Pengelolaan Sampah di Daerah Perlu Dukungan Regulasi Penganggaran dan Kerja Sama
Pemerintah daerah perlu mendapat dukungan regulasi dan menyusun pendekatan yang tepat dalam pengelolaan sampah di daerah masing-masing.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelesaian sampah di tingkat kabupaten/kota dinilai masih belum optimal karena belum ada regulasi yang mengatur tentang penyusunan anggaran serta kerja sama dengan pihak lain. Pemerintah daerah perlu mendapat dukungan regulasi dan menyusun pendekatan yang tepat dalam pengelolaan sampah di daerah masing-masing.
Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Horas Maurits Panjaitan mengakui, ketiadaan regulasi menjadi salah satu hambatan dan kendala dalam pengelolaan sampah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini membuat pemerintah daerah kesulitan merinci pembiayaan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan sampah.
”Anggaran yang dibutuhkan setiap daerah sangat bervariasi sehingga perlu distandarkan. Jadi, perlu ada regulasi yang memuat klusterisasi kota kecil hingga besar untuk memudahkan besaran anggaran tipping fee dalam pengelolaan sampah sehingga lebih terstandar dan transparan,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Transparansi Anggaran Pengelolaan Sampah Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia”, Rabu (25/8/2021).
Dari hasil sejumlah kajian, jumlah penduduk hingga letak geografis suatu daerah dapat menjadi tolok ukur dan standar yang bisa digunakan dalam menyusun anggaran pengelolaan sampah. Sebab, di satu sisi masyarakat berperan menghasilkan sampah dan di sisi lain mereka juga harus mendapat pelayanan pengelolaan sampah.
Tata kelola sampah yang dilakukan pemda dapat lebih efektif jika dilakukan dalam bentuk kerja sama.
Menurut Horas, pengelolaan sampah di setiap daerah juga sangat bergantung pada seberapa besar dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alokasi anggaran dapat lebih hemat jika pemda sudah mengetahui dan menyusun pendekatan yang akan dilakukan dalam pengelolaan sampah di daerah masing-masing.
Sebagai contoh, dalam pendekatan pengurangan sampah, pemda berupaya membatasi timbulan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali. Sementara apabila diterapkan pendekatan penanganan sampah, pemda harus fokus pada upaya pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Ia menegaskan, tata kelola sampah yang dilakukan pemda dapat lebih efektif jika dilakukan dalam bentuk kerja sama. Sebaliknya, fakta menunjukkan bahwa persoalan sampah sulit diatasi, khususnya oleh kota-kota besar, yang dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu, pemda juga perlu diberikan regulasi untuk mendukung kerja sama dalam pengelolaan sampah.
”Model penugasan BUMD (badan usaha milik daerah) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam model kerja sama pemerintah dengan badan usaha agar efektif. Ini juga sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015,” katanya.
Dana lingkungan hidup
Direktur Dana Transfer Khusus Kementerian Keuangan Putu Hari Satyaka mengatakan, pemerintah telah memberikan dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang lingkungan hidup. Dana tersebut dapat dialokasikan untuk upaya pengendalian pencemaran lingkungan atau kerusakan ekosistem hingga pengelolaan sampah yang disesuaikan dengan kondisi karakteristik setiap daerah.
Anggaran pengelolaan sampah dari DAK pada 2019 mencapai Rp 153,3 miliar untuk 245 daerah. Pemilihan daerah penerima anggaran ditentukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun, pada 2020 anggaran ini turun menjadi Rp 37,1 miliar untuk 38 daerah karena terdapat refocusing dalam upaya penanganan Covid-19. Adapun pada 2021, DAK pengelolaan sampah ditingkatkan kembali mencapai Rp 271,2 miliar untuk 61 daerah.
Selain itu, kata Putu, pemerintah pusat juga mengalokasikan dana insentif daerah sebagai apresiasi kepada pemerintah daerah yang sudah mengelola sampah dan sejumlah aspek lainnya dengan baik. Adapun indikator penilaian dalam kategori pengelolaan sampah di antaranya pemda harus memiliki peraturan daerah pembatasan atau pengurangan sampah plastik, melakukan implementasi, kreativitas, dan inovasi.
Sekretaris Daerah Kota Palangkaraya Hera Nugrahayu mengatakan, anggaran persampahan di Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah, memakan waktu dan siklus yang cukup panjang. Anggaran direncanakan dua tahun sebelum implementasi program kerja yang dituangkan dalam pagu indikatif.
Alokasi anggaran untuk pengelolaan sampah dalam APBD Kota Palangkaraya mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Pada 2019, anggaran yang dialokasikan sebesar 0,65 persen dari APBD dan meningkat menjadi 0,81 persen pada 2020. Sementara pada 2021 alokasi anggaran pengelolaan sampah kembali meningkat menjadi 1,44 persen.
”Komitmen mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan sampah sudah kami upayakan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Kami juga memiliki dokumen perencanan kebijakan dan strategi daerah pengelolaan sampah yang tertuang dalam peraturan wali kota,” ucapnya.