yang tak punya reseptor untuk hormon ataupun HER2.
Human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) adalah protein di permukaan sel yang berfungsi untuk pertumbuhan dan penyebaran sel. Protein ini terdapat pada sel yang sehat. Jika jumlah protein HER2 terlalu banyak di permukaan sel (2 juta atau 100 kali lebih banyak dari normal) akan memicu pertumbuhan sel yang cepat dan tidak terkontrol.
Satu dari lima penderita kanker payudara berjenis HER2 positif. Ini merupakan kanker yang agresif dengan metastasis cepat. Pasien memiliki kesintasan lebih rendah daripada pasien kanker payudara HER2 negatif. Diagnosis dan terapi kanker payudara sejak dini memberi kesempatan terbaik untuk sembuh.
Anti-HER2
Saat ini ada terapi yang spesifik menargetkan HER2 dan mampu mengatasi sel kanker tersebut, seperti trastuzumab. Sayangnya, pemberian anti-HER2 pada stadium dini tidak ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Anti-HER2 hanya ditanggung untuk stadium lanjut.
Terapi target dengan trastuzumab dan kemoterapi pada kanker payudara HER2 positif stadium dini terbukti meningkatkan angka kesintasan dan menurunkan risiko kekambuhan.
”Terapi target dengan trastuzumab dan kemoterapi pada kanker payudara HER2 positif stadium dini terbukti meningkatkan angka kesintasan dan menurunkan risiko kekambuhan. Pengobatan optimal pada stadium dini akan meringankan beban pasien dan keluarga serta sistem kesehatan,” kata Sonar.
”Kehadiran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mempermudah akses terhadap diagnosis. Perlu diikuti penanganan kanker payudara HER2 positif yang komprehensif untuk meningkatkan luaran klinis terapi,” kata Sonar.
Menurut Sonar, 52 negara di dunia, termasuk lima negara di ASEAN (Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) menanggung terapi anti-HER2 pada kanker payudara stadium dini. Sekitar 30 persen kanker dapat disembuhkan jika ditemukan dan diterapi secara dini.
Stadium lanjut memerlukan lebih banyak lini terapi, perawatan efek samping, dan biaya rawat inap. Sebagai perbandingan, biaya terapi stadium IV 109 persen lebih tinggi dibandingkan stadium I.
”Saat ini para pasien dan penyintas kanker payudara sangat terbantu dengan layanan JKN yang mencakup terapi inovatif untuk kanker payudara HER2 positif stadium lanjut. Alangkah baiknya pasien kanker payudara HER2 positif stadium dini juga memiliki akses sama,” ujar Ketua Umum CISC Aryanthi Baramuli Putri.
Pengajar Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada, Diah Ayu Puspandari, mengatakan, kanker merupakan penyakit katastropik. Sebanyak 33 persen keluarga kehilangan sebagian besar atau seluruh tabungan untuk biaya pengobatan setelah terdiagnosis kanker. Banyak dari mereka harus berhenti bekerja.
Penelitian di negara-negara ASEAN terkait dampak ekonomi dan angka kematian setelah setahun didiagnosis kanker mendapatkan 50 persen keluarga di Indonesia mengalami malapetaka finansial, sisanya kesulitan finansial atau masuk jurang kemiskinan. Sebanyak 29 persen pasien meninggal satu tahun setelah terdiagnosis.
Vietnam dengan proporsi belanja kesehatan terhadap produk domestik bruto (PDB) 6,2 persen, mampu menanggung pengobatan anti-HER2 untuk stadium dini ataupun stadium lanjut. Proporsi belanja kesehatan terhadap PDB di Indonesia 3,6 persen karena itu perlu ditingkatkan.
”Seharusnya belanja kesehatan tidak dipandang sebagai cost, tetapi sebagai investasi. Karena warga yang sehat adalah aset bagi negara,” kata Diah.
Teknologi atau obat baru yang cost effective (hemat biaya) harus masuk cakupan, sementara obat atau teknologi lama yang tidak lagi memadai dikeluarkan. Perlu ada kajian untuk membuktikan suatu terapi lebih hemat biaya, aman, dan manjur agar bisa masuk paket manfaat JKN-KIS.
Terapi standar
Di tingkat dunia, trastuzumab telah menjadi standar terapi untuk kanker payudara HER2 positif stadium awal dan diberikan bersama kemoterapi. Antara lain, kajian Amy Lin dan Hope S Rugo dari Pusat Kanker Komprehensif, Universitas California San Francisco, Amerika Serikat, dalam Current Treatment Options in Oncology, 28 Juli 2007.
Hal sama dikemukakan Lorenzo Moja dan kolega dari Italia yang menganalisis delapan penelitian yang melibatkan 11.991 perempuan dengan kanker payudara HER2 positif. Kajian di Cochrane Database of Systematic Reviews, 18 April 2012, menyatakan, terapi trastuzumab bersama kemoterapi secara signifikan mengurangi kekambuhan dan kematian.
Namun, perlu diwaspadai dampak terapi pada jantung. Demikian juga kajian Florence R Wilson dan tim dari Kanada di jurnal Systematic Reviews, 14 November 2018.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Rita Rogayah mengatakan, kanker payudara merupakan kanker terbanyak di Indonesia, yakni 42,1 per 100.000 penduduk dengan kematian 17 per 100.000 penduduk. Biaya pengobatan sangat tinggi, baik untuk pasien maupun sistem kesehatan nasional, yakni nomor dua setelah penyakit jantung.
Diakui, pelayanan pengobatan kanker belum merata, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Karena itu, deteksi dini sangat penting. Juga upaya preventif dan promotif lain untuk mencegah kasus katastropik.
Nova Dhelia, seorang psikolog, menuturkan, ia terdiagnosis kanker payudara HER2 positif pada 2015. Kini kankernya menyebar hingga tulang belakang meski telah menjalani operasi pengangkatan payudara, kemoterapi, dan pengobatan.
Sejak November 2020, ia menjalani kemoterapi sesi 3 dan terapi transtuzumab. ”Saya sangat merasakan manfaat terapi target anti-HER2 pada kanker saya. Kalau dari awal saya berupaya memahami kondisi saya dan berjuang untuk mendapatkan trastuzumab, mungkin tidak sampai metastasis ke tulang belakang,” kata Nova yang tampil ceria.
Meski demikian, ia mengaku tetap optimistis, memiliki harapan tinggi, bersemangat, pantang menyerah, berusaha bahagia, dan terus berdoa untuk kesembuhannya.