Peneliti IMERI mengembangkan sistem Pusat Mahadata Kesehatan. Lewat sistem ini, berbagai data yang ada dapat terintegrasi sehingga bisa menjadi basis intervensi untuk menyelesaikan persoalan kesehatan di masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Di abad ke-21 ini, data dinilai lebih berharga daripada minyak. Berbagai data, termasuk data kesehatan yang diolah dengan baik, bisa menjadi modal utama untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Sayangnya, data-data terkait kesehatan di Indonesia masih tersebar sehingga belum bisa dimanfaatkan dengan optimal.
Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, lebih dari 270 juta orang, data-data kesehatan yang terkumpul dari seluruh masyarakat Indonesia dapat menjadi data raksasa atau mahadata kesehatan nasional. Jika dianalisis dengan baik, data tersebut tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah kesehatan saat ini, tetapi juga untuk memprediksi risiko kesehatan di masa yang akan datang.
Potensi besar dari pemanfaatan data kesehatan inilah yang mendorong para peneliti dari Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengembangkan Pusat Mahadata Kesehatan. Berbagai data kesehatan yang ada akan disimpan secara digital sehingga bisa menjadi satu data yang mudah diakses dan diolah untuk berbagai kepentingan.
Lewat Pusat Mahadata Kesehatan atau Big Data Center ini, kami memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mengintegrasikan data penelitian dan layanan kesehatan yang terdaftar. Dari situ kemudian akan tersajikan informasi sesuai dengan algoritma yang diinginkan.
Wakil Direktur Riset dan Inovasi IMERI Budi Wiweko menyampaikan, pembentukan pusat mahadata kesehatan ini bertujuan untuk mendukung penelitian biomedis skala nasional serta pengembangan penelitian kesehatan dengan pemanfaatan kemampuan komputasi yang mumpuni.
”Lewat Pusat Mahadata Kesehatan atau Big Data Center ini, kami memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mengintegrasikan data penelitian dan layanan kesehatan yang terdaftar. Dari situ kemudian akan tersajikan informasi sesuai dengan algoritma yang diinginkan,” ucapnya.
Para peneliti juga akan lebih mudah mengakses data-data yang dibutuhkan lewat Pusat Mahadata Kesehatan. Adapun topik data yang tersimpan di layanan ini meliputi data terkait pengembangan obat, data terkait kanker, genetika manusia, nutrisi, reproduksi, penyakit infeksi, gangguan metabolisme, dan ilmu terkait sistem saraf manusia.
Semua data tersebut akan tersimpan dalam sistem komputasi yang aman. Masyarakat dapat mengakses data tersebut secara bebas. Namun, terdapat sejumlah data yang terestriksi sehingga perlu berlangganan ataupun bergabung dalam persetujuan riset dengan IMERI.
Budi menyampaikan, proses pengembangan dari Pusat Mahadata Kesehatan IMERI ini dimulai sejak lima tahun lalu. Menurut rencana, layanan ini akan diluncurkan secara resmi pada Desember 2021 sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Untuk sementara, ada 97 data penelitian yang terunggah dalam laman Pusat Mahadata Kesehatan. Data yang terkumpul berasal dari berbagai lembaga penelitian serta rumah sakit pendidikan yang tergabung dengan Universitas Indonesia.
Pengembangan dari layanan ini dilakukan melalui kerja sama antara IMERI dan Idealab Health. Pembiayaan pun didapatkan melalui kerja sama tersebut.
”Tentu harapannya data yang tersaji dalam Big Data Center Kesehatan ini bisa lebih luas lagi. Kami sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk integrasi data. Selain itu, data yang ada juga bisa diakses secara global sehingga benar-benar menjadi mahadata kesehatan,” tutur Budi.
Menurut dia, adanya Pusat Mahadata Kesehatan ini akan sangat membantu perumusan kebijakan yang berbasis data dan bukti ilmiah. Dengan begitu, intervensi yang dilakukan pun lebih tepat sesuai dengan kondisi yang terjadi di masyarakat. Diharapkan, sistem yang sudah dirancang dalam pusat mahadata ini bisa diadopsi untuk kepentingan di tingkat nasional.
Mahadata kesehatan
Mahadata kesehatan yang diintegrasikan dengan teknologi genomik, teknologi digital, dan kecerdasan buatan bisa berdampak besar terhadap pelayanan kesehatan di masyarakat. Terkait dengan data penyakit tidak menular, misalnya, kecerdasan buatan bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dini risiko penyakit di masyarakat.
Data terkait kebiasaan juga riwayat kesehatan masyarakat bisa diolah menjadi data faktor risiko kesehatan. Dari data inilah, intervensi pada aspek promotif dan preventif bisa dilakukan dengan baik.
Meski begitu, menyatukan berbagai data yang ada di Indonesia bukan perkara yang mudah. Kerja sama dari semua pihak untuk bisa secara terbuka menyajikan data kolaborasi masih harus ditingkatkan. Selain itu, peran pemerintah juga dibutuhkan dengan menerbitkan aturan yang mendukung adanya integrasi data dan pemanfaatan teknologi.
Budi menambahkan, data kesehatan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seharusnya bisa lebih dimanfaatkan. Dengan jumlah peserta lebih dari 200 juta orang, data yang tersimpan sangat bervariasi. Pengolahan dari mahadata klinis tersebut yang dilengkapi dengan data genomik bisa menjadi dasar dalam pengembangan aspek promotif dan preventif, terutama terhadap penyakit degeneratif yang selama ini menjadi beban biaya terbesar dalam JKN.
Tidak hanya itu, data yang ada mengenai pasien jika diintegrasikan dengan pemanfaatan kecerdasan buatan dapat mengoptimalisasi penggunaan alat-alat diagnostik di laboratorium. Teknologi robotik pun bisa melengkapi pengembangan yang ada sehingga dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam bidang diagnostik dan terapi.
”Kombinasi antara pemanfaatan big data (mahadata) dengan kecerdasan buatan, robotik, internet of thing, niscaya akan memberikan dampak inovasi yang bersifat distruptif bagi pengembangan layanan kesehatan di Indonesia, terutama terkait pencegahan dan layanan kedokteran yang presisi,” tutur Budi.
Menurut dia, teknologi dapat memfasilitasi pemanfaatan data klinik dan genomik menjadi informasi, pengetahuan, dan kebijakan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan sebuah negara. Hal ini juga sesuai dengan prinsip kedokteran yang presisi, yaitu meliputi aspek preventif, prediktif, personalisasi, dan partisipatif.
Keempat hal itu dipercaya dapat mengakselerasi pencapaian pembangunan kesehatan masyarakat seperti yang menjadi cita-cita bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Intervensi yang dijalankan harus dilakukan sejak dini sehingga generasi masa depan bisa lebih berkualitas. Pemanfaatan data yang optimal juga dapat mendukung pembangunan ketahanan dan kemandirian kesehatan di Indonesia.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, Kementerian Kesehatan juga telah mengembangkan sistem mahadata kesehatan melalui aplikasi New All Record (NAR). Untuk sementara, aplikasi ini digunakan untuk menyimpan data terkait Covid-19 dan vaksinasi masyarakat. Sebanyak 742 laboratorium pemeriksaan Covid-19 juga sudah terintegrasi dalam sistem tersebut.
”Semua data penumpang pesawat yang telah melakukan vaksinasi dan hasil pemeriksaan PCR atau antigen tersimpan dengan aman di New All Record atau NAR. Seluruh big data NAR ini terkoneksi dengan aplikasi Peduli Lindungi sehingga proses pengisian e-HAC (surat kewaspadaan kesehatan) yang selama ini sudah berjalan bisa dilakukan melalui aplikasi Peduli Lindungi,” katanya.