Disparitas Vaksinasi Hambat Capaian Kekebalan Komunitas
Ketersediaan vaksin yang semakin meningkat perlu diimbangi dengan pemerataan distribusi ke seluruh wilayah Indonesia. Cakupan vaksinasi yang tidak merata dapat menghambat capaian kekebalan komunitas yang diharapkan.
JAKARTA, KOMPAS — Tujuan vaksinasi dalam pengendalian pandemi Covid-19 bisa tercapai apabila kekebalan komunitas sudah terbentuk. Karena itu, vaksinasi harus mencakup masyarakat luas dan diselesaikan dalam waktu singkat.
”Yang bisa mengendalikan pandemi itu bukan kekebalan individu yang terbentuk dari vaksinasi, melainkan kekebalan komunitas. Jadi, dampak vaksin di masa pandemi akan terlihat jika cakupannya luas dan dilakukan secepat-cepatnya,” ujar vaksinolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dirga Sakti Rambe, di Jakarta, Selasa (24/8/2021).
Karena itu, pemerintah harus memastikan vaksinasi mudah dijangkau dan diakses masyarakat. Target vaksinasi satu juta sampai dua juta penduduk per hari harus benar-benar dijalankan.
Baca Juga: Stok Bertambah, Distribusi Vaksin Covid-19 Mesti Dipastikan Merata
Masyarakat juga diharapkan segera melakukan vaksinasi tanpa memilih-milih jenis vaksin yang didapatkan. Semua jenis vaksin Covid-19 yang sudah tersedia saat ini memiliki manfaat perlindungan yang sama baiknya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menambahkan, kekebalan komunitas secara nasional baru bisa terbentuk apabila cakupannya merata di seluruh wilayah. Manfaat vaksinasi tidak akan optimal jika disparitas cakupan vaksinasi masih tinggi. Disparitas ini bahkan masih ditemui di wilayah Pulau Jawa-Bali.
Data Kementerian Kesehatan per 23 Agustus 2021 menunjukkan, total penduduk yang sudah memperoleh vaksinasi dosis pertama sebanyak 58 juta orang dan penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua 32 juta orang. Jumlah ini baru mencapai 15,48 persen dari target yang ditetapkan, yaitu 208,2 juta penduduk.
Secara nasional, cakupan vaksinasi belum merata. Ketimpangan capaian cakupan antarprovinsi begitu lebar. Cakupan vaksinasi dosis kedua tertinggi, misalnya, dilaporkan DKI Jakarta (54,34 persen), Bali (43,38 persen), dan Kepulauan Riau (25,39 persen). Adapun Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat menjadi provinsi dengan cakupan terendah masing-masing secara berurutan 7,21 persen, 7,82 persen, dan 8,15 persen.
Baca Juga: Perjalanan Tujuh Bulan Vaksinasi Covid-19
Sementara itu, cakupan vaksinasi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten yang seharusnya menjadi prioritas juga masih di bawah cakupan nasional. Secara berurutan, cakupan vaksinasi di wilayah tersebut adalah 10,7 persen, 12,59 persen, dan 12,62 persen.
”Ketersediaan vaksin mungkin sudah tidak lagi menjadi kendala pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Namun, perlu dipastikan stok yang tersedia itu bisa didistribusikan secara merata. Setidaknya, di wilayah yang menjadi episenter, seperti di Jawa-Bali, bisa dituntaskan terlebih dahulu,” kata Ede.
Selain terkait pemerataan, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia juga dinilai belum menyasar kelompok rentan dengan optimal. Selain tenaga kesehatan, vaksinasi seharusnya diprioritaskan untuk lansia. Dari data per 24 Agustus 2021, jumlah lansia yang sudah divaksinasi dosis kedua baru mencapai 3,6 juta orang atau 16,85 persen dari target 21,5 juta orang yang harus divaksinasi.
Ketersediaan vaksin mungkin sudah tidak lagi menjadi isu yang menjadi kendala pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Namun, perlu dipastikan stok yang tersedia bisa didistribusikan secara merata.
Ede berpendapat, mekanisme vaksinasi Covid-19 perlu diperbaiki agar pelaksanaan vaksinasi bisa diperluas dan dipercepat. Pelaksanaan vaksinasi jangan hanya mengandalkan kegiatan vaksinasi massal. Fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat perlu lebih digerakkan.
”Kita punya sekitar 25.000 puskesmas pembantu, 50.000 pos kesehatan desa, dan 10.000 puskesmas. Jika fasilitas itu diperkuat dengan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai, pelaksanaan vaksinasi akan lebih cepat. Akses masyarakat, termasuk lansia, menjadi lebih mudah,” tuturnya.
Selain itu, edukasi terkait vaksinasi juga perlu lebih masif. Sebagian masyarakat enggan divaksinasi karena belum mendapatkan pemahaman yang baik mengenai manfaat vaksin. Tokoh masyarakat termasuk tokoh agama dan budaya perlu dilibatkan secara langsung dalam pelaksanaan vaksinasi.
Inovasi
Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto menuturkan, sejumlah inovasi telah dilakukan untuk mendukung distribusi vaksin yang lebih baik. Distribusi saat ini sudah didorong untuk bisa dilakukan langsung dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota, bahkan sampai di puskesmas. Sebelumnya, distribusi hanya dilakukan dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi.
Pemantauan distribusi juga sudah menggunakan teknologi layanan internet untuk segala (internet of things/IoT). Lewat teknologi ini, proses distribusi bisa dipantau secara real time. Pada setiap kemasan vaksin pun disertakan kode bar (barcode)untuk memastikan kode produksi vaksin yang diberikan dan mencegah vaksin palsu.
Baca Juga: Mencari Solusi Permasalahan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia
”Kami juga sedang memperkuat infrastruktur rantai dingin distribusi vaksin, terutama untuk distribusi vaksin yang memerlukan suhu penyimpanan khusus, seperti vaksin Moderna yang harus disimpan di suhu minus 20 derajat celsius dan vaksin Pfizer dengan suhu minus 70 derajat celsius,” ucap Bambang.
Per 23 Agustus 2021, jumlah vaksin yang sudah dirilis oleh pemerintah berjumlah 130,3 juta dosis. Dari jumlah itu, 116,4 juta dosis telah didistribusikan ke daerah, dengan rincian 4,8 juta dosis vaksin CoronaVac dari Sinovac; 85,9 juta dosis vaksin produksi Bio Farma yang diolah dari bahan baku vaksin Sinovac; 1,5 juta dosis vaksin Pfizer; 15,9 juta dosis vaksin AstraZeneca; 7,5 juta dosis vaksin Moderna, dan 499.886 dosis vaksin Sinopharm.
Pada Agustus 2021, pemerintah akan menerima tambahan 67,6 juta dosis vaksin dari berbagai sumber. Sementara pada September 2021 diperkirakan Indonesia akan kembali menerima 80,7 juta dosis vaksin.
Secara terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, vaksinasi nasional dilakukan secara gratis dan tidak dipungut biaya. Masyarakat diharapkan bisa turut memantau pelaksanaannya. Apabila ditemukan adanya pungutan biaya, masyarakat bisa lapor ke bagian pengaduan Kementerian Kesehatan.
”Jika ada pihak yang meminta bayaran pada program vaksinasi nasional, masyarakat bisa melaporkannya melalui nomor telepon 021-1500567. Oknum yang meminta bayaran dalam pelaksanaan vaksinasi akan ditindak tegas,” katanya.
Data kematian
Wiku menuturkan, data kematian Covid-19 telah kembali masuk dalam indikator penentuan level penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Sinkronisasi dan perbaikan data terus dilakukan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kasus kematian masih menjadi persoalan yang harus diperhatikan oleh seluruh pemerintah daerah. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya ada satu provinsi yang angka kematiannya menurun, yakni Kalimantan Tengah. Angka kematian di 33 provinsi lain masih meningkat dengan kenaikan tertinggi di Jawa Tengah, Lampung, Gorontalo, Bali, dan Bengkulu.
”Ini menunjukkan, secara umum, problematika kematian masih menjadi tantangan yang belum terselesaikan. Kenaikan ini bisa terjadi karena penguatan fasilitas kesehatan dan isolasi terpusat tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang maksimal. Jadi, warga yang terinfeksi tidak ditangani dengan cepat serta isolasi mandiri dijalankan dalam keadaan tidak memadai,” kata Wiku.