Sejumlah Kebijakan Dinilai Tingkatkan Nilai Ekonomi Produk Kehutanan
Nilai ekonomi sektor kehutanan mengalami peningkatan karena penerbitan beberapa kebijakan seperti relaksasi kebijakan fiskal, fasilitasi pembiayaan sertifikasi legalitas kayu, hingga promosi dengan mitra dagang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat 7,07 persen pada kuartal II-2021 turut didukung oleh subsektor kehutanan. Sejumlah faktor penyebab peningkatan ini, yaitu penerbitan beberapa kebijakan seperti relaksasi kebijakan fiskal, fasilitasi pembiayaan sertifikasi legalitas kayu, hingga promosi dengan mitra dagang.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto menyampaikan, di sektor kehutanan, produksi kayu bulat, kayu olahan, dan hasil hutan bukan kayu mengalami peningkatan nilai ekonomi. Peningkatan ini juga diiringi dengan tumbuhnya nilai ekspor kehutanan.
KLHK mencatat, produksi kayu bulat di hutan alam dan hutan tanaman pada kuartal II-2020, yaitu 11,56 juta meter kubik dan meningkat 10,74 persen menjadi 12,8 juta meter kubik pada kuartal II-2021. Sementara nilai ekspor produk kehutanan kuartal II-2020 sebesar 2,59 juta dollar AS dan meningkat 70,3 persen menjadi 4,41 juta dollar AS pada kuartal II-2021.
”Produksi hasil hutan bukan kayu pada kuartal II-2020, yaitu 130.000 ton dan kuartal II-2021 menjadi 192.000 ton atau meningkat 47,6 persen. Pemerintah menerbitkan beberapa kebijakan yang diyakini memberikan kontribusi pada pertumbuhan kuartal II subsektor kehutanan,” ujarnya dalam pertemuan dengan media secara daring, Jumat (6/8/2021).
Kebijakan yang diterapkan pemerintah selama pandemi membuat industri kehutanan bisa bertahan.
Beberapa kebijakan yang diterapkan pemerintah di sektor kehutanan ini antara lain relaksasi kebijakan fiskal, percepatan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya, serta memfasilitasi pembiayaan sertifikasi legalitas kayu untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Diterapkan juga promosi dan perdagangan dengan mitra dagang serta pelayanan berbasis digital kepada pelaku usaha.
Ke depan, kata Agus, KLHK akan melanjutkan kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan dengan menjaga produktivitas dan keberlanjutan usaha. Pemerintah masih akan tetap menerapkan relaksasi kebijakan fiskal dan meningkatkan peran masyarakat, terutama sumber daya hutan berbasis agroforestri maupun perhutanan sosial.
”Kami akan tetap meningkatkan pelayanan terutama pemanfaatan hutan berbasi digital yang terintegrasi mulai dari perencanaan, produksi, hingga ekspor melalui penguatan sistem informasi pengelolaan hutan produksi lestari,” ungkapnya.
Direktur Usaha Hutan Produksi KLHK Istanto mengatakan, kebijakan peningkatan luas penampang kayu produk industri kehutanan juga akan terus diupayakan agar bisa diperpanjang. Di sisi lain, pemerintah telah melakukan kerja sama dan promosi dagang dengan mitra di negara lain, seperti Timur Tengah dan Eropa.
”Kami juga dengan duta besar menggalakkan promosi ini untuk meningkatkan ekspor. Sekarang mungkin ada kepercayaan dari pasar bahwa produk kayu Indonesia sudah terjamin legalitas karena sudah ada SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) dan kemudahan ekspor di dalam negeri khususnya penerbitan dokumen secara elektronik,” ucapnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengakui bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah selama pandemi membuat industri kehutanan bisa bertahan. Ia juga menyebut pengusaha di bidang kehutanan berhasil menahan pemutusan hubungan kerja bagi karyawannya selama pandemi.
”Ekspor kehutanan hingga Desember tahun lalu mencapai 11 miliar dollar AS. Sementara hingga Juli tahun ini sudah menembus 7 miliar dollar AS. Mudah-mudahan akhir tahun bisa tembus 12 miliar dollar AS. Jadi industri ini sudah kembali seperti semula,” katanya.