Kejar Cakupan Vaksinasi Sebelum Terjadi Lonjakan Kasus Lagi
Lonjakan kembali kasus Covid-19 di Indonesia mesti diantisipasi dengan mempercepat vaksinasi, terutama untuk lanjut usia, daripada untuk suntikan penguat. Pemerataan vaksin diperlukan demi mencegah risiko keparahan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Semakin banyak bukti bahwa antibodi yang dipicu vaksinasi Covid-19 terus menurun seiring waktu sehingga dibutuhkan suntikan penguat. Namun demikian, Indonesia disarankan memprioritaskan percepatan vaksin pertama dan kedua, terutama untuk lanjut usia, sebagai antisipasi terjadinya kembali lonjakan kasus.
"Proteksi vaksin dapat berkurang dengan berjalannya waktu, sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi lagi. Secara imunologi, hal ini terjadi pada hampir semua jenis vaksin," kata ahli penyakit dalam dan biomolekuler dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Handojo Muljono, di Jakarta, Senin (27/9/2021).
Dengan pertimbangan ini, lanjut David, sejumlah negara telah menyuntikkan vaksin penguat (booster). Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS), misalnya, pada 22 September 2021 lalu telah mengubah otorisasi penggunaan darurat (EUA) Vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech sehingga memungkinkan penggunaan dosis penguat tunggal, yang akan diberikan setidaknya enam bulan setelah vaksin lengkap.
Suntikan booster vaksin di AS diberikan untuk individu berusia 65 tahun ke atas, individu berusia 18-64 tahun dengan risiko tinggi Covid-19 parah, dan individu berusia 18-64 tahun yang kerap terpapar SARS-CoV-2 di institusi atau pekerjaan mereka. "Di Indonesia, pertimbangan pemberian booster vaksin Covid-19, belum dapat ditentukan, karena waktu evaluasi belum cukup," tuturnya.
Menurut David, karena Indonesia memiliki keterbatasan pasokan vaksin, disarankan agar memprioritaskan pemerataan vaksin dosis pertama dan kedua untuk masyarakat, terutama untuk kalangan lanjut usia, dibandingkan menggunakannya untuk booster. Pemerataan vaksin diperlukan, terutama untuk mencegah risiko keparahan dan kematian jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kembali kasus.
"Bahkan, di sebagian negara Afrika, karena pasokan vaksin sangat terbatas prioritaskan untuk suntikan pertama dulu, tujuannya melatih antibodi di tubuh dan mengurangi tingkat kematian," kata dia.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, kelompok lanjut usia yang sudah mendapat suntikan vaksin Covid-19 dosis pertama baru 6,2 juta orang dari target 21,5 juta orang atau sekitar 29,1 persen. Sementara yang mendapat suntikan kedua baru 4,3 juta orang atau 19,95 persen.
Cakupan vaksinasi di Indonesia untuk semua kelompok, untuk dosis pertama baru mencapai 38,35 persen. Untuk suntikan dosis kedua sebesar 21,8 persen. Sementara dosis penguat vaksin yang telah disuntikkan sebanyak 912.955 dosis atau 62,16 persen dari target cakupan.
Kurangi risiko kematian
David menambahkan, sekalipun pemberian vaksin tidak menjamin tidak tertular Covid-19, namun bukti-bukti juga menunjukkan bahwa hal ini memberi proteksi terhadap keparahan. "Vaksinasi membangkitkan sel memori untuk merangsang pembentukan antibodi terhadap virus atau antigen yang dikenal, sehingga perkembangan penyakit tidak berlanjut ke keadaan parah," ujarnya.
Vaksinasi membangkitkan sel memori untuk merangsang pembentukan antibodi terhadap virus atau antigen yang dikenal, sehingga perkembangan penyakit tidak berlanjut ke keadaan parah.
Infeksi baru, menurut David, mungkin terjadi, terutama bila sirkulasi antibodi sudah turun. "Ini disebut sebagai \'respons anamnestik\' pascasembuh atau pascavaksinasi," kata dia.
Lonjakan kasus Covid-19 di Singapura saat ini, lanjut David, bisa menjadi contoh nyata bahwa penularan masih bisa terjadi di negara yang cakupan vaksinasinya sangat tinggi, yaitu mencapai 80 persen. Namun tingkat kematian di Singapura relatif kecil, yang di antaranya dikontribusikan oleh vaksin.
Data di laman Kementerian Kesehatan Singapura menyebutkan, kasus baru di negara ini bertambah 1.203 orang pada Minggu (26/9), merupakan rekor tertinggi selama pandemi. Sementara korban jiwa bertambah dua orang. Terdapat 172 kasus pasien dengan gejala serius yang butuh suplementasi oksigen, dan 30 dalam kondisi kritis di unit perawatan intensif (ICU).
Praktisi kesehatan Indonesia yang bekerja di Singapura dan kolaborator saintis KawalCovid-19 Septian Hartono menuturkan, dengan perkembangan ini Pemerintah Singapura kembali memperketat pembatasan sosial dengan memberlakukan bekerja dari rumah.
"Proporsi kasus Covid-19 di Singapura sekitar 98 persen asimtomatik atau ringan, sebanyak 1,6 persen butuh oksigen, dan 0,4 persen butuh ICU. Sedangkan CFR (case fatality rate) sekarang 0,2 persen," ujarnya.
Sebagai perbandingan, kasus di Indonesia pada Senin bertambah 1.390 pada Senin, namun korban jiwa bertambah 118 orang dalam sehari sehingga total ada 141.585 korban jiwa. Saat ini tingkat kematian karena Covid-19 di Indonesia dibandingkan jumlah kasus secara total mencapai 3,36 persen.