Tingkatkan Produksi, Porang Bisa Ditanam di Lokasi Perhutanan Sosial
Produksi porang perlu terus ditingkatkan mengingat tingginya potensi luas lahan yang dapat dikembangkan dan proses budidaya yang relatif mudah serta menguntungkan. KLHK menyebut ada 14 juta ha yang bisa ditanami porang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pola agroforestri dalam perhutanan sosial terus didorong untuk berbagai komoditas, termasuk porang yang merupakan tanaman umbi-umbian mengandung karbohidrat. Produksi porang perlu terus ditingkatkan mengingat tingginya potensi luas lahan yang dapat dikembangkan dan proses budidaya yang relatif mudah serta menguntungkan.
Menanam tanaman budidaya pertanian di area hutan atau disebut agroforestri di area perhutanan sosial dimungkinkan dengan mengikuti kaidah tertentu. Di antaranya, penanaman tanaman pertanian dikombinasikan dengan tanaman tegakan atau berkayu.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto mengemukakan, produktivitas tanaman pangan di kawasan hutan dengan pola agroforestri menunjukkan bahwa porang sangat prospektif dibandingkan jenis tanaman lainnya.
Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kehutanan pada 2018, produktivitas padi tercatat sebesar 4,98 ton per hektar (ton/ha), jagung 4,5 ton/ha, dan kedelai 1,4 ton/ha. Sementara dari hasil kajian Balai Litbang Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2015, produktivitas porang mencapai 20 ton/ha.
Kemendag beserta kementerian lainnya akan segera menetapkan larangan ekspor benih tanaman porang.
”Jika dilihat dari peta indikatif areal perhutanan sosial, terdapat 14 juta hektar yang cocok dikembangkan untuk tanaman porang. Prospek porang juga mencapai 64 persen. Jadi, masih ada ruang yang bisa kita dorong untuk pengembangan porang dengan kerja sama para pihak,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah Porang pada Areal Perhutanan Sosial”, Kamis (2/8/2021).
Hingga 10 Agustus 2021, program perhutanan sosial telah mencapai 4,72 juta hektar yang tersebar di 721 lokasi di Indonesia. Adapun kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) hingga 15 Juni telah terbentuk 7.780 unit dengan komoditas terbanyak, yakni agroforestri (56 persen), buah-buahan (10 persen), wisata alam (8 persen), kayu-kayuan (6 persen), kopi (6 persen), dan komoditas lainnya.
Sampai saat ini, terdapat 51 KUPS di 10 provinsi, yakni Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang mengembangkan porang. Luas lahan yang berpotensi dikembangkan tanaman porang dari 51 KUPS tersebut mencapai 16.913 hektar. Dari total luas lahan potensi tersebut, baru 1.518 hektar yang telah ditanami porang.
Menurut Bambang, secara umum mekanisme yang didorong dalam perhutanan sosial, yaitu memanfaatkan kawasan hutan produksi, lindung, maupun konservasi. Namun, mengembangkan porang akan didorong melalui pemanfaatan hutan produksi dengan pola agroforestri atau kombinasi dengan silvopastura (wana ternak).
Dari karakteristiknya, porang merupakan tanaman yang adaptif dengan air terbatas dan memiliki kemampuan hidup di bawah naungan. Porang juga sangat menjanjikan untuk dikembangkan karena tidak membutuhkan biaya pemeliharaan yang besar, dapat tumbuh di lahan yang tidak produktif, dan tidak perlu berkompetisi dengan tanaman pangan lain.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Amiruddin Pohan mengatakan, porang merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan biasanya tumbuh di bawah tegakan jati pada ketinggian 100-600 meter di atas permukaan laut. Porang yang masih berusia satu tahun dapat memproduksi 10 ton/ha sehingga sangat menguntungkan bagi petani.
Produk olahan porang yang banyak didistribusikan dan diekspor selama ini, yaitu berbentuk keripik kering dan tepung glukomannan. Total terdapat 21 produk olahan porang mulai dari tepung, mie, pasta, roti, kue, bahan kosmetik, hingga pembalut. Adapun total ekspor porang ke 16 negara pada 2020 mencapai Rp 923,6 miliar.
Saat ini Kementan juga telah menyusun peta jalan budidaya dan ekspor porang tahun 2020-2024. Kementan mencatat, luas eksisting pengembangan porang di semua wilayah sampai 2021 mencapai 47.000 hektar dan ditargetkan meningkat hingga 100.000 hektar pada 2024.
Kendala
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Asep Asmara mengatakan, ekspor porang tahun 2020 meningkat 23,35 persen dari tahun sebelumnya dengan tujuan utama China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Belanda. Tren ekspor porang selama 2016-2020 juga meningkat 40,19 persen. Ini menunjukkan bahwa porang memiliki prospek yang cukup bagus di pasar global.
Meski demikian, Asep juga mengakui sampai saat ini masih terdapat kendala dan tantangan terkait ekspor porang. Salah satu kendala utama ini, yaitu kelangkaan bibit porang. Sebab, porang asal Indonesia merupakan jenis tanaman yang spesifik dan hanya tumbuh di Indonesia. Guna mengatasi kendala ini, pemerintah melalui Kemendag beserta kementerian lainnya akan segera menetapkan larangan ekspor benih tanaman porang.
Selain itu, ekspor porang juga masih terkendala belum adanya keseragaman kode harmonisasi sistem (HS code) untuk produk tanaman porang sehingga menyebabkan data ekspor tidak akurat. Di sisi lain, negara-negara tujuan ekspor juga memiliki hambatan seperti larangan produk porang masuk ke China karena tidak sejalan dengan ketentuan di negara tersebut.
”Kami telah melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga mengenai kendala ini. Kami juga telah menyusun daftar kode HS tanaman porang yang dilarang dan menuangkannya dalam peraturan menteri perdagangan tentang barang yang dilarang ekspor,” katanya.