Diet khusus yang disebut MIND, berbasis pangan nabati dan membatasi protein hewani, bisa mengurangi dampak plak atau kusut amiloid yang mengganggu kemampuan berpikir.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penuaan jelas berdampak pada kemampuan tubuh dan pikiran, misalnya, jaringan otak manusia yang menua bisa mengembangkan gumpalan protein abnormal yang merupakan ciri khas penyakit Alzheimer. Diet khusus yang disebut MIND, berbasis pangan nabati dan membatasi protein hewani, bisa mengurangi dampak plak atau kusut amiloid yang mengganggu kemampuan berpikir.
Para peneliti di Rush University Medical Center telah menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua dapat mengambil manfaat dari diet MIND, bahkan ketika mereka mengembangkan simpanan protein ini, yang dikenal sebagai plak dan kusut amiloid. Plak dan kusut adalah patologi yang ditemukan di otak yang menumpuk di antara sel-sel saraf dan biasanya mengganggu kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.
Plak dan kusut adalah patologi yang ditemukan di otak yang menumpuk di antara sel-sel saraf dan biasanya mengganggu kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.
Dikembangkan oleh mendiang Martha Clare Morris, ahli epidemiologi nutrisi Rush, dan rekan-rekannya, diet MIND adalah gabungan dari diet Mediterania dan DASH (dietary approaches to stop hypertension). Studi penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa diet MIND dapat mengurangi risiko seseorang terkena demensia penyakit Alzheimer.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Journal of Alzheimer’s Disease edisi September 2021 menunjukkan, peserta dalam penelitian yang mengikuti diet MIND di kemudian hari tidak memiliki masalah kognisi. ”Beberapa orang memiliki cukup plak dan kusut di otak mereka untuk memiliki diagnosis postmortem penyakit Alzheimer, tetapi mereka tidak mengembangkan demensia klinis dalam hidup mereka,” kata Klodian Dhana, penulis utama makalah dan asisten profesor di Rush Medical College, seperti ditulis Medicalxpress.com.
Menurut Dhana, beberapa orang memiliki kemampuan untuk mempertahankan fungsi kognitif meskipun memiliki akumulasi patologi ini di otaknya. ”Penelitian kami menunjukkan bahwa diet MIND dikaitkan dengan fungsi kognitif yang lebih baik secara independen dari patologi otak yang terkait dengan penyakit Alzheimer,” tuturnya.
Dalam kajian ini, peneliti memeriksa hubungan diet, dari awal penelitian hingga kematian, patologi otak dan fungsi kognitif pada orang dewasa yang lebih tua yang berpartisipasi dalam Proyek Memori dan Penuaan yang sedang berlangsung di Rush Alzheimer’s Disease Center. Kajian ini dimulai pada 1997 dan mencakup orang-orang yang tinggal di Chicago. Sebagian besar peserta berkulit putih tanpa demensia dan semuanya setuju untuk menjalani evaluasi klinis tahunan saat masih hidup dan otopsi otak setelah kematian mereka.
Para peneliti memantau kondisi 569 peserta, yang diminta untuk menyelesaikan evaluasi tahunan dan tes kognitif untuk melihat apakah mereka telah mengembangkan masalah memori dan berpikir. Mulai tahun 2004, peserta diberi kuesioner frekuensi makanan tahunan tentang seberapa sering mereka makan 144 jenis makanan di tahun sebelumnya.
Menggunakan jawaban kuesioner, para peneliti memberi setiap peserta skor diet MIND berdasarkan seberapa sering peserta makan makanan tertentu. Diet MIND memiliki 15 komponen diet, termasuk 10 ”kelompok makanan yang menyehatkan otak” dan lima kelompok yang tidak sehat, seperti daging merah, mentega dan margarin batangan, keju, kue kering dan manisan, serta makanan yang digoreng atau cepat saji.
Untuk mematuhi dan mendapatkan manfaat dari diet MIND, seseorang perlu makan setidaknya tiga porsi biji-bijian, sayuran berdaun hijau, dan satu sayuran lainnya setiap hari, bersama dengan segelas anggur. Selain itu juga mengonsumsi makanan ringan hampir setiap hari dengan kacang-kacangan, makan unggas dan buah beri setidaknya dua kali seminggu dan ikan setidaknya sekali seminggu.
Peserta juga harus membatasi asupan makanan tidak sehat yang ditentukan, membatasi mentega hingga kurang dari 1 1/2 sendok teh sehari dan makan kurang dari satu porsi makanan manis dan kue kering dalam seminggu, keju utuh, dan makanan yang digoreng atau cepat saji.
Berdasarkan frekuensi asupan yang dilaporkan untuk kelompok makanan sehat dan tidak sehat, para peneliti menghitung skor diet MIND untuk setiap peserta selama masa studi. Rata-rata skor diet MIND dari awal penelitian hingga kematian partisipan digunakan dalam analisis untuk membatasi kesalahan pengukuran. Tujuh ukuran sensitivitas dihitung untuk mengonfirmasi keakuratan temuan.
”Kami menemukan bahwa skor diet MIND yang lebih tinggi dikaitkan dengan memori dan keterampilan berpikir yang lebih baik secara independen dari patologi penyakit Alzheimer dan patologi otak umum lainnya yang berkaitan dengan usia. Diet tampaknya memiliki kapasitas perlindungan dan dapat berkontribusi pada ketahanan kognitif pada orang tua,” kata Dhana.
Menurut dia, perubahan pola makan dapat berdampak pada fungsi kognitif dan risiko demensia, baik atau buruk. ”Ada perubahan pola makan dan gaya hidup yang cukup sederhana yang dapat dilakukan seseorang yang dapat membantu memperlambat penurunan kognitif seiring bertambahnya usia dan berkontribusi pada kesehatan otak,” katanya.
Temuan Dhana dan tim ini menguatkan kajian sebelumnya tentang manfaat diet MIND. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada September 2015 di jurnal Alzheimer & Dementia, ahli epidemiologi nutrisi Martha Clare Morris dan rekan-rekannya di Rush University Medical Center di Chicago menyebutkan, diet MIND menggabungkan konsep dari diet Mediterania dan diet DASH, dua pola makan nabati yang membatasi konsumsi hewani.
Selain baik untuk kesehatan tubuh, diet berbasis tanaman juga lebih ramah terhadap iklim. Temuan di jurnal Nature Food edisi September 2021 menyebutkan, seluruh sistem produksi pangan, seperti penggunaan mesin pertanian, penyemprotan pupuk dan pengiriman produk, menyebabkan 17,3 miliar metrik ton gas rumah kaca per tahun. Pelepasan gas yang sangat besar ini mewakili 35 persen dari semua emisi global.
Dari total emisi sektor pangan ini, sebanyak 57 persen berasal dari produksi makanan hewani, sedangkan makanan nabati menyumbang 29 persen. Daging sapi saja menyumbang seperempat dari emisi di sektor pangan. Sisanya berasal dari penggunaan lahan lain, seperti kapas atau karet (Kompas, 22/9/2021).