Pastikan Akses Publik pada Air Minum Layak dan Aman
Air merupakan kebutuhan vital bagi seluruh manusia. Tidak hanya layak, air yang dikonsumsi juga harus dipastikan aman.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat berhak mendapatkan air minum yang tak hanya layak, tetapi juga aman. Namun, akses masyarakat pada air minum yang aman masih amat minim. Padahal, air minum yang tidak aman rentan menimbulkan berbagai penyakit.
Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga di Indonesia pada 2020 menunjukkan, 93 persen masyarakat sudah mendapatkan akses air minum yang layak. Namun, baru 11, 9 persen yang mendapatkan akses air minum yang aman. Di perkotaan, cakupan akses air minum aman sebesar 15,3 persen dan di pedesaan sebesar 8,3 persen.
Koordinator Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Ely Setyawati, di Jakarta, Jumat (17/9/2021), mengatakan, akses masyarakat pada air minum yang aman harus terus ditingkatkan. Air dan sanitasi yang aman menjadi faktor penentu dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
”Konsumsi air yang tidak aman, terutama pada air yang terkontaminasi, bisa menyebabkan penularan penyakit, seperti kolera, diare, disentri, hepatitis A, dan tifus. Selain itu, air yang tercemar juga bisa menyebabkan timbulnya penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal dan gangguan reproduksi,” katanya.
Air minum dikatakan aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif. Parameter wajib dan parameter tambahan yang harus dipenuhi itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Ely menambahkan, pengawasan akses air minum masyarakat perlu terus dilakukan. Pengawasan bisa dilakukan dengan pemeriksaan rutin pada kualitas air minum di sarana titik produksi dan distribusi.
Meski demikian, pengawasan kualitas air minum justru masih menjadi tantangan. Sumber daya manusia yang kompeten untuk mengawasi kualitas air minum serta menganalisis risiko masih kurang. Selain itu, tantangan lainnya adalah minimnya kemampuan pemeriksaan terhadap kualitas air minum dan anggaran di tiap laboratorium pemeriksaan.
Konsumsi air yang tidak aman, terutama pada air yang terkontaminasi, bisa menyebabkan penularan penyakit, seperti kolera, diare, disentri, hepatitis A, dan tifus. Selain itu, air yang tercemar juga bisa menyebabkan timbulnya penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal dan gangguan reproduksi.
Kepala Subdirektorat Perencanaan Teknis Sistem Penyediaan Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) Dades Prinandes menuturkan, pemerintah berupaya meningkatkan akses air minum yang aman pada masyarakat melalui akses perpipaan. Melalui perpipaan, teknologi produksi dan penggunaannya lebih mudah dikontrol.
Pemerintah telah menargetkan akses perpipaan bisa meningkat hingga 30 persen pada 2024. Sayangnya, laju pertumbuhan perpipaan di Indonesia cenderung lambat. Selama tiga tahun terakhir, laju pertumbuhan akses perpipaan kurang dari satu persen. Pada 2017, capaian akses air perpipaan sebesar 19,79 persen sementara pada 2020 sebesar 20,69 persen.
Dades mengatakan, pemenuhan akses perpipaan yang masih kurang membuat masyarakat lebih banyak menggunakan sumber lain untuk memenuhi kebutuhan air minum. Sebanyak 48 persen masyarakat menggunakan air minum dalam kemasan dan air isi ulang sebagai sumber minim utama. Padahal, biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli air minum dalam kemasan dan air isi ulang jauh lebih besar dari air perpipaan.
Jika diperkirakan setiap orang membutuhkan air 300 liter per bulan dengan harga air isi ulang Rp 18.000 per galon, biaya yang harus dikeluarkan Rp 284.000 per bulan. Sementara itu, air pipa dengan harga Rp 5.297 per 1 meter kubik hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 1.600 per bulan.
”Dalam Rencana Strategis Direktorat Air Minum 2020-2024, cakupan pelayanan dan pemenuhan standar kualitas air minum akan ditingkatkan. Kita juga akan menerapkan rencana pengamanan air minum untuk menjamin kualitas air minum,” kata Dades.
Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) merupakan konsep pengamanan air minum berbasis risiko. Pengamanan air minum akan dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari penguatan program konservasi air minum baku pada sumber air, pengamanan unit transmisi dan pengolahan air, sampai distribusi ke rumah tangga.
Advocacy and Communication Advisor Program Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene (Iuwash) Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Lina Damayanti menegaskan, akses air minum aman sangat penting bagi masyarakat. Edukasi pada masyarakat terkait akses air minum aman masih harus ditingkatkan.
”Terkadang akses perpipaan ini hanya sampai di depan rumah warga, sedangkan untuk akses sampai dalam rumah menggunakan sambungan pipa sendiri. Padahal, belum tentu pipa yang disambung tersebut sesuai dengan standar,” katanya.