Sekolah Berperan Menumbuhkan Sikap dan Perilaku Peduli Lingkungan
Sekolah dapat turut berperan dalam menumbuhkan sikap dan perilaku peduli lingkungan dengan menetapkan peraturan pengelolaan sampah hingga menggerakkan tim pelaksana usaha kesehatan sekolah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah dapat turut berperan dalam menumbuhkan sikap dan perilaku peduli lingkungan, termasuk pengelolaan sampah. Langkah-langkah yang perlu dilakukan sekolah antara lain menetapkan peraturan pengelolaan sampah dan menggerakkan tim pelaksana usaha kesehatan sekolah.
Widyaprada Ahli Utama Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Harris Iskandar menyampaikan, sekolah memiliki peran untuk meningkatkan pembiasaan dan pembudayaan yang mencakup semua aspek, termasuk soal lingkungan.
”Sekolah dapat mengajarkan membuang sampah di tempatnya, mengurangi, dan memilahnya. Kemudian hal ini dilatih agar konsisten dan jika tidak dilakukan perlu ditegur. Melalui konsistensi ini lama-lama akan menjadi kebiasaan dan karakter,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Merdeka dari Sampah Plastik”, Rabu (18/8/2021).
Harris menjelaskan, satuan pendidikan memiliki program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dengan tiga pilar, yakni pendidikan dan pelayanan kesehatan serta pembinaan lingkungan sekolah sehat. Pengelolaan sampah termasuk dalam pelaksanaan trias UKS tersebut.
Sekolah dapat mengajarkan membuang sampah di tempatnya, mengurangi, dan memilahnya. Kemudian hal ini dilatih agar konsisten dan jika tidak dilakukan perlu ditegur.
Sesuai indikator pengelolaan sampah dalam stratifikasi UKS, setiap sekolah harus memiliki tempat sampah tertutup dan terpisah. Sekolah juga harus mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah. Di samping itu, sekolah perlu bekerja sama dengan pihak lain untuk menyediakan bank sampah.
Bagi sekolah yang baru akan menerapkan program pengelolaan sampah, menurut Harris, mereka dapat melakukan sejumlah langkah. Pertama, sekolah perlu menetapkan peraturan sekolah soal pengelolaan sampah. Setelah itu, sekolah bisa menggerakkan tim pelaksana UKS untuk mengedukasi dan memberi pemahaman tentang pengelolaan sampah kepada seluruh warga sekolah.
”Ketiga, dapat melakukan sosialisasi kepada orangtua siswa dan masyarakat. Siswa tidak boleh lagi membawa makanan yang menghasilkan banyak sampah. Mereka harus membawa makanan dengan tempat makan dan minum sendiri,” tuturnya.
Selain itu, sekolah juga bisa membuat jadwal piket kebersihan kelas dan kerja bakti massal di lingkungan sekitar sekolah. Agar berjalan optimal, pengawas dapat memantau pelaksanaan UKS, khususnya dalam pengelolaan sampah.
”Komponen penting yang harus diperhatikan bagi sekolah adalah identifikasi tokoh perintis dan penggerak pengelolaan sampah. Sekolah perlu mencari pihak ketiga untuk menampung sampah dan produk-produk daur ulangnya,” ucap Harris.
Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin Sidik mengemukakan, tantangan terbesar Indonesia dalam mengatasi persoalan sampah adalah perilaku. Ini dipertegas hasil laporan Badan Pusat Statistik yang menunjukkan bahwa 72 persen masyarakat Indonesia tidak peduli terhadap persoalan sampah.
Ujang memandang bahwa upaya pencegahan kerap luput disampaikan saat membicarakan persoalan sampah plastik sebelum proses memilah dan mendaur ulang. Padahal, plastik tidak akan menjadi persoalan jika setiap orang bisa mencegah timbulan sampah ini. Perilaku mencegah penggunaan sampah plastik inilah yang seharusnya terus didorong.
Setelah gerakan mencegah dan mengurangi sampah sudah menjadi kebiasaan, barulah masyarakat didorong untuk memilah sampah dari rumah. Prinsip gerakan ini adalah memperbaiki sistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Ujang pun mengajak para pelajar turut berkontribusi dalam mengurangi sampah plastik dengan cara belanja tanpa kemasan, membawa wadah makanan atau minuman sendiri, dan isi ulang produk rumah tangga. Selain sampah plastik, pelajar juga bisa melakukan pengomposan dari sisa makanan atau sampah organik lainnya.